JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Diduga Diwarnai Pengondisian dan Pemaksaan, Perbup Perangkat Desa di Sragen Picu Keresahan Kades dan Warga

Suasana sosialisasi Perda dan Perbup Perangkat Desa yang dihadiri 196 Kades oleh bupati dan Muspida di Aula Sukowati yang berlangsung gayeng dan memanas, Senin (26/2/2018). Foto/Wardoyo
   
Suasana sosialisasi Perda dan Perbup Perangkat Desa yang dihadiri 196 Kades oleh bupati dan Muspida di Aula Sukowati yang berlangsung gayeng dan memanas, Senin (26/2/2018). Foto/Wardoyo

SRAGEN – Penetapan Peraturan Bupati (Perbup) Sragen No 10/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) No 8/2017 tentang Perangkat Desa (Perdes) kembali mengundang polemik. Munculnya klausul mutasi dalam Perbup yang seolah dipaksakan harus diterapkan dalam pengisian perangkat desa, telah memicu keresahan di kalangan kepala desa dan warga.

Kontroversi Perbup itu diungkapkan Ketua Fraksi PKB DPRD Sragen,  Faturrohman Minggu (4/3/2018). Di hadapan wartawan,  ia mengaku banyak mendapat keluhan dan laporan dari Kades-Kades yang mengaku resah dengan aturan di Perbup Perangkat Desa.

“Yang menjadikan keresahan mereka adalah soal mutasi. Banyak yang menyampaikan ke kami, seolah-olah ditekan oleh Pemkab melalui camat agar melakukan mutasi. Padahal banyak desa yang tidak menghendaki mutasi tapi tidak berani mengungkapkan,” paparnya.

Adanya mutasi itu telah menghadapkan Kades pada situasi dilematis. Contoh kasus ada Kades yang terpilih tapi waktu Pilkades, perangkatnya tak mendukung, jika kemudian diminta memutasi perangkat,  maka secara psikis akan sangat bertentangan dengan nurani Kades.

Legislator yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua Pansus Perda Perangkat Desa itu memandang setelah dipelajari lebih seksama, memang ada banyak hal yang perlu dikaji ulang dari Perbup itu. Menurutnya, hal paling fatal dan janggal memang soal tahapan mutasi perangkat desa.

Di mana klausul mutasi yang dimasukkan dalam Perbup sudah melebihi tafsir dan terkesan menunjukkan arogansi Pemkab dalam menekan desa untuk menjadikan mutasi sebagai keharusan.

Padahal dalam Permendagri No 67/2017, mengamanatkan bahwa pengisian Perangkat Desa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mutasi dan penjaringan.

Baca Juga :  Berkah Hari Raya Idul Fitri Toko Pusat Oleh-oleh di Sragen Diserbu Pembeli

“Nah yang terjadi di Perbup ini,  seolah-olah menggiring opini sekaligus ada penekanan melalui camat,  bahwa Kades harus melakukan mutasi. Padahal pasal di Permendagri jelas menyebutkan bahasanya dapat. Artinya boleh melakukan boleh tidak, menyesuaikan situasi dan kebutuhan desa. Kalau nggak mutasi kan berarti bisa melakukan penjaringan,” urainya.

Faturrohman. Foto/Yok

Fatuurohman juga menguraikan upaya penggiringan opini mutasi juga ditunjukkan dari eskploitasi pasal tentang tahapan mutasi yang mendominasi di bab II mulai pasal 3 dan beberapa pasal berikutnya yang mengatur detail hingga jadwal tahapannya.

Sementara untuk tahapan penjaringan meskipun ada pasalnya,  namun tidak dibuat jadwal tahapannya.

“Sangat jelas terlihat,  seakan-akan memang sudah didesain bahwa mutasi itu harga mati. Padahal mestinya Kades diberi pilihan yang mau mutasi ya silahkan,  yang sekiranya akan penjaringan ya boleh. Bukan dipaksa harus mutasi begini.  Makanya kami sebagai mantan Pansus yang membahas Perda Perdes, menilai Pemkab harus mengkaji ulang Perbup terutama pasal mutasi. Karena itu sangat melenceng, ” jelasnya.

Tak hanya meresahkan Kades,  menurutnya pemaksaan mutasi itu telah banyak memicu keresahan warga. Sebab dengan dilakukan mutasi,  maka otomatis akan menutup hak warga yang ingin mendaftar perangkat desa dan mengikuti penjaringan.

Faturrohman juga mempertanyakan mekanisme penyusunan Perbup yang terkesan juga menelikung DPRD. Sebab saat pembahasan Perda tidak pernah ada penataan untuk jabatan Carik atau Sekdes. Namun ketika jadi Perbup,  diam-diam Carik dimasukkan ke penataan.

Baca Juga :  OPTIMALISASI LORONG SEKOLAH MENJADI LORONG LITERASI

Lantas, Pemkab maupun bupati menurutnya sama sekali tak pernah mengkonsultasikan Perbup dengan DPRD. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan akan dikonsultasikan dulu.

“Kami melihat eksekutif memang melakukan penelikungan terhadap DPRD. Makanya selaku wakil rakyat yang punya fungsi kontrol,  kami akan mengundang Pemkab untuk membahas persoalan ini. Mungkin Kabag Pemdes,  Kabag Hukum bahkan kalau perlu bupati. Persoalan ini jangan dianggap sepele karena dampaknya sudah memicu keresahan Kades dan warga, ” tegasnya.

Sebelumnya, Kabag pemerintah Desa (Pemdes) Setda Sragen Suhariyanto menyampaikan di dalam muatan perbup ada penataan SOTK dan pengisian perangkat desa. Pihaknya menjelaskan akan diawali dengan penataan perangkat desa.

”Dalam penataan kita tidak mengenal demosi, dalam penataan kekosongan carik, bayan tidak bisa diisi dalam penataan,” ujarnya.

Pengisian setingkat carik dapat dilakukan dengan mutasi antar jabatan. Pihaknya menyampaikan dalam masa transisi nanti untuk pengisian secara serentak.

”Baru mutasi yang melalui uji kompetensi tidak ada yang minat, baru karena yang mengikuti hanya perangkat desa, nanti diisi melalui penjaringan penyaringan,” jelasnya.

Dia menyampaikan kabupaten hanya memberikan regulasi aturan saja. Dia menegaskan mutasi hanya perangkat desa yang ada. Mekanismenya kades membentuk tim. Bagi perangkat desa yang berminat memasukkan lamaran dan SK masing-masing.

”Ketentuan entah mutasi maupun penjaringan tetap membuat tim, kita memberi regulasi dan yang ada di Perbup sudah mutadis dan mutandis dengan aturan yang ada di atasnya,” tegasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com