Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Kak Seto Mendadak Batal Datang ke Gemolong Sragen. APPS: Ada Pihak Yang Tak Ingin Kasus Pencabulan Massal di SD Kalangan Terekspos!

Kak Seto Mulyadi bersama koordinator APPS, Mami Sugiarsi saat memberikan terapi mental kepada RS (14) siswi korban pengarakan telanjang pada 2016 silam. Foto/Wardoyo

SRAGEN- Rencana Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) mendatangkan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi untuk memberikan penguatan mental ke siswi SD Kalangan, Gemolong yang menjadi korban pencabulan massal oleh salah satu oknum guru berinisial SW (59) batal terlaksana. Kak Seto yang sudah ditunggu warga dan orangtua siswi korban pencabulan,  mendadak tak bisa hadir.

“Iya rencananya datang Senin (12/3/2018) kemarin. Kami ingin menghadirkan karena beliau kan juga psikolog agar bisa memberikan pendampingan dan penguatan mental pada korban.  Terutama untuk korban yang sudah trauma berat dan setahun berhenti sekolah,” papar psikolog Dewi Novita yang selama ini mendampingi APPS,  Selasa (13/3/2018).

Ia mengaku tak mengetahui kenapa Kak Seto mendadak membatalkan hadir. Ia memilih tak bersuudzon dan akan menjadwalkan ulang agar psikolog itu tetap bisa hadir di lain kesempatan.

“Kami akan jadwalkan ulang,” paparnya.

Sementara,  Koordinator APPS, Sugiarsi mengaku kecewa dengan batalnya kedatangan Kak Seto. Ia menduga memang ada pihak yang tak ingin agar Kak Seto hadir dan kasus pencabulan massal oleh guru di SD Kalangan terekspos ke publik.

“Tapi kami tidak akan menyerah. Apa yang kami lakukan ini semata-mata ingin membantu para korban mencari keadilan. Kami juga membantu tugas pemerintah.  Kalau ada pihak yang enggak berkenan,  nggak apa-apa. Tugas kami memperjuangkan para korban dan mendesak aparat menuntaskan kasus itu.  Karena ini menyangkut masalah nasib generasi bangsa.  Bayangkan,  sampai ada korban trauma dan nggak mau sekolah seperti itu ada pihak yanh mau agar kasusnya ditutup-tutupi juga,” ujarnya kesal.

Ia menegaskan pihaknya akan tetap mengawal penanganan hukum terhadap kasus itu.  Sembari itu,  pendampingan mental dengan terapi psikis terus dilakukannya terhadap para korban yang sebagian besar masih trauma.

” Alhamdulilah ini korban yang sudah berhenti sekolah itu sudah mulai survive,  sudah agak ceria dan mau bicara. Dia sudah setahun nggak mau sekolah,  nggak mau bicara. Apa nggak kasihan, ” terangnya.

Menurutnya,  proses pemeriksaan para korban oleh kepolisian masih terus berjalan. Ia berharap oknum guru pelaku bisa dijerat pasal berat mengingat aksi pencabulan sudah dilakukan sejak 2010 dan korbannya diperkirakan mencapai belasan siswi. Wardoyo

 

Exit mobile version