SRAGEN- Maraknya pembuatan sumur sibel (sumur gali artesis) yang dibuat dengan mengebor kedalaman puluhan meter di areal persawahan memicu keresahan. Pemerintah melalui dinas terkait diminta segera bertindak membuat aturan dan pembatasan mengingat bahaya pembuatan sumur sibel di persawahan, dinilai bisa mengancam banyak sektor.
Hal itu diungkapkan oleh pengusaha muda asal Sumberlawang, Sragen, Andi Kusnanto. Andi yang juga politisi Gerindra Sragen itu mengaku banyak menerima curhatan dari warga dan petani, salah satunya di Kecamatan Tanon maupun Sumberlawang.
“Bahaya sumur sibel yang semakin menjamur ini harus menjadi perhatian. Karena ternyata berisiko tinggi terhadap kelangsungan sumber air tanah. Tidak hanya bagi areal persawahan namun juga bagi warga di sekitarnya,” paparnya usai silaturahmi ke beberapa tokoh petani di Desa Pengkol, Tanon, Minggu (11/11/2018).
Andi yang juga Caleg DPRD Sragen Dapil III (Tanon, Sumberlawang, Miri) nomor urut 6 itu menguraikan pemerintah mestinya bisa lebih bijak dengan membuat aturan terkait pembuatan sumur sibel. Sebab fakta di lapangan, maraknya penggalian sumur sibel untuk irigasi tak jarang memicu konflik antara pemilik sibel dengan warga dekat persawahan.
Hal itu terjadi di Ngandul, Sumberlawang yang sempat memicu protes warga dan memaksa sumur sibel ditutup lantaran mematikan sumber air di permukiman.
“Di Pengkol Tanon tadi, ada salah satu tokoh petani yang juga prihatin dengan maraknya pengeboran sumur sibel di sawah. Makanya pemerintah harus responsif menyikapinya. Mungkin akan lebih baik memperbanyak embung dan saluran irigasi dari waduk daripada mengebor sumur. Itu yang lebih ramah lingkungan dan tetap berpihak ke petani,” jelasnya.
Tokoh muda kelahiran Sumberlawang itu memandang jika tidak ada pembatasan, menjamurnya sumur sibel akan berdampak buruk terhadap generasi nasa depan dan konservasi alam.
Sementara, Hj Surayem, petani asal Pengkol yang sukses naik haji dan menguliahkan anaknya dari bertani, menyampaikan kegelisahannya terkait fenomena sumur sibel. Menurut analisanya kemarau yang makin tahun makin panjang memiliki benang merah dengan maraknya pengeboran sumur di sawah.
“Gusti Allah marah sehingga kemaraunya enggak lagi enam bulan tapi makin lama. Gimana enggak marah, wong petani enggak mau sabar nunggu hujan tapi banyak nduduk (ngebor) bikin sumur sendiri di sawah,” ujarnya.
Ia juga memandang pengeboran sumur sibel juga sangat berbahaya terhadap struktur tanah. Menurutnya dengan terus dibor dalam jumlah banyak, maka bisa mengakibatkan tanah ambleg.
“Karena terus dibor, di bawah sana itu tanah jadi berlubang besar. Akhirnya nanti akan angkrog (ambles),” tuturnya.
Kekhawatiran dampak sumur sibel juga pernah disampaikan Ketua PMI Kabupaten Sragen, Suwarno. Saat membantu menyalurkan air bersih di Desa Tangkil, Sragen Kota sebulan silam, ia sempat prihatin dengan fenomena krisis air di Desa Tangkil.
Sebab Tangkil yang notabene masuk wilayah Sragen Kota untuk pertama kali sepanjang sejarah juga dilanda kekeringan di 2018 ini.
“Ini salah satunya ya dampak banyaknya sumur bor di sawah. Sehingga sumber air tanah di permukiman banyak tersedot. Dampak jangka panjangnya makin lama akan makin habis. Ini yang enggak disadari,” paparnya. Wardoyo