JAKARTA- Dua puluh tahun setelah Kerusuhan Mei 98 yang mengiringi lengsernya Soeharto, tragedi pemerkosaan massal di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia hingga kini masih menjadi misteri.
Walau ada yang masih meragukan ada-tidaknya pemerkosaan itu, salah satu relawan saat itu, Ita Fatia Nadia, waktu itu Direktur Kalayanamitra, menuturkan aktivitasnya sebagai relawan saat menangani korban-korban pemerkosaan. Ita juga menjelaskan detail tempat-tempat terjadinya pemerkosaan dan korban-korban yang ditangani relawan.
Ita mendapat kabar pertama telah terjadi pemerkosaan di kawasan Pluit, Jakarta. Laporan terus bertambah hingga esoknya telepon di Kantor Kalyanamitra seolah tak berhenti berdering.
Dalam sehari, Ita Fatia Nadia mendapat laporan terjadi pemerkosaan di antaranya dari daerah Glodok, Jembatan Tiga, Jembatan Empat, Jembatan Lima, dan yang terbanyak laporan pemerkosaan tersebut justru diterima dari Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat.
Dari data dan laporan yang diterimanya, korban pemerkosaan adalah etnis Tionghoa dari kelas bawah hingga menengah. Selepas kejadian, beberapa evakuasi sempat dilakukan dengan membawa korban ke tempat yang aman bahkan ke luar negeri.
Ita juga menceritakan ciri-ciri pelaku pemerkosaan. Yakni berbadan tegap, berambut cepak, dan melakukan pemerkosaan dengan cepat. Informasi tentang ciri-ciri pelaku pemerkosa didapatkan Ita dari keluarga korban.