Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Banyak Perangkat Desa yang Belum Paham Aturan Pengelolaan Dana Desa

Pemateri saat memaparkan materi seminar. Foto: dok UMS

 

SUKOHARJO-Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa merupakan salah satu isu penting yang menjadi sorotan publik saat ini. Dibutuhkan pendampingan yang memadai kepada perangkat desa dalam pengelolaan keuangan desa agar tepat sasaran dan terhindar dari penyimpangan.

Demikian poin-poin yang mengemuka dalam Seminar Nasional yang digelar Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Seminar Nasional tentang “Prospek dan Tantangan Pengelolaan Keuangan Desa”, di Ruang Seminar FEB, Sabtu (30/6/2018) lalu.

Kaprodi Akuntansi FEB UMS, Dr Fatchan Ahyani SE MSi mengemukakan, kegiatan Seminar Nasional dan The 5th Call For Syariah Paper bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para akademisi di bidang keuangan Desa, sehingga mereka dapat melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang pengelolaan keuangan desa.

“Diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan berbagai macam peraturan turunannya merupakan tantangan awal bagi Pemerintah Desa sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan keuangan Desa yang menjadi semakin berat dan kompleks. Pemberlakuan Permendagri Nomer 20/2018 tentang pengelolaan keuangan Desa sebagai pengganti Permendagri 113/2014, memberikan peluang dan tantangan untuk berbagi peran dari pihak pemerintah daerah, para praktisi dan akademisi keuangan publik seperti Dosen, Peneliti dan Mahasiswa, yang sangat dibutuhkan oleh Pemerintah di tingkat Desa untuk membantu dalam pendampingan pengelolaan keuangan Desa,” tambahnya.

Seminar ini diikuti 105 akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber yaitu Dra Farida Kusumaningrum MM, Kasubdit Fasilitasi Keuangan Desa Kementerian Dalam Negeri dan Artinita Monowida SE Ak MAcc, tenaga Ahli Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jateng II.

Kegiatan ini juga menghadirkan 74 akademisi dan peneliti dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia untuk melakukan diseminasi dan diskusi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.

Dalam materinya, Farida Kusumaningrum menyatakan jumlah belanja APBN yang dikeluarkan pemerintah sejak 2015 hingga 2018 mencapai Rp 187,6 triliun dan jumlah yang diterima desa telah mencapai Rp 800 juta-an untuk setiap desa.

Peningkatan jumlah penyaluran Dana Desa ditujukan untuk peningkatan pencapaian beberapa kunci keberhasilan pembangunan Desa yaitu pemenuhan standar pelayanan minimum, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan usaha ekonomi masyarakat, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengembangan pendampingan aparatur Desa dan kelembagaannya secara berkelanjutan, dan pembangunan sumber daya manusia.

“Disinilah, akademisi memiliki peran memberikan pendampingan kepada aparat Pemda maupun aparat desa dalam pengelolaan dana desa agar pengelolaan dapat berjalan secara akuntabel dan sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku,” tandasnya.

Sedangkan Artinita Monowida mengemukakan, kinerja penyerapan dana desa di Jawa Tengah mengalami penurunan pada 2017 sebesar Rp 9,62 triliun rupiah atau 22,2 %. Penurunan ini diakibatkan karena banyak aparatur desa sebagai pelaksana dana desa belum mampu mengoptimalkan pembelanjaan barang atau jasa karena belum memahami aturan-aturan dalam pembelanjaan barang atau jasa terutama dalam hal perpajakannya.

Ditambahkannya, kendala dalam pemungutan pajak pada pembelajaan barang atau jasa dari dana desa adalah pengeluaran tidak didukung bukti, proses pekerjaan menggunakan pihak ketiga,  pajak tidak sesuai ketentuan, desa belum mengenal mekanisme uang persediaan, dan proses belanja di luar anggaran.

“Dengan demikian, upaya yang diambil oleh Direktorat jendral Pajak untuk mengatasi permasalahan dana desa adalah memberikan bimtek dan pelatihan kepada aparat Pemda dan perangkat desa, sosialisasi prioritas penggunaan dana desa, dan diseminasi pengelolaan dana desa,” ujarnya.(Marwantoro)

Exit mobile version