Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Analisis Ahli, Mengapa Buaya Menyerang Manusia dan Tips Mencegahnya

Konflik buaya dan manusia kembali terjadi di Indonesia. Kali ini seorang warga di Nunukan, Kalimantan, mengalami luka-luka setelah diserang seekor buaya muara atau Crocodylus porosus.

Menurut Amir Hamidy, ahli herpetologi dari Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI), buaya merupakan tipe hewan teritorial. Artinya, pejantan buaya akan melindungi atau menjaga daerah kekuasaannya dari ancaman luar.

“Sangat mungkin populasi buaya muara di Kalimantan meningkat dan secara alami buaya-buaya akan mencari daerah kekuasaan baru,” kata Amir kepada Kompas.com Senin (18/6/2018).

“Mungkin, daerah kekuasaan baru itu dekat dengan permukiman atau lokasi aktivitas sehari-hari manusia,” imbuh Amir.

Amir mengatakan, dua tahun terakhir sejumlah ahli sedang melakukan penelitian terhadap buaya muara di Kalimantan.

Salah satu tujuan penelitiannya untuk mengetahui populasi buaya di sana. “Berdasar laporan yang diperoleh, baik dari warga atau media, kasus konflik buaya-manusia dalam lima tahun terakhir meningkat.

Apakah itu berarti populasi buaya muara di Indonesia bertambah banyak? Tentunya akan terus didalami,” katanya.

Mencegah konflik Untuk mencegah konflik antara manusia dan buaya, Amir menyarankan masyarakat bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk mengetahui lokasi habitat buaya dan memberikan tanda peringatan agar tidak mendekat ke lokasi tersebut.

BKSDA Jateng serahkan buaya-buaya muara ke Suyanto sang penangkar buaya di desa Dawuhan Kulon Kedungbanteng Banyumas

“Apabila sudah pernah ada kasus konflik atau pernah melihat keberadaaan buaya, lebih baik BKSDA setempat dan masyarakat memasang rambu-rambu peringatan bahwa area tersebut berbahaya untuk aktivitas manusia,” katanya.

Selain itu, masyarakat harus mengenal sifat atau perilaku buaya untuk mencegah terjadinya konflik.

“Buaya muara panjangnya bisa mencapai lebih dari tiga meter. Daya jelajah buaya muara itu sangat bagus, bisa di sungai dan menyeberang laut. Apabila bertemu atau melihat buaya, lebih baik segera melaporkan ke BKSDA agar buaya dapat direlokasi ke tempat yang jauh dari pemukiman warga,” katanya.

Menurut Amir, proses relokasi buaya harus melibatkan profesional, karena sifat buaya sangat berbeda dengan reptil liar lainnya.

“Untuk melumpuhkan buaya dengan tidak membunuh buaya itu sangat sulit. Setelah dilumpuhkan, moncong buaya harus diikat kuat dan kedua mata buaya harus ditutup agar tetap terkendali saat dilakukan relokasi,” katanya.

Menurut Amir, buaya yang menyerang seorang warga di Nunukan pada Minggu (17/6/2018), seharusnya tidak dilepaskan. Warga seharusnya meminta BKSDA setempat untuk memindahkan buaya tersebut.

“Apabila buaya tersebut sudah direlokasi, tentu akan mencegah konflik manusia dan buaya di lokasi tersebut,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Tunding (35), warga Mamolo, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara diserang seekor buaya muara pada hari Minggu (17/6/2018), saat sedang membetulkan geladak jemuran rumput lautnya yang rusak. Akibat kejadian ini, Tunding mendapat sejumlah luka di bahu, tangan, serta bibir bagian atas. Usai menangkap buaya tersebut, warga melepaskan buaya sepanjang 3 meter tersebut.

Exit mobile version