SRAGEN- Aksi demo penolakan hasil seleksi perangkat desa (Perdes) juga meluas ke Desa Suwatu, Kecamatan Tanon. Para peserta yang gagal juga menolak hasil seleksi dan menengarai proses ujian, penilaian dari LPPM UMS yang digandeng pihak desa, diwarnai kecurangan.
Sejumlah peserta yang gagal, semula menggelar aksi menggeruduk balai desa, sesaat setelah melihat pengumuman, Rabu (8/8/2018). Namun karena Kades tidak ada di kantor, mereka menumpahkan curahan hati dan temuan kejanggalan kepada wartawan.
Mereka juga membeberkan indikasi kejanggalan dari para peserta yang dinyatakan lulus dan terpilih.
Di Suwatu, Kecamatan Tanon, seleksi digelar dengan menggandeng LPPM UMS. Ada lima formasi dengan total pelamar 45 orang.
“Kami juga memprotes hasil seleksi karena sangat janggal dan ada nuansa kecurangan. Pertama, malam sebelum ujian, peserta yang terpilih ini sudah berangkat dulu dan terindikasi memang dikarantina di Solo bersama dengan peserta dari desa lain yang juga dikondisikan. Kedua nilai peserta yang jadi ini hampir mirip dan sama. Rata-rata 60, 80,88 hanya beda komanya. Sangat njomplang dengan nilai peserta yang lain. Padahal secara kompetensi enggak lebih pintar, ” ujar Uzzu Abi Hasbudi, salah satu peserta diamini rekan-rekannya.
Ia juga membeberkan, saat ujian berlangsung, ada peserta yang sempat bergurau kalau mau nyontoh dirinya pasti benar semua. Ia curiga yang bersangkutan sudah mendapat bocoran jawaban.
Dan ternyata, keesokan harinya, saat melihat nilai dan pengumuman, peserta itulah yang akhirnya jadi.
“Ada juga peserta yang duduk di depan saya, pas ujian praktik komputer word dan excel tangan kanannya hanya ngeklik-ngeklik saja dan nggak ngerjakan, tapi kemudian tiba-tiba tugasnya sudah muncul dan jadi semua. Padahal waktu saya lihat, dia buat kop surat saja belum, waktu saya lihat lagi tiba-tiba sudah selesai. Nilai komputernya juga tertinggi dan malah jadi, ” urai Uzzu.
Senada, Asri Prihasto, peserta lain juga membeberkan ada pula peserta yang tak bisa menyimpan hasil ke flasdisk, juga diketahui malah dapat nilai paling tinggi dan terpilih.
“Bahkan ada peserta lulusan SMA bisa menumbangkan peserta lulusan sarjana dan S2. Hebat sekali, padahal komputer saja nggak bisa. Apa ini wajar, ” tandasnya.
Atas kondisi itu, mereka berharap agar dilakukan pengusutan indikasi kejanggalan dan kecurangan itu. Kemudian peserta terpilih yang terbukti curang dan terindikasi membayar, didiskualifikasi untuk kemudian dilakukan ujian ulang.
“Besok kami juga akan datang ke LPPM UMS mempertanyakan mekanisme dan kejanggalan proses ujian dan penilaian yang kami rasakan sangat mencurigakan dan sarat permainan,” tegasnya.
Sementara, peserta lainnya, Andi Hermawan meragukan nilai peserta yang terpilih. Sebab secara kompetensi, mereka diyakini tak lebih kompeten dibanding peserta lain yang berpendidikan lebih tinggi.
“Soal matematika untuk ukuran orang awam itu cukup berat. Tapi mereka bisa cuma salah 10 dari soal 100. Padahal cuma lulusan SMA. Enggak logis saja, lulusan SMA nilainya bisa sangat menonjol mengalahkan lulusan sarjana dan S2, ” terangnya.
Sayangnya, Kades Suwatu, Achmad belum bisa dimintai konfirmasi. Sementara, Camat Tanon Suratman meminta agar peserta bisa menahan diri dan menyalurkan aspirasi secara prosedural dengan jalur hukum.
“Kami berharap semua bisa menjaga kondusivitas. Kalau memang tidak terima dan merasa ada bukti, silakan bisa menempuh jalur yang prosedural lewat jalur hukum. Karena seleksi memang ditangani oleh LPPM, ” tandasnya. Wardoyo