SOLO – Pesta demokrasi sebentar lagi akan digelar, baik pileg maupun pilpres. Suasana mulai panas. Saling menyerang dan menjagokan calon masing-masing. Begitu pula calon legislatif mulai gencar melakukan pencitraan dan umbar janji.
Pesta demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga potensi terjadinya pencucian uang melalui lembaga keuangan, tidak terkecuali BPR, sangat tinggi. Baik dana masuk, maupun dana keluar.
Karena itu, pengelola BPR harus mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya pencuian uang dan pendanaan kegiatan terorisme.
Demikian diungkapkan Direktur Amalia Consulting, Suharno, saat tampil sebagai fasilitator workshop penerapan Program APU PPT, Sabtu (11/8-2018), di Swiss Bellin Hotel.
Lebih lanjut, Suharno mengingatkan bila ada orang yang tidak memiliki rekening yang dalam istilah perbankan dinamakan Walk in Costumer (WIC) bertransaksi dengan BPR, misalnya memasukkan dana ke rekening ke salah satu nasabah, maka harus dilakukan customer due diligent (CDD) yaitu identifikasi, verifikasi dan monitoring.
Apabila perlu dilanjutkan dengan melakukan enhanced due diligence atau pendalaman lebih lanjut terhadap profil yang bersangkutan.
“Tidak hanya dana masuk saja yang perlu diwaspadai, namun penyaluran kredit pun harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Jangan sampai kredit disalah gunakan untuk biaya pencalegkan maupun untuk mendanai kegiatan teror ” ungkap Suharno sebagaimana rilis yang dikirimkan ke Joglosemarnews
Kredit yang digunakan untuk pencalegan sangat beresiko tinggi berpotensi menjadi kredit macet. Dan dana kredit yang disalahgunakan untuk kegiatan terorisme selain berpotensi macet juga pihak BPR bisa dianggap dan terlibat dalam pendanaan terorisme. Ancaman hukuman pidana 15 tahun penjara hingga seumur hidup dan denda paling banyak satu miliar.
Workshop APU PPT diikuti seluruh komisaris, direksi dan karyawan BPR Usaha Madani Karya Mulia (UMKM) dan perwakilan dari BPR Sabar Artha, BPR Dana Utama, BPR Surya Artha, BPR Adi Pura Santosa dan BPR Delanggu Raya. #Suhamdani