Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Unik, Atur Jam Belajar Dengan Kentongan, Ini Nyata Terjadi di Wonogiri

Warga Pulutan Kulon membunyikan kentongan dalam sebuah rapat di balai desa setempat.JSNews/Aris Arianto

WONOGIRI-Unik dan menarik. Demikian cara warga Desa Pulutan Kulon, Kecamatan Wuryantoro, Wonogiri untuk mengingatkan jadwal atau jam belajar anak. Bukan dengan peraturan tertulis atau cara angker lain, melainkan hanya dengan kentongan.

Kepala Desa (Kades) Pulutan Kulon, Sulistiyo Wibowo berkata, saat ini warganya membudidayakan kembali penggunaan kentongan tradisional. Baik yang terbuat dari kayu maupun bambu. Tujuannya, selain melestarikan budaya adiluhung, juga mendisiplinkan jam belajar anak sekolah.

Setiap pukul 19.00 WIB, warga memukul kentongan secara gobyok atau bersamaan untuk menandai jam belajar dimulai. Lalu pukul 21.00 WIB, kentongan kembali dipukul gobyok tanda jam belajar berakhir.

“Cara ini kami namakan Sistem Informasi Tradisional Kentongan (Simantra Tong),” jelas dia, Minggu (18/2/2018).

Ketika jam belajar berlangsung yang dimulai bunyi kentongan, warga juga mematikan televisi dan radio. Warga memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk belajar dalam suasana tenang dan nyaman.

Penggunaan kentongan sehari-harinya, menurut Kades juga memiliki manfaat besar lainnya. Misalnya memberi informasi adanya rapat atau pertemuan, tanda bahaya kebakaran maupun gempa, jam malam, hingga menekan angka kekerasan atau pencabulan. Dia menjelaskan ketika ada pihak yang mencurigakan, seperti berduaan di semak-semak, berkunjung hingga larit malam, serta perilaku yang menjurus ke hal negatif, warga yang pertama kali melihat akan langsung membunyikan kentongan dengan irama tertentu.

“Cara-cara seperti ini sangat efektif menciptakan suasana kondusif pada jaman dulu. Makanya kami membudayakan hal itu kembali,” sebut dia.

Dia yakin keberadaan kentongan tidak akan tergeser dengan kehadiran handphone. Pasalnya sampai saat ini, misalnya ketika terjadi gempa, maka yang pertama kali dilakukan adalah keluar rumah sambil membunyikan kentongan. Warga lainnya yang mendengarnya langsung tahu bahwa telah terjadi gempa.

“Kami punya 11 dusun dengan jumlah 1.863 KK, setiap KK minimal memiliki dua buah kentongan, satu di dalam rumah, lainnya ditempatkan di luar rumah,” tandas dia.

Tokoh masyarakat setempat, Suwardi menuturkan, Desa Pulutan Kulon memiliki koleksi belasan kentongan lawas. Diantaranya ada yang dibuat tahun 1914,1927, dan sebelum era kemerdekaan. Koleksi tersebut kini dirawat pemerintah setempat sebagai daya tarik dan memperkuat potensi kentongan di desanya. Aris Arianto

Exit mobile version