JOGLOSEMARNEWS.COM Nasional Jogja

Pemprov DIY Galakkan Penggunaan Aksara Jawa, Ini Tujuannya

   
Ilustrasi/tribunnews

JOGJA – Sebanyak 78 kecamatan se Provinsi DIY akan digerakkan untuk menggunakan aksara Jawa. Hal ini merupakan gerakan literasi aksars Jawa Pemerintah Provinsi DIY di kalangan masyarakat.

Pada tahap awal ada 78 kecamatan se Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi sasaran gerakan ini.

Pemprov DIY melalui Dinas Sosial DIY berupaya menumbuh kembangkan kesadaran penggunaan aksara jawa dengan program restorasi sosial.

Kepala Dinas Sosial DIY, Untung Sukaryadi menjelaskan, beragam alasan munculnya restorasi sosial ini.

Diantaranya, karena semangat keistimewaan Yogyakarta agar bisa dirasakan oleh semua pihak dalam beragam aspek.

Dia menambahkan, gerakan masif menanamkan generasi muda agar bangga menggunakan Aksara Jawa ini dengan program GERBANGPRAJA.

Program ini sebagai pijakan dalam program restorasi sosial yang hakikatnya merefleksikan sebuah sikap.

“Dalam tradisi kultural Jawa yakni teposeliro, dimana dalam bahasa sehari – hari kita menyebutnya sithik eding (kesediaan untuk berbagi rasa dan ruang), yang saat ini terasa hampir dilupakan,” jelasnya kemarin.

Baca Juga :  Pura-pura Cari Tempat Laundry, Perempuan Asal Jabar Ini Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul

Maka Dinas Sosial merasa perlu mengingatkan kembali dan menanamkan ke semua lini sosial dengan program restorasi sosial dengan tema: “Nggugah roso sithik edhing lumantar Aksara”. Ada beragam alasan mengenai restorasi ini dijalankan.

Untuk 78 kecamatan yang menjadi sasaran, ada 100 orang tokoh masyarakat, budaya jawa, dan tokoh agama yang akan disasar.

Proses restorasi ini akan dilakukan pada bulan Oktober – Desember 2018, di 18 titik kecamatan.

Sementara, pada bulan Januari – Desember 2019 ada 60 titik kecamatan. Metode untuk restorasi ini adalah ceramah, diskusi, tanya jawab dan hiburan.

Menurutnya, melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga untuk mencapai harmonisasi dalam Kebhinekaan.

Hal ini perlu sikap menghindari dominasi mayoritas maupun tirani minoritas.

Baca Juga :  Korsleting Saluran Freon AC, Bus PO Haryanto Ludes Terbakar, 10 Penumpang Selamat

“Penting juga menghilangkan Jargon “Pokok’e”, yakni mengedepankan toleransi ( tepo seliro) (sithik edhing),” ujarnya.

Beberapa alasan ini, adalah aksara membangun perdamaian dan karakter bangsa dan aksara merupakan identitas sosiokultural suatu bangsa.

Serta, aksara merupakan simbol perekat dan pemerkuat nasionalisme contohnya Jepang, Korea, Cina.

Keempat alasan dasar tersebut, ujar Untung menjadi pijakan restorasi sosial Dinas Sosial.
Hal ini juga disesuaikan dengan nawa cita Pemerintah RI yang kesembilan yakni memperteguh kebhinekaan dan
memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Pihaknya juga berharap akan terbangunnya karakter generasi muda modern yang tetap Jawani dalam memperteguh kebhinekaan serta tertanamnya rasa bangga terhadap aksara jawa.

Generasi muda juga diharapkan menengok khasanah literasi yang sudah mereka miliki.

“Mempelajari dan memahaminya adalah sebuah sikap. Menengok, Mengajak, Menyebarkan dan mengaplikasikan dalam kehidupan social kita adalah tanggung jawab sosiokultural,” ujarnya. #tribunnews

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com