SOLO- Perusahaan ritel Alfamidi mengklaim daya beli masyarakat naik.meskipun kenyataannya kondisi ekonomi tengah menurun yang ditandai dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar. Kondisi itu dibuktikan dengan omset yang diperoleh khususnya pada semester pertama tahun ini justru mengalami peningkatan cukup signifikan jika dibanding tahun sebelumnya.
Menurut Corporate Communication Manager Alfamidi, Arif Nursandi, per Juli 2018 tercatat pendapatan yang diperoleh Alfamidi meningkat 10,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Yaitu naik dari sebelumnya Rp 4,81 triliun menjadi Rp 5,31 triliun. Dengan capaian pendapatan yang diperoleh itu, artinya dapat disimpulkan bahwa daya beli masyarakat saat ini justru mengalami kenaikan, bukan penurunan,” urainya, Selasa (23/10/2018).
Kendati demikian, Nursandi menegaskan peningkatan pendapatan tersebut tidak berbanding lurus dengan laba bersih yang diperoleh.
“Namun laba bersih yang didapat justru relatif berkurang. Hal itu disebabkan dengan merangkaknya biaya operasional yang dikeluarkan. Seperti naiknya biaya tenaga kerja dan merangkaknya harga BBM. Namun demikian jika dibanding perusahaan ritel yang lain, capaian kita masih cukup baik. Karena laba kita masih tumbuh 56,65 persen, yaitu dari Rp 34,3 miliar menjadi Rp 53,78 miliar,” ungkapnya.
Untuk terus menggenjot pendapatan itu, ia mengatakan akan memaksimalkan layanan dari fee base income. Seperti pembayaran listrik, cicilan kendaraan pulsa dan lainnya. Menurutnya, layanan itu dianggap cukup potensial untuk digarap. Mengingat keuntungan yang didapat dari setiap transaksi yang dilakukan cukup menjanjikan, jika dibanding produk lainnya. Sedangkan dari sisi resiko juga dianggap lebih minim, karena layanan itu hanya cukup menyediakan sistem layanan secara online. Triawati PP