Beranda Daerah Sragen Kisah Tragis Pascapenutupan Alun-alun Sragen. Dari Pedagang Sakit, Stress Sampai Meninggal...

Kisah Tragis Pascapenutupan Alun-alun Sragen. Dari Pedagang Sakit, Stress Sampai Meninggal Gara-gara Tak Boleh Jualan

Ratusan pedagang Alun-Alun Sragen saat demo bupati Senin (12/2/2018). Foto/JSnews
Ratusan pedagang Alun-Alun Sragen saat demo bupati Senin (12/2/2018). Foto/JSnew

SRAGEN–  Aksi demo sekitar 200 pedagang di Alun-alun Sragen untuk menuntut bisa kembali berjualan, Senin (12/2/2018) memang cukup mengejutkan. Pasalnya meski rumor keresahan sudah mencuat sejak lama,  selama ini nyaris tak ada riak yang ditunjukkan oleh pedagang sebelum demo.

Adanya pro kontra dan oknum preman yang membungkan para pedagang agar tak memberontak,  menjadi alasan sebagian pedagang memilih diam. Namun, kesabaran mereka pun nampaknya sudah habis ketika tujuh bulan berjalan,  tak juga ada tanda-tanda bakal dikembalikan ke Alun-Alun.

Yatin Hartono (53) koordinator pedagang menuturkan aksi demo terpaksa digelar karena pedagang sudah tak tahan dipaksa vakum tujuh bulan tanpa bisa berjualan.

Solusi yang ditawarkan Pemkab agar berjualan di jalan samping Pemda, juga tak banyak menolong. Sebab tidak ada pengung sehingga jualan tidak laku dan malah membuat pedagang makin bangkrut.

“Kemarin diminta pindah di samping Pemda itu.  Tapi nggak laku,  ibarate modal 100.000, sampai habis dagangane nggak balik modal. Karen nggak ada pembeli.  Misal buat teh sampai busuk nggak laku,” terangnya.

Baca Juga :  Wulan Purnama Sari, Anggota DPRD Jateng, Ajak Generasi Muda Sragen Promosikan Budaya Jawa Lewat Media Sosial

Tidak hanya itu,  Yatin menguraikan selama tujuh bulan mati suri,  tak sedikit pedagang yang jatuh sakit meratapi nasib tak bisa mencari nafkah. Bahkan ada pula yang sampai depresi karena dikejar angsuran kredit sementara mereka tak bisa mendapat penghasilan untuk mengangsur.

“Bahkan anaknya  nenek penjual buah di sini,  sampai meninggal ngrasakne nggak bisa ngangsur. Nggak lama setelah itu,  mantune juga ninggal ngrasakne kahanan. Sekarang anaknya ikut mbahe itu. Jualannya buah digendong pakai tenggok, ” tutur Yatin diamini pedagang lain.

Sementara solusi lain dipindahkan ke Stadion Taruna juga dinilai setali tiga uang. Selain jaraknya jauh dari Alun-alun,  kondisi lokasi yang gelap dinilai makin menjauhkan dari pembeli.

“Lha wong nggone peteng tur sepi po kon ndodoli obat nyamuk to Mas. Pokoknya tuntutan kami bisa dikembalikan jualan ke Alun-alun seperti dulu. Bupati-bupati dulu juga nggak apa-apa, baru bupati ini kok kayak gini nggak boleh jualan,” sambung Bambang,  pedagang makanan di Alun-alun.

Baca Juga :  Kakek Dirjo, Petani Asal Desa Gading, Sumbang Satu Kebun Bambu untuk Untung Wiyono: Keluarga Pak Untung Dikenal Paling Ikhlas pada Masyarakat Sragen

Mereka hanya ditemui Sekda Tatag Prabawanto yang meminta pedagang melihat kebijakan ini secara menyeluruh demi kebaikan dan kemajuan Sragen.

“Kami minta pedagang tidak memaksakan tuntutannya. Pemkab sudah komitmen untuk melakukan penataan agar alun-alun benar-benar sebagai public space yang tertib dan rapi. Untuk pedagang, disiapkan lokasi baru di sekitar Stadion Taruna yang lebih tertata dan layak untuk berjualan,” tandasnya. Wardoyo