JAKARTA- Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mantan Gubernur DKI Jakarta dispekulasikan masuk daftar calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) oleh tiga lembaga survei.
Namun, langkah Ahok jika ingin menduduki jabatan capres, cawapres, maupun menteri harus terhenti karena akan melanggar Undang-undang (UU).
UU tersebut adalah UU Pemilihan Umum (Pemilu) pasal 169 UU nomor 7/2017 tentang pemilu. Pada UU Pemilu disebutkan bahwa syarat Capres dan Cawapres tidak bisa diajukan bila pernah dipidana dan memperoleh hukuman tetap. Serta pernah diancam hukuman penjara lima tahun atau lebih.
Menurut pakar hukum tata negara, Mahfud MD, walaupun Ahok dihukum 2 tahun penjara, namun ia tetap tidak bisa dicalonkan jadi Capres maupun Cawapres karena ancaman hukumannya.
“Dia dihukum 2 tahun dalam ancaman tindak pidana lima tahun atau lebih, itu sudah pasti tidak bisa, di menteri juga tidak bisa karena UU kementrian kan sama,” kata Mahfud.
Sementara itu dalam UU pemilihan kepala daerah (Pilkada) Ahok masih bisa menjabat kepala daerah dengan syarat yang harus terpenuhi. Pada UU pemilihan kepala daerah (Pilkada) berbunyi bahwa mantan terpidana bisa mencalonkan bila telah secara terbuka dan jujur mengemukakan pada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana.
Kepala daerah yang dimaksudkan adalah gubernur, wakil gubernur, walikota, maupun bupati.
Ditanya kemungkinan Ahok mencalonkan diri menjadi Gubernur, Walikota, Bupati, Mahfud menyatakan hal itu tidak masalah bagi Ahok.
“Kalau itu (kepala daerah) tidak masalah, tapi presiden, wakil presiden, menteri tidak bisa karena undang-undangnya berbeda,” jawab Mahfud MD.