SRAGEN- Inspeksi mendadak (sidak) DPRD Sragen terhadap pelaksanaan pembangunan jalan poros Tunggul-Winong yang menghubungkan Kecamatan Gondang-Sambirejo, Jumat (11/5/2018) juga menyisakan cerita memprihatinkan. Dalam sidak itu, Wakil Ketua DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto tercengang saat mengkroscek progress pengerjaan jalan kepada pengawas proyek yang diterjunkan oleh pihak DPU Sragen.
Pasalnya pengawas berstatus PNS yang ditugaskan mengawasi proyek jalan Tunggul-Winong itu ternyata kurang memahami istilah serta data-data terkait proyek itu. Pengawas bernama Harsono itu pun hanya bisa terdiam dan berdalih baru belajar, ketika beberapa kali gagal paham dengan pertanyaan yang diajukan.
“Coba dimensi jalan yang dikerjakan ini berapa?” tanya Bambang ke pengawas berbadan tambun itu.
Mendapat pertanyaan itu, rupanya Harsono yang mungkin belum begitu menguasai, malah balik bertanya apa dimensi itu. Sontak, mendengar jawaban itu, Bambang langsung terkejut.
“Lha mosok pengawas proyek jalan kok dimensi saja nggak tahu. Dimensi itu ukurannya mas. Panjangnya jalan berapa, lebarnya dan ketebalannya cor berapa, “ ujar Bambang.
Setelah dijelaskan, Harsono baru menjawab bahwa panjang proyek jalan Tunggul-Winong adalah 3.811 meter. Namun soal ketebalan cor dan lebar jalan, yang menjawab adalah asisten rekanan pelaksana yang kemudian menyusul datang dan menjawab lebar jalan 5 meter dengan ketebalan 25 sentimeter.
Saat ditanya cornya pakai beton berapa, Harsono agak lancar menjawab cornya pakai K300. Namun ditanya soal anggaran, ia menjawab anggarannya Rp 8 miliar. Lagi-lagi Bambang dibuat terheran-heran lantaran pagu proyek jalan Tunggul-Winong itu dialokasikan sebesar Rp 9,104 miliar. Kemudian saat ditanya pekerjaan taludnya di jalur itu sepanjang berapa, Harsono menjawab baru dihitung karena ada tambahan yang menyusul.
“Masa pengawas anggaran saja nggak tahu. Dimensi juga enggak tahu to Mas. Pekerjaan talud juga baru dihitung. Padahal talud itu di RAB sudah jelas 300 meter dan itu sudah include (termasuk) tambahannya. Lha nak pengawas apa-apa nggak mudeng data, gimana ngawasinya proyek bisa bagus to Mas,” tanyanya retoris.
Melihat reaksi legislator itu, Harsono hanya menyampaikan jika dirinya sebenarnya hanya diperintahkan oleh Kepala DPU-PR Sragen untuk membantu menjadi pengawas di proyek jalan itu. Pengawas utamanya sebenarnya adalah rekannya, Widodo yang hari itu kebetulan sedang sakit.
“Saya cuma disuruh bantu Pak. Ini juga sambil belajar. Pengawas bakunya Mas Dodo (Widodo). Hari ini dia sakit,” tukas PNS yang sebelumnya disebut bertugas menangani stoomwalls itu.
Mendapati hal itu, Bambang menekankan seharusnya pengawas proyek apalagi beranggaran Rp 9 miliar, harusnya orang yang berkompeten dan lebih pintar dari yang diawasi (rekanan). Jika yang dipasang adalah pengawas yang belum menguasai, pihaknya menyangsikan pengerjaan proyek akan mendapatkan hasil berkualitas seperti yang dijanjikan DPU.
“Buktinya bisa dilihat, flag man nggak ada, besi dowel dan wiremesh kemarin juga saya temukan nggak sesuai. Lalu nggak ada kantore rekanan di sini, proyek Rp 9 miliar nggak ada kantore kan nggak lucu,” tukasnya.
Ia juga mempertanyakan kebijakan Kepala DPU yang menempatkan dua orang pengawas di satu proyek itu. Selain tidak efisien, kualitas pengawasnya juga dinilai kurang berfungsi jika kompetensinya ternyata tak menguasai.
“Kalau satu paket saja dikasih dua pengawas, padahal di Sragen ini nanti ada puluhan paket. Apakah stok pegawai di DPU mencukupi. Harusnya ini dipertimbangkan. Lalu satu hal lagi, mestinya kalau menerjunkan pengawas itu ya disangoni data biar minimal tahu anggarannya berapa, dimensi dan speknya bagaimana. Makanya kami akan panggil Kepala DPU segera,” tukasnya.
Terpisah, Kepala DPU-PR Sragen, Marija saat dikroscek via telepon dari lokasi sidak, membenarkan jika pihaknya memang menempatkan dua pengawas di proyek itu. Soal ketidaktahuan atau kekurangpahaman soal proyek, pihaknya berjanji akan memanggil pengawas itu. Wardoyo