Transportasi di Indonesia kini berkembang semakin pesat. Tak tanggung-tanggung, pemerintah kini sedang gencar-gencarnya mengerjakan proyek besar-besaran dalam sarana dan prasarana transportasi di Indonesia. Proyek-proyek transportasi canggih yang saat ini tengah dikerjakan antara lain proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Kereta Jakarta-Surabaya, dan masih banyak lagi pembangunan-pembangunan infrastruktur yang dikebut oleh pemerintah.
Tak hanya untuk transportasi darat saja, pemerintah juga menaruh perhatiannya pada sektor udara dan laut. Di antaranya untuk sektor laut pemerintah melakukan Pembangunan 93 kapal perintis dengan rincian 1 unit kapal khusus ternak, 20 unit kapal rede transport, 9 unit kapal barang multipurpose dan docking repair 47 kapal negara perintis, pembangunan 170 pelabuhan laut yang sebagian besar sebagai pelabuhan singgah kapal perintis, pengerukan alur pelayaran di 13 lokasi, pembangunan dan rehabilitasi SBNP sebanyak 220 paket, pembangunan sistem telekomunikasi pelayaran 23 paket, rehabilitasi kapal navigasi 12 unit, pembangunan dan rehabilitasi jetty kenavigasian 35 lokasi, pembangunan dan rehabilitasi fasilitas pendukung kenavigasian sebanyak 71 paket, pengadaan 5 unit kapal induk kenavigasian dan 5 unit kapal pengamat perambuan dan pembangunan 75 unit kapal patroli.
Sedangkan untuk sektor udara, pemerintah juga melakukan upaya dalam hal perpanjangan dan pelebaran runaway di 35 bandara, pembangunan bandara baru (lanjutan) di 19 lokasi, pembangunan dan pengembangan bandara di daerah rawan bencana di 57 lokasi, pembangunan bandara untuk membuka daerah terisolir di 49 lokasi, pembangunan bandara wilayah perbatasan di 26 lokasi, pembangunan dan penyediaan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan di 118 bandara.
Meski demikian, dari berbagai kemajuan pembangunan transportasi masih ada beberapa sarana transportasi yang kurang memadai dan terawasi oleh pemerintah/dinas terkait. Salah satunya yang akhir-akhir ini masih menjadi perbincangan hangat ialah sarana transportasi di sektor kelautan. Dimulai dari berita tenggelamnya kapal motor Sinar Bangun di Danau Toba pada tanggal 18 Juni lalu.
Tenggelamnya KM Sinar bangun ini diduga karena adanya kelebihan muatan dan penyebab lain dikarenakan cuaca buruk. Dalam insiden yang terjadi sekitar pukul 17.30 WIB tersebut, KM Sinar Bangun diketahui mengangkut sekitar 188 penumpang. Berselang empat hari dari insiden tenggelamnya KM Sinar Bangun, KM Ramos Risma Marisi juga mengalami insiden yang sama pada Jumat (22/6). Kapal yang berlayar dari Pulau Sibandang di Kabupaten Tapanuli Utara menuju Pelabuhan Nainggolan di Kabupaten Samosir itu membawa sekitar 5 orang penumpang. Karena kapal tidak berlampu, kapal tersebut menabrak bambu yang berada di tengah Danau Toba. Akibatnya satu orang hilang.
Selain insiden tenggelamnya kapal motor , kecelakaan juga terjadi pada alat transportasi laut jenis speedboat. Kecelakaan antara dua speedboat terjadi di perairan Sei Nyamuk, perbatasan RI-Tawau, Malaysia, Jumat (29/6). Insiden itu menewaskan lima orang, sedangkan dua orang mengalami luka-luka. Kecelakaan yang terjadi pada pukul 19.00 WITA itu terjadi antara speedboat TKI dari Tawau Malaysia ke Sebatik Indonesia dengan speedboat dari Sebatik Indonesia. Berselang 3 hari kemudian tepatnya tanggal 2 Juli 2018, kecelakaan juga terjadi pada Kapal Pengangkut 44 TKI. Kapal yang mengangkut 44 Tenaga Kerja Indonesia karam di perairan Tanjung Balau, Kota Tinggi, Johor, Malaysia. Kapal tersebut tenggelam diduga akibat cuaca buruk dan kelebihan muatan. Dan yang baru-baru saja terjadi yaitu peristiwa kecelakaan Kapal Motor Maju Lestari yang tenggelam di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Saat insiden terjadi, kapal tersebut sedang berlayar dari Tanjung Bira, Bulukumba menuju Pulau Selayar. Kapal tersebut tenggelam diduga akibat lambung kapal yang bocor.
