Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Sejarah Monumen Bedol Deso, Tak Bisa Lepas Dari Pembangunan Waduk Gajah Mungkur

Monumen bedol deso

WONOGIRI-Mungkin tidak sedikit yang belum tahu, selain menjadi ikon pariwisata, keberadaan Waduk Gajah Mungkur (WGM) di Wonogiri ternyata dalam pembangunannya menyimpan sejarah penuh keharuan. Pasalnya dalam pembangunannya membutuhkan banyak pengorbanan.

Salah satunya adalah harus memindahkan puluhan ribu penduduk Wonogiri ke tempat transmigrasi di pulau Sumatera. Atas jasa besar penduduk dalam berkorban itu, Pemerintah Kabupaten Wonogiri kemudian mendirikan sebuah monumen bernama Monumen Bedol Deso.

Monumen Bedol Deso terletak di sisi kanan intake (pintu air) WGM. Berupa bangunan sejumlah patung dengan tinggi antara dua hingga tiga meter. Patung ini menggambarkan sebuah keluarga lengkap yang terdiri atas ayah, ibu, dan dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Keempatnya tampak menghadap ke arah barat laut dan melambaikan tangan ke belakang ke sisi waduk. Ini seakan melukiskan perpisahan dari desa asalnya untuk menuju ke tempat transmigrasi.  Sedangkan pada bagian bawah monumen, terdapat relief yang menceritakan awal mula berdirinya waduk hingga pembangunan dan proses transmirasi.

Sedikit menceritakan pembangunan WGM memakan waktu selama lima tahun. Terhitung sejak 1976 hingga 1981. WGM dibuat dengan fungsi utama sebagai flood control (pengendali banjir) sungai Bengawan Solo. Sebab, sebelumnya sering terjadi banjir yang disebabkan limpahan air dengan volume besar di aliran Bengawan Solo yang kerap menimbulkan kerugian tidak sedikit.
Luas genangan WGM lebih dari 8.800 hektar. Untuk membentuk genanagan seluas itu daerah yang harus “ditenggelamkan“ sekitar 90 kilometer persegi. Terdiri atas 51 desa di 7 buah kecamatan waktu itu.

Sedangkan total penduduk yang sebelumnya menempati desa tersebut adalah 12.525 kepala keluarga (KK) atau 68.778 jiwa. Lantaran ada pembangunan waduk dengan tujuan kemanusiaan itu, praktis penduduk tadi secara sukarela meninggalkan daerah asalnya untuk menuju lokasi baru yang tersebar di berbagai daerah di pulau Sumatera.

Lokasi tujuan para transmigran diantaranya Sitiung (Provinsi Sumatera Barat), Jujuhan, Rimbo Bujang dan Alai Ilir, serta Peminang di Provinsi Jambi. Selanjutnya Air Lais, Sebelar, Katahun, Ipuh (Provinsi Bengkulu) dan Panggang, Baturaja (Propinsi Sumatera Selatan).

Perpindahan penduduk dengan pola transmigrasi tadi disebut Bedol Deso. Lantaran seluruh penduduk tanpa terkecuali harus meninggalkan daerahnya.

Kala itu, menurut salah satu warga yang ikut transmigrasi ke Sitiung, Hadi Prasetyo (73), terlihat pemandangan mengharukan saat warga akan diberangkatkan. Semuanya menangis, tidak hanya mereka yang akan ditransmigrasikan. Tapi pejabat pemerintah, dan warga yang tidak terkena genangan, semua meneteskan air mata, haru dan sedih karena berpisah untuk tujuan kemanusiaan.

Meski seperti itu, menurut Sularjo, ada terbesit kebanggaan diantara warga transmigrasi. Pasalnya kepindahan dan pengorbanan mereka demi mewujudkan tujuan mulia yang nantinya akan dinikmati banyak orang.

“Kami bangga bisa ikut mewujudkan pembangunan Waduk Gajah Mungkur, semoga pengorbanan kami tidak disia–siakan, “ kata dia, Jumat (24/8/2018).

Seiring perkembangan zaman, keberadaan monumen ini dimanfaatkan untuk ruang publik. Ada bangku permanen dibangun mengelilinginya sebagai tempat duduk pengunjung . Aris Arianto

Exit mobile version