JAKARTA – Kondisi keselamatan pers di tanah air, hingga kini masih dibayang-bayangi ancaman. Dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, setidaknya ada 75 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang rentang waktu itu.
Bentuk-bentuk serangan intimidasi di ranah media sosial dan pengusiran, mulai massif akhir-akhir ini. Bahkan buntut dari kekerasan itu kemudian melahirkan tindakan persekusi terhadap media dan jurnalis oleh kelompok yang tidak setuju dengan pemberitaan.
Di tengah kondisi tersebut, untung AJI Indonesia masih menemukan media dan jurnalis yang masih berani. Terbukti, kini muncul media dan jurnalis yang layak menerima Udin Award. Kedua penerima Udin Award 2018 tersebut adalah Tempo Media dan Heyder Affan dari BBC Indonesia.
AJI Indonesia sudah empat tahun berturut-turut tak menghasilkan kandidat yang kuat sebagai penerima Udin Award, sebelum munculnya kedua nama tersebut. Penghargaan itu diberikan AJI sebagai upaya untuk mendorong kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Tempo Media menerima serangan persekusi oleh kelompok Front Pembela Islam atau FPI setelah menurunkan karikatur yang dianggap melecehkan pimpinan FPI Rizieq Shihab.
Jauh sebelum persekusi FPI, Tempo hampir selalu menghadapi serangan serta gugatan namun tak sedikit pun menyurutkan daya kritisnya untuk terus menyajikan berita bagi publik.
Tempo dalam setahun terakhir, juga aktif terlibat dalam kolaborasi International Concorsium Investigative Journalists (ICIJ) membongkar persoalan pajak orang-orang penting di negara ini.
“Keberanian tidak datang sendiri. Keberanian muncul lewat proses yang saling menguatkan. investigasi membutuhkan kerja kelompok yang militan, keinginan untuk mempertanyaan asumsi asumsi sendiri, kepatuhan pada etika dan keberanian untuk menanggung resiko,” ucap Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli, Jumat (7/9/ 2018).
Sementara itu, Affan, wartawan BBC Indonesia, dipilih setelah beberapa waktu lalu mengalami pengusiran saat meliput penanganan masalah campak dan gizi buruk di Papua hingga dia tak bisa melanjutkan liputan.
Affan dan dua rekannya, diusir oleh aparat keamanan karena dituding memberitakan kondisi yang tidak memihak pada upaya penanganan yang dilakukan pemerintah.
Pada saat rekannya diusir serta visanya dipersoalkan, Affan terlibat aktif mendampingi dan mengadvokasi kasus tersebut. Dia mengambil risiko besar saat melakukan pendampingan karena intimidasi aparat yang dialami.
Keputusan dewan juri untuk memilih Tim Tempo dan Affan, tentunya tidak mengecilkan arti kasus kekerasan yang lain yang terjadi selama setahun terakhir, serta berbagai upaya yang telah dan akan terus dilakukan atas kasus itu.
Perlu diketahui, Udin Award diambil dari kata panggilan wartawan Harian Bernas, Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin yang meninggal dunia pada 16 Agustus 1996 di Yogyakarta.
Udin dianiaya orang tidak dikenal karena berita korupsi yang ditulisnya pada 13 Agustus 1996, dan meninggal dunia tiga hari kemudian. Sampai saat ini, kasusnya tidak tuntas diusut. Pelaku pembunuhan Udin tak pernah terungkap hingga saat ini.
Melalui Udin Award, AJI ingin memberikan penghargaan kepada jurnalis maupun kelompok jurnalis profesional, dan memiliki dedikasi pada dunia jurnalistik, serta menjadi korban kekerasan.