Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Duh, Banyak Orang Tua Lebih Suka Kasih Anak Makanan Pabrikan, Padahal Ada Risikonya Lho!

Ilustrasi/tempo.co

Zaman kini orang cenderung makin sibuk dan kehabisan waktu. Bahkan untuk memberikan nutrisi yang sehat untuk anak-anak pun seolah tak punya waktu.

Alhasil banyak orang tua yang ambil gampangnya dengan membelikan makanan instan atau pabrikan. Memang makanan pabrikan mengandung komposisi gizi yang dibutuhkan, sebagaimana sering tercantum si label kemasan.

Tapi ingat,  kebiasaan itu bila  berlangsung terus menerus, bisa berdampak negatif bagi kesehatan anak lho!

“Seberapapun sempit waktu yang kita punya, kita punya anak bukan hanya periode anak-anak saja.  Tetapi untuk jangka panjang,” kata Nutrition Program Manager Helen Keller International (HKI) di Indonesia, Dian N. Hadihardjono di Jakarta Selas (18/12/2018).

Menurut Dian, semestinya semua orang tua melengkapi informasi, makan bukan hanya sekedar kenyang. Harusnya lebih punya usaha mencari tahu agar yang kita berikan yang terbaik untuk anak.

Sebuah studi yang Dian dan tim lakukan tahun ini di kota Bandung menunjukkan pemberian makanan pabrikan menjadi salah satu penyebab anak-anak kurang mendapatkan makanan yang beragam, terpapar makanan dan minuman berpemanis.

Studi tersebut juga memperlihatkan hanya sedikit anak-anak yang menyantap sayuran berwarna kuning/jingga (45,1 persen dari 594 ibu), buah-buahan (42,4 persen) yang diperlukan tubuh.

Sementara konsumsi makanan pabrikan justru tinggi dan sangat sering yakni 81,6 persen.

“Anak usia di atas 6 bulan terpapar kandungan gula dari makanan ringan dan minuman berpemanis yang bukan diproduksi untuk batita,” kata Dian.

Padahal jelas Dian, produk makanan ringan buatan pabrik umumnya tinggi kandungan gula dan garam serta rendah zat gizi.

Dian mengatakan, demi memperbaiki praktik pemberian makanan bayi supaya sesuai rekomendasi, tim-nya mulai advokasi penyebaran informasi penelitian ini.

“Dari tingkat kota bersama dinas kesehatan kami mungkin akan menggandeng pemerintah kota dulu untuk merencanakan apa yang bisa dilakukan di kota Bandung untuk memperbaiki. Untuk tingkat nasional, kami baru berkoordinasi, baru diseminasi seperti ini,” katanya.

“Yang sudah kami lakukan setelah penelitian ini adalah membuat media edukasi yang tersedia di sosial media. Materi yang tersedia bisa diakses masyarakat,” kata Dian. #tempo.co

Exit mobile version