SRAGEN- Bola liar kasus dugaan penyimpangan pengadaan proyek komputer Sistem Informasi Desa (SID) di 196 desa di Sragen semakin memanas. Di tengah proses pengumpulan data dan bahan keterangan (Pulbaket) oleh Tim Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen, sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pegiat antikorupsi di Sragen mengungkap sejumlah data dan temuan terkait kasus itu.
Data dan temuan itu mereka sampaikan saat menggelar audiensi dengan Kejari Sragen di Aula Kantor Kejari, Senin (2/4/2018). LSM yang menggeruduk adalah Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) yang diwakili Ketua GMPK Sragen, Adi Sriyono dan LSM Forum Masyarakat Sragen (Formas) yang diwakili Ketua Andang Basuki dan anggota, Sumardi.
Mereka ditemui oleh Kajari Muh Sumartono yang diwakili tiga jaksa perempuan yang masuk dalam tim khusus penanganan kasus proyek SID. Ketua GMPK Sragen, Adi Sriyono mengungkapkan kedatangannya bersama aktivis Formas itu dalam rangka menanyakan perkembangan kasus SID sekaligus memberikan data tambahan.
Menurutnya dari informasi dan keterangan yang diperolehnya di lapangan, pengadaan proyek komputer dengan dana desa sebesar Rp 20 juta tahun 2017 itu memang terindikasi kuat terjadi pelanggaran. Salah satunya, munculnya petunjuk teknis (Juknis) perihal spek komputer yang diterbitkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) ke desa-desa.
“Dari Juknis itu sudah menunjukkan bahwa dinas seolah mengarahkan karena di Perbup tidak ada aturan spek. Apalagi di awal-awal, Juknis sempat menunjuk merek, kemudian setelah diprotes LSM akhirnya diganti tanpa merek. Tapi Juknis itu pun sudah merupakan bentuk pengarahan. Makanya kami meminta agar Kejaksaan benar-benar mengusut tuntas kasus ini biar ada titik terang. Sehingga ke depannya penggunaan DD di Sragen sesuai amanah UU Desa,” paparnya.
Indikasi Pengarahan dan Bagi Fee
Sementara, Ketua LSM Formas, Andang Basuki membeberkan data cukup banyak. Di hadapan tim Kejari, Andang menyampaikan dari informasi dan data yang diperolehnya ke lapangan, indikasi pengondisian dan pengarahan untuk membeli komputer dari rekanan tertentu itu sangat kentara. Selain Juknis dari PMD, indikasi itu diperkuat dari fakta bahwa dari ratusan desa itu, mayoritas komputer memang disuplai oleh dua rekanan (korporate) saja.
“Bahkan dari data yang kami peroleh, dia (korporate) sudah nandur orang tiap kecamatan dan Kades yang ditunjuk jadi koordinatornya. Koordinator itulah yang menentukan untuk pengadaan ini dan desa yang mau mengambil komputer tanpa lewat dia nggak bisa. Itu temuan-temuan kita di lapangan dan bukan ngoyoworo. Makanya kami laporkan biar bisa jadi informasi tambahan bagi kejaksaan untuk mengusut tuntas,” terangnya.
Andang juga menyampaikan dirinya sempat mendengar ada pembagian fee atau komisi untuk Kades koordinator maupun pendamping yang sudah disiapkan oleh korporate. Karenanya, ia memandang bahwa kasus proyek SID itu lebih mengarah pada tindak pidana korupsi dan bukan sekadar hanya permainan monopoli pengadaan.
“Kalau kami lihat, penyimpangannya ada penyalahgunaan wewenang. Itu pasti. Lalu dari Kades juga karena dia membeli tidak sesuai spek dan mereka sebagai kuasa pengguna anggaran. Harusnya ketika beli tidak sesuai spek ya dikembalikan. Waktu awal-awal sudah kami ingatkan, tapi nyatanya sampai sekarang juga nggak dikembalikan. Artinya dari situ, otomatis kerugian negaranya timbul,” terangnya.
Atas dasar itulah, pihaknya meminta Kejari tak hanya sebatas menggali data dan memanggil para Kades saja. Akan tetapi, semua pihak yang terlibat dalam pengadaan, termasuk Dinas PMD dan korporate agar turut dipanggil sehingga kasus ini bisa tuntas. Dan jika unsure-unsur sudah terpenuhi, segera dinaikkan ke tahap penyidikan karena kasus ini sudah menyita perhatian publik.
Salah satu jaksa yang memimpin audiensi, Susilowati mengatakan berterimakasih atas masukan yang disampaikan para LSM. Pihaknya siap untuk menindaklanjuti dan menangani kasus tersebut secara intensif lantaran sudah menjadi perhatian publik.
“Pasti kami kalau memanggil akan semua pihak. Tidak mungkin setengah-setengah. nanti pihak-pihak yang lain juga akan kami panggil,” timpal salah satu jaksa perempuan yang berusia masih muda.
Sebelumnya, Kasi Pengembangan Sistem Informasi, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sragen, Istiyarto menjelaskan, dalam pengadaan komputer di 196 desa ini tidak ada pengarahan dari dinas untuk membeli komputer di satu toko saja.
“Untuk pembelian komputer diserahkan ke masing-masing desa. Kami hanya
menentukan speknya tanpa menyebut merek,” tandasnya.
Di sisi lain, informasi yang santer berembus di lapangan, pengadaan komputer di 196 desa terindikasi sengaja diarahkan ke salah satu toko pengadaan barang. Selain itu, muncul informasi bahwa komputer yang sampai di desa tidak spesifikasi yang ditentukan.
Pengadaan komputer tersebut dilakukan melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sragen dengan total anggaran mencapai Rp 3,9 miliar. Anggaran tersebut diserahkan melalui dana desa (DD) dimana masing-masing desa mendapatkan dana Rp 20 juta. Pengadaan komputer yang dianggarkan pada 2017 ini merupakan salah satu program pengembangan informasi desa. Wardoyo