JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Kisah Trenyuh Siswa MTSN Kalijambe Sragen Juara Lomba Robotika Nasional. Dicky Hanya Anak Penjual Nasi Goreng, Satu-Satunya Finalis yang Tak Punya HP

Foto/Wardoyo
   

 

Kasek MTSN Kalijambe, Muawanatul Badriyah mendampingi dua siswanya periah juara nasional Robotika 2018. Foto/Wardoyo

SRAGEN- Keberhasilan dua siswa MTSN 8 Sragen di Kalijambe, menjuarai kompetisi robotika nasional 2018 di Depok, Jawa Barat baru-baru ini memang patut dibanggakan. Namun keberhasilan keduanya meraih prestasi fenomenal itu juga menyisakan cerita trenyuh.

Ya, selain latarbelakang sekolah MTSN Kalijambe yang ada di pelosok desa, kedua siswa peraih juara itu juga lahir bukan dari kalangan berada.

Dicky Surya Atmaja (13) siswa kelas VIII  dan Haya Nur Fadhila (12) siswa kelas VII, berasal dari kalangan ekonomi pas-pasan. Bahkan Dicky yang anak yatim dari Dukuh Dugan, Trobayan, Kalijambe diketahui hanya anak seorang tukang penjual nasi goreng. Sedangkan Haya, sedikit lebih beruntung karena tinggal di perumahan Solo.

Baca Juga :  Dua Kali Panen Padi Melimpah Dan Harga Jual Tinggi, Pemerintah Desa Bedoro Sragen Akan Menggelar Sholawat Bersama Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf. Bentuk Rasa Syukur Pada Allah

“Itu yang membuat saya trenyuh. Rasane krenteg di hati itu agak gimana gitu setelah tahu mereka dapat juara. Mereka sama sekali nggak minder meski dari sekolah ndesa dan lihat finalis-finalis tingkat nasional yang lebih segalanya,” ujar Kepala MTSN Kalijambe, Muawanatul Badriyah, Sabtu (10/11/2018).

Ana, sapaan akrabnya, juga mengisahkan rasa trenyuhnya tak lain saat melihat kedua anak didiknya itu menunggu giliran presentasi di babak final. Ia yang mengawal dan mendampingi, melihat kedua anak didiknya menungggu giliran dengan hanya berdiam.

Sementara semua finalis lainnya sibuk dengan HP android mereka. Keterbatasan ekonomi memang membuat orangtua Dicky dan Haya memilih tak membelikan HP untuk mereka.

Baca Juga :  Berkah Hari Raya Idul Fitri Toko Pusat Oleh-oleh di Sragen Diserbu Pembeli

“Waktu saya lihat semua finalis nunggu sambil sibuk memainkan HP, saya lihat anak-anak saya nggak punya HP sendiri, ya rasanya trenyuh juga. Tapi Alhamdulillah justru anak-anak saya saat tampil presentasi begitu luar biasa. Mereka nggak minder, sangat pede dan akhirnya bisa dapat juara,” tutur Ana.

Apa yang diraih Dicky dan Haya, menurutnya memang sebuah berkah sekaligus menjadi pembelajaran berharga. Sebab keduanya mampu membuktikan bahwa keterbatasan sarana dan sekolah ndesa bukan halangan untuk bisa berprestasi.

“Mudah-mudahan prestasi ini bisa memotivasi mereka dan siswa lain untuk lebih berprestasi lagi,” tandasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com