SOLO--Adanya pelanggaran tarif angkutan umum di lapangan masih saja terus terjadi. Adanya penerapan tarif transportasi umum melalui mekanisme batas atas dan batas bawah dianggap belum maksimal untuk menertibkan praktik pelanggaran tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo, Hari Prihatno.
“Sangsinya memang belum tegas diberikan kepada pelaku bisnis kendaraan bus yang tidak tertib,” bebernya kepada wartawan, Minggu (27/5/2018).
Hari mengatakan, adanya inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta dirasa belum optimal.
Pihaknya mengaku, sidak pun juga kerap kali dilakukan.
“Habis disidak mereka para pelaku usaha di lapangan kembali menaikan lagi tarif sesuai yang diinginkan,” ujarnya.
Karena memang di daerah tidak memiliki kewenangan terhadap penertiban tersebut.
Bus Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP) sendiri penertiban dan regulasinya diatur oleh Pemerintah Pusat.
Sedangkan Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) regulasi dan penertiban diatur oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov).
Adanya hal tersebut pemerintah pusat perlu bertindak tegas.
“Kalau misalnya ada armada yang kedapatan menaikan tarif diatas ketentuan bisa diberikan sanksi pencabutan trayek,pasti akan ada efek jera, dengan demikian mereka akan takut, ” jelasnya.
Di sisi lain, Wakil ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Solo yang juga Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Solo, Bandoe Widiarto, mengatakan adanya hal tersebut perlu langkah antisipasi dari pemerintah.
“Tujuannya agar inflasi mudah terjaga,” ujarnya.
Maka dari itu untuk mengantisipasi lonjakan tarif angkutan udara maupun tarif antar kota selama periode Lebaran, pihaknya sudah mengirimkan surat kepada pusat.
Hal itu dilakukan, karena selama periode Lebaran 2018 sumbangan inflasi terbesar berasal dari tarif transportasi.