BEKASI -Saat mendekati Hari Raya Idul Fitri di Indonesia pasti diramaikan dengan tradisi masyarakatnya yang khas yaitu mudik atau pulang ke kampung halaman.
Sudah menjadi hal yang jamak mudik dilakukan dengan menggunakan kendaraan umum, pribadi ataupun sepeda motor. Namun hal berbeda dilakukan Wibowo (63) yang melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Solo dengan mengayuh sepeda onthel.
Tentu saja, ini tak lazim bagi seorang lansia pada umumnya.
“Saya senang berpetualang saja, kalau naik mobil sudah bosan dan biasa. Ini juga sekalian refreshing. Maklum saya pensiunan mau ngapain lagi,” kata Wibowo saat ditemui di Jalan KH Noer Ali Kalimalang Kota Bekasi, Sabtu (9/6/2018) sore.
Bowo panggilan akrabnya memulai perjalannya dari rumahnya di Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada pukul 12.00 WIB ia baru sampai Kalimalang pada pukul 16.30 WIB.
Menurut Bowo, mudik menggunakan sepeda ini merupakan yang ketiga kalinya.
“Ini sudah yang ketiga kali. Sebelumnya pada saat saya usia 55 tahun terus pada saat usia 60 tahun. Nah sekarang saya milih mudik pakai sepeda lagi tahun ini, nanti Oktober usia saya genap 63 tahun,” katanya sambil duduk santai dipinggir jalan Kalimalang.
Bowo mengatakan, butuh enam hari perjalanan mudik dari Jakarta menuju Solo.
Ia juga tidak pernah memaksakan dan menargetkan tiba lebih cepat.
“Kalau saya memang tujuannya refreshing apalagi momen Lebaran ini. Jadi lebih seru. Kalau bukan momen Lebaran seperti kurang euforianya ya,” katanya.
Bowo mengatakan bahwa keluarganya sebenarnya kurang menyetujui ia mudik menggunakan sepeda.
Namun, sifatnya ia yang keras dan melihat pengalaman dari pengalaman mudik sebelumnya ia mendapatkan izin.
“Keluarga ada rasa khawatir. Makanya saya disuruh ponsel saya aktif biar anak kontakan posisi dan kondisi saya. Saya dibekelin powerbank (charger portable),” katanya.
“Istri dan kedua anak saya berangkat naik mobil dari Jakarta pada H-1. Mereka paling nanti ketemu di jalan,” katanya.
Banyak pelajaran berharga saat menjalankan mudik bersepeda.
Pria yang juga hobi naik gunung itu mengatakan, banyak orang di jalan yang peduli kepadanya.
“Dari yang sudah-sudah kalau makan, kebanyakan tidak membayar. Malah kadang-kadang saya dikasih uang sampai Rp 50.000. Banyak orang peduli kepada saya,” kata pensiunan bank pelat merah ini.
Agar lebih nyaman di perjalanan, Bowo memodifikasi beberapa bagian sepeda yang digunakan.
Ia menambah lima kain busa bekas sofa yang dibungkus kain sarung sebagai dudukan.
Pada sepedanya juga dilengkapi dengan peralatan P3K, pakaian, matras tidur, alat perkakas, hingga alat tambal ban, dan pompa mini untuk menambah angin.
“Itu semua peralatan wajib disiapkan, kalau ban bocor atau kempes sulit carinya. Jadi harus siap dan bisa tambal sendiri,” kata Bowo.
Bowo mengatakan, membawa satu setel baju dan celana, dan kalau mandi di masjid atau banyak lah tempat.
“Kalau tidur saya lebih milih diemperan toko atau digubuk penjual makanan. Biaya konsumsi per hari sekitar Rp 125.000 itu untuk makan, minum, dan rokok,” katanya.