JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

UU Antiterorisme, Ini 6 Hak Korban

Kondisi di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jl Diponegoro, Surabaya, Minggu (13/5/2018) Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Diduga Pelaku Bom Bunuh Diri, Tubuh Seorang Perempuan dan 2 Anak Tergeletak di Depan Gereja, http://surabaya.tribunnews.com/2018/05/13/diduga-pelaku-bom-bunuh-diri-tubuh-seorang-perempuan-dan-2-anak-tergeletak-di-depan-gereja. Penulis: Sri Handi Lestari Editor: Titis Jati Permata
   
Kondisi di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jl Diponegoro, Surabaya, Minggu (13/5/2018)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Diduga Pelaku Bom Bunuh Diri, Tubuh Seorang Perempuan dan 2 Anak Tergeletak di Depan Gereja, http://surabaya.tribunnews.com/2018/05/13/diduga-pelaku-bom-bunuh-diri-tubuh-seorang-perempuan-dan-2-anak-tergeletak-di-depan-gereja.
Penulis: Sri Handi Lestari
Editor: Titis Jati Permata

JAKARTAUU Antiterorisme yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kemarin, Jumat(25/5/2018). Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) bisa digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum dalam menanggulangi masalah terorisme.

Dalam RUU yang baru disahkan menjadi undang-undang itu mengatur enam hak korban, yakni pemberian hak berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi.

Sebelumnya hanya dua hak korban yang diatur di UU yang lama, yaitu kompensasi dan restitusi.

“Pemberian hak korban yang semula hanya mengatur mengenai kompensasi dan restitusi saja kini lebih komprehensif,” ujar Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi’i.

Seluruh ketentuan terkait hak korban tersebut diatur dalam empat pasal.

Hak bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia diberikan sesaat setelah terjadinya tindak pidana terorisme.

Pemberian bantuan dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban serta dapat bekerja sama dengan instansi atau lembaga terkait.

Sementara, hak atas restitusi dan kompensasi merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P., menghadiri Rapat Kerja dengan Panitia Khusus (Pansus) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bertempat di Ruang Sidang Banggar DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis malam (24/5/2018). Rapat Kerja yang dipimpin oleh Ketua Panitia Khusus Muhammad Syafi’i dihadiri seluruh Fraksi di DPR dan bersama pemerintah telah menetapkan rumusan RUU yang salah satu isinya menyetujui keterlibatan TNI dalam memerangi aksi terorisme di Indonesia. (Puspen TNI)

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P., menghadiri Rapat Kerja dengan Panitia Khusus (Pansus) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bertempat di Ruang Sidang Banggar DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis malam (24/5/2018). Rapat Kerja yang dipimpin oleh Ketua Panitia Khusus Muhammad Syafi’i dihadiri seluruh Fraksi di DPR dan bersama pemerintah telah menetapkan rumusan RUU yang salah satu isinya menyetujui keterlibatan TNI dalam memerangi aksi terorisme di Indonesia. (Puspen TNI) (Puspen TNI/Kolonel Sus Taibur Rahman)

Baca Juga :  Guntur Romli: Jokowi Gagal Hancurkan PDIP, Gagal Loloskan PSI, Tapi PPP Terdampak Daya Rusaknya

Selain itu, UU Antiterorisme mengatur pula pemberian hak bagi korban yang mengalami teror sebelum UU tersebut disahkan.

Muhammad Syafi’i juga menuturkan bahwa dalam penangkapan dan penahanan, seorang terduga teroris maupun tersangka harus diperlakukan secara manusiawi.

“Menambah ketentuan bahwa dalam melaksanakan penangkapan dan penahanan tersangka pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung prinsip HAM,” ujar Syafi’i.

Pasal 25 ayat (7) UU Antiterorisme menyatakan, pelaksanaan penahanan tersangka tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.

Sementara pasal 28 ayat (3) menyebut pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.

Peran TNI di Tangan Presiden
Sementara itu mengenai peran TNI di UU Antiterorisme dijelaskan di Pasal 43 huruf I.

Ada tiga ayat dalam pasal ini.

Dalam ayat pertama dinyatakan TNI bisa melakukan pemberantasan terorisme. Ini merupakan tugas TNI di luar situasi perang.

Bunyi ayat ini sebetulnya kurang lebih sama dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Berikut bunyi lengkap pasal 43 huruf i tersebut:

Peran Tentara Nasional Indonesia Pasal 43I
(1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.

(2) Dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia.

Baca Juga :  1 Jam Rosan Roeslani Bertemu Pratikno, Membahas Susunan Kabinet untuk Pemerintahan Prabowo?

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Terkait dengan peran TNI, Presiden Joko Widodo disela-sela kunjungan kerjanya ke Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengatakan, Perpres yang dimaksud sebenarnya hanya berbicara soal urusan teknis.

Sebab, jauh sebelum ini, keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Itu nanti Perpres hanya teknis. Sebelumnya sebetulnya TNI bisa dilibatkan atas perintah panglima tertinggi. Jadi tidak ada lagi yang perlu dipersoalkan,” ujar Presiden.

Nantinya, Perpres tersebut kemungkinan akan memuat hal-hal teknis seperti detail pelaksanaan penanggulangan aksi terorisme baik dengan menggunakan pendekatan lunak maupun keras.

“Yang penting teknis dalam pelaksanaannya seperti apa. Bagaimana kita perangi terorisme baik dengan pendekatan yang lunak maupun keras. Itu saja,” katanya.

Sementara itu Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan, Perpres itu mengatur secara teknis bagaimana pelibatan TNI dalam membantu Polri melaksanakan tugas pemberantasan terorisme di Indonesia.

“Perpres itu nantinya lebih bersifat taktikal, bagaimana teknis operasi, kira-kira begitu,” ujar Moeldoko.

Entitas pada TNI yang akan dilibatkan sendiri sudah disiapkan, yakni Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) yang terdiri dari personel berlatar belakang satuan elite tiga matra TNI, yakni TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Begitu Perpres selesai dibuat, maka Koopsusgab langsung meningkatkan kesiapsiagaannya untuk membantu Polri dalam penanganan terorisme.

Selain itu, perpres akan mengkategorikan spektrum ancaman sebagai indikator Koopsusgab TNI harus turun tangan memberantas terorisme atau tidak.

Moeldoko mengatakan, Presiden yang memimpin langsung proses pelibatan TNI itu.

“Kalau bicara spektrum ancaman, ada low intensity, medium intensity dan high intensity. Jadi, penentuan dari medium ke high itu nantinya dipimpin Presiden beserta Dewan Keamanan Nasional yang anggotanya Menkopolhukam, Menhan, Mendagri, Kapolri, Kepala BIN dan Panglima TNI,” ujar Moeldoko.

www.tribunnews.com

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com