Dengan serentetan peristiwa tenggelamnya sarana transportasi laut tersebut, apakah hal tersebut merupakan musibah atau kelalaian yang mendatangkan musibah ?
Mengutip dari beberapa sumber media, peristiwa kecelakaan yang terjadi beberapa waktu lalu kebanyakan disebabkan oleh human error. Dapat dikatakan demikian, karena pihak-pihak terkait kurang memperhatikan dan menerapkan peraturan tentang tata tertib transportasi laut. Sehingga pihak yang paling dirugikan atas peristiwa ini adalah keselamatan penumpang.
Dalam peraturan perundangan No. 17 Tahun 2008 Paragraf 2 pasal 40 tentang Tanggung Jawab Pengangkut ayat 1 disebutkan bahwa “Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya” dan pada ayat 2 “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati”.
Sebagai contoh peristiwa KM Sinar Bangun, kapal motor yang hendak melakukan penyeberangan ke Pelabuhan Tiga Ras, Simalungun, Sumatera Utara ini memiliki kapasitas kapal yang hanya dapat memuat kurang lebih 20 unit sepeda motor dan 43 orang penumpang. Namun pada kenyataannya, kapal motor ini mengangkut lebih dari jumlah kapasitas kapal seharusnya. Untuk jumlah manifes penumpang di KM Sinar Bangun, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setyadi mengatakan Dinas Perhubungan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, tidak memiliki data yang konsisten terkait jumlah manifes penumpang yang melakukan penyebrangan dengan kapal di sana. Hal inilah yang menyebabkan para petugas yang terkait mengalami kesulitan dalam menelusuri jumlah korban secara pasti.
Bertolak dari peristiwa ini, pemerintah dan pihak-pihak terkait hendaknya lebih ketat terhadap pengawasan muatan kapal, kondisi fisik kapal, dan memastikan kapal tersebut laik laut. Sebagai penyedia jasa transportasi, mutu dan pelayanan merupakan sarana untuk mencapai kepuasan pelanggan/penumpang.
Penyedia jasa transportasi harus benar-benar memperhatikan keamanan, kenyamanan dan keselamatan penumpang. Tingkat pencapaian pelayanan kegiatan atau atribut kerja dalam kegiatan operasional pelabuhan dapat diukur dan dijadikan pedoman dalam pemberian pelayanan jasa transportasi di pelabuhan.
Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, tentu penumpang tidak akan menggunakan jasa transportasi ini dan akhirnya berdampak pada tingkat kepercayaan penumpang terhadap sarana transportasi laut menjadi berkurang.
Oleh karena itu, penerapan TQM (Total Quality Management) pada penyedia jasa transportasi khususnya dalam hal ini pada sektor transportasi laut sangat perlu diperhatikan. Konsep TQM (Total Quality Management) disini adalah upaya seluruh organisasi/perusahaan dan sistem terpadu dari prinsip, metode, dan praktik terbaik untuk menerapkan dan membuat iklim permanen dimana organisasi/perusahaan terus meningkatkan kemampuannya untuk memberikan produk dan layanan berkualitas tinggi kepada pelanggan.
Menyadari betapa pentingnya kepuasan pelayanan penumpang sebagai kunci aktivitas pelabuhan, maka manajemen pelabuhan dapat menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001. Selain itu untuk menjamin keselamatan dan keamanan penumpang, Manajemen juga dapat menerapkan sistem kode Pengaman Kapal dan Fasilitas Pelabuhan Internasional ( International Ships and Port Facility Security/ISPS Code).
Kontrol atau pengawasan dari manajemen pelabuhan terhadap elemen-elemen yang berhubungan langsung dengan kapal perlu diperketat. Seperti data penumpang kapal (manifes) yang akan menggunakan jasa penyebrangan kapal tersebut. Data penumpang ini sangat berguna manakala terjadi hal-hal seperti yang disebutkan di atas.
Selain itu, setiap penumpang kapal dipastikan bahwa mereka mendapatkan jaminan keselamatan (asuransi). Dan tak kalah penting, setiap kapal yang akan digunakan untuk mengangkut penumpang harus disertai dengan alat bantu (pelampung) sesuai dengan jumlah orang yang berada di kapal tersebut dan alat bantu lain untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan, dan tentunya pengecekan dan peremajaan secara berkala terhadap kapal juga harus dilakukan untuk memastikan bahwa kapal tersebut laik laut. *****