Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Niken Satyawati, Tak Jemu Berjihad Melawan Berita Bohong

Niken Satyawati Foto: Istimewa

 

Wanita berkerudung ini sepertinya sudah identik dengan gerakan anti hoax. Belasan tahun menjadi wartawan media lokal di Solo serta berkecimpung di dunia bloger membuat pemilik mana Niken Pupy Satyawati sangat menghargai kesahehan sebuah informasi.

Baginya, informasi yang benar adalah nutrisi yang sehat bagi pikiran masyarakat. Sebaliknya, informasi bohong apalagi informasi firnah akan menjadi racun bagi masyarakat. Apalagi, sekarang ini  hoax  terus berseliweran di tengah-tengah masyarakat.

Membanjirnya berita bohong (hoax) itulah yang membuat keprihatinan Niken. Ia tak ingin hanya berpangku tangan melihat maraknya berita bohong yang muncul di media sosial yang tiap saat dijumpainya.

Masyarakat awam menjadi sasaran terpaan berita-berita hoax yang intensitasnya makin membesar. Dia menjadi salah satu yang  merasa terpanggil untuk turut memerangi maraknya berita hoax.

Kegemarannya berselancar di media sosial akhirnya membawa Niken untuk turut serta memerangi hoax. Maka bersama –sama dengan rekan-rekannya yang punya visi sama, dia mendeklarasikan sebuah komunitas perlawanan terhadap hoax yang diberi nama Masyarakat Anti Hoax Soloraya (MAHS). Dan dia ditunjuk menjadi panglima MAHS.

Komunitas yang didirikannya tersebut tidak hanya memerangi hoax tetapi juga konsen terhadap penyadaran masyarakat akan bahaya hoax, pendampingan hingga pelatihan memerangi hoax.

Ajang diskusi bersama rekan-rekan yang menaruh keprihatinan yang sama semakin memperluas pemahamannya tentang berbagai  jenis hoax dan tujuannya. Mulai dari hoax untuk kepentingan politik, bisnis hingga yang bertujuan menghancurkan karakter orang.

Menurut Niken, saat ini dampak hoax lebih serius karena telah  mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Banyak tokoh baik di pemerintahan, politisi, bahkan ulama tak lepas dari serangan hoax.

“Dari presiden, ulama hingga masyarakat awam jadi korban hoax. Ironisnya banyak yang tergagap saat menjadi korban hoax.  Bingung cara mengatasinya. Inilah tanggung jawab kita bersama. Ini jihad juga, jihad di era informasi,” ungkap Niken kepada Joglosemarnews.

Ditambahkannya, banyak yang tidak tahu harus berbuat apa, padahal persolan ini perlu respons cepat.

“Masalah medsos  harus diselesaikan dengan cara medsos,” terang alumnus FISIP UNS yang kini juga pengajar tamu di UMS ini.

Deklarasi Masyarakat Anti Hoax  Soloraya dilakukannya 11 Desember  2016 lalu, tak lama setelah deklarasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo–gerakan anti hoax nasional) di Jakarta. Solo adalah gerakan anti hoax yang pertama kali di tingkat lokal.

Siapa sangka, langkah yang dilakukan Niken dan “gerbongnya” menginspirasi sejumlah daerah lain untuk membentuk komunitas yang sama. Hingga kini di 15 kota terbentuk gerakan yang sama.

Upaya Niken dan rekan-rekannya berbuah positif. Makin banyak pihak yang menaruh perhatian serius terhadap fenomena ini.  Kepala daerah, jajaran kepolisian, perguruan tinggi hingga sejumlah sekolah menjadi mitra kolaborasi dan sinergi memerangi hoax. Niken dan para rekannya seakan tak lelah bertarung melawan hoax.

Perang melawan hoax di media sosial, kata Niken bagaikan perang gerilya. Setiap hari serdadu-serdadu tak bertanggungjawab menyebar hoax. Serdadu anti hoax pun tak kalah gencarnya melawan dengan membuat informasi klarifikasinya, agar medsos tak hanya dipenuhi dengan hoax. Sebab bila tidak ditangani dengan cepat kabar hoax akan menggelinding bagai bola salju seiring dengan share yang dilakukan penerimanya.

Oleh karena itu, mengonfirmasi kebenaran berita dan memberikan label hoax harus segera dilakukan agar tak meracuni isi kepala penerima pesan.

“Aksi yang senyap. Kerja seperti ini butuh waktu dan effort, nggak semudah orang share hoax itu sendiri,” kata perempuan yang tengah berjuang menyelesaikan kuliah S2 di Program Master Ilmu Komunikasi UNS ini.

Diakui Niken, “operasi senyap” melawan hoax di media sosial masih jauh dari harapan. Sinergisitas, kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan melawan hoax. Sedangkan terhadap masyarakat yang terpapar hoax, pendekatan yang dilakukan harus persuasif. Niken berharap semakin banyak pihak yang terlibat langsung atau sekadar ikut berkampanye memerangi hoax.

Masyarakat luas, kata Niken, saat ini juga bisa menjadi agen perlawanan terhadap hoax, dengan adanya aplikasi pendeteksi hoax yang merupakan karya rekannya di komunitas anti hoax. Aplikasi itu bernama Hoax Buster Tools (HBT).

“Memang baru bisa digunakan pemakai Android, bisa diunduh di Playstore. Untuk yang pakai IOS sebentar lagi,” ujar Niken.

Banyak waktu Niken untuk keluarga harus tersita karena program-programnya memerangi informasi fitnah yang banyak tersebar di masyarakat.  Namun berbagai kesibukan di komunitas, tak lantas membuatnya melalaikan kewajiban sebagai seorang istri.

Terlebih, dari pernikahannya dengan Anas Syahirul 18 tahun lalu, dia kini juga berpredikat sebagai ibu dari tiga gadis cantik.  Marwantoro

Exit mobile version