Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Sejumlah Aktivis Geruduk Kejari Sragen. Layangkan Keberatan, Sebut Penetapan Agus Sebagai Tersangka Kasus Kasda Dinilai Lukai Hati Rakyat 

Sunarto (kiri) saat meminpin audiensi di Kejari Sragen Senin (10/12/2018). Foto/istimewa

SRAGEN- Sejumlah aktivis dan relawan yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati dan Peduli Sragen (Komppas) menggeruduk kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, Senin (10/12/2018). Mereka melayangkan keberatan atas penetapan status tersangka terhadap mantan Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman dalam kasus korupsi kas daerah (Kasda) 2003-2011 yang sudah membui mantan Bupati Untung Wiyono dan 4 terpidana lainnya.

Sepuluh orang aktivis dan relawan itu datang dipimpin Sunarto sebagai koordinator dan Eko Joko Priharyanto sebagai sekretaris. Di kejaksaan, mereka ditemui kemudian beraudiensi dengan Kajari Muh Sumartono dan Kasie Pidsus Agung Riyadi.

Kepada awak media, Sunarto mengatakan kedatangannya bersama beberapa relawan dan aktivis itu murni sebagai bentuk keprihatinan atas penetapan status tersangka Agus.

Menurutnya hal itu sangat melukai hati rakyat Sragen yang sudah terlanjur mencintai dan mendukung Agus sebagai Caleg DPR RI 2019. Ia mengutuk yang membuat laporan dan penanganan kasus itu terindikasi kental bernuansa politis untuk menghancurkan elektabilitas Agus yang tinggi dan digadang-gadang menjadi harapan wakil warga Sragen di DPR RI.

“Kalau tidak politis kenapa terjadi di tahun politik. Ketika Pak Agus sudah terlanjur dicintai rakyat, rakyat mendambakan bisa jadi wakil di DPR RI tiba-tiba dijegal dan diseret-seret ke kasus Kasda. Ini membuat rakyat terluka. Makanya hari ini kami layangkan keberatan warga Sragen ke Kejari agar disampaikan ke Kejati dan Kejagung,” paparnya seusai aksi.

Sunarto menguraikan hari ini pihaknya datang hanya perwakilan 10 orang. Namun jika rakyat Sragen marah, bisa ribuan warga yang datang ke kejaksaan.  Karenanya pihaknya hanya memohon agar kejaksaan bisa bersikap arif dan keberatan yang dia ajukan bisa diproses oleh Kejagung maupun Kejati.

“Dulu kantor ini pernah kita kirimi kepala babi, tikus dan nasi bungkus. Apa itu harus terjadi lagi. Harapan kami kejaksaan bisa arif. Ini kami baru sebatas keberatan dulu, umpama tidak diindahkan mungkin akan ada tindakan lebih ekstrim,” tukasnya.

Sementara, Eko Joko meyakini penetapan tersangka terhadap Agus kuat terindikasi bermuatan politis. Hal itu terlihat dari posisi kasus yang sudah inkrah enam tahun lalu dan tiba-tiba dimunculkan lagi dengan menyerat Agus sebagai tersangka.

Padahal saat ini yang bersangkutan menjadi Caleg DPR RI dengan elektabilitas tinggi serta menjadi harapan masyarakat Sragen di Senayan.

“Kami melihat ada indikasi penjegalan yang dilakukan secara massif oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan menghancurkan elektabilitas seorang Agus Fatchur Rahman sehingga memupus harapan rakyat yang sudah lama dicita-citakan. Hari ini kami ingin tunjukkan bahwa Sragen adalah milik rakyat Sragen bukan milik penguasa, pejabat atau para makelar kebijakan,” terangnya.

Eko berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa keinginan rakyat itu tulus demi kebaikan dan kemajuan Sragen, ternyata masih saja dirintangi upaya politisasi kriminalisasi dari pihak yang justru sering menipu rakyat.

Sementara, Kajari Muh Sumartono menjelaskan penetapan tersangka untuk AF itu sudah dilakukan sesuai SOP. Menurutnya penanganan kasus lanjutan Kasda ini dimulai dari penyelidikan berdasarkan laporan LSM Pusaka Nusantara Bumi Sukowati pada 2 Juli 2018.

Setelah itu, ditelaah pula laporan BPK atas jawaban surat Sekda Sragen mengenai uang Rp 604 juta dari sisa pengembalian pencairan deposito Kasda di BPR Joko Tingkir yang belum bisa dipertanggungjawaban.

“Kalo dari runtutannya kami sesuai prosedur. Dari awal bulan Juli penyelidikan, lalu tanggal 11 Juli kita telaah, penyidikan tanggal 25 September dan 5 Desember penetapan tersangka,” katanya.

Kajari Sragen, Muh Sumartono. Foto/Wardoyo

Kajari menguraikan dari bukti-bukti dan keterangan ahli, tim berpendapat ada perbuatan merlanggar hukum yang dilakukan oleh AF yakni melanggar Pasal 192 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di mana kepala daerah tidak boleh mengeluarkan jeuangan di luar yang diatur dalam APBN maupun APBD.

“Pencairan keseluruhan deposito untuk menutup pinjaman-pinjaman atas nama Kushardjono (Sekda) dan Sri Wahyuni (DPPKAD) untuk keperluan terpidana Untung Wiyono itu tidak sesuai dengan Pasal 192 UU 32/2004. Karena pada saat itu ada rapat yang dihadiri anggota dewan dan Sri Wahyuni lalu kemudian muncul perintah pencairan deposito di BPR Djoko Tingkir,” terangnya.

Dari bukti-bukti yang diperoleh, pinjaman itu atas nama pribadi Kushardjono dan Sri Wahyuni sehingga mestinya Rp 11 miliar lebih itu menjadi tanggungan Kushardjono. Menurut Kajari, pencairan itu kemudian mengakibatkan kerugian negara.

Lantas proses pengembalian yang dilakukan terpidana Untung Wiyono dan Sri Wahyuni, baru kembali Rp 11,5 miliar dan masih ada sisa Rp 604 juta yang belum ada penanggungjawabnya.

“Dari Rp 604 juta kekurangan itu, kemudian ditemukan catatan-catatan 6 bilyet kasbon dari saudara AF ke Kushardjono sejumlah total Rp 376,5 juta. Hampir mirip dengan pengembalian AF Rp 366 juta,” urai Kajari.

Kajari juga menyampaikan memang ada pengembalian kasbon Rp 366 juta ke Kasda pada 2013 oleh AF. Namun uang pengembalian itu belum dimasukkan ke kas daerah dan baru disimpan sebagai keuangan lain-lain.

Perihal tudingan kriminalisasi dan muatan politis pihak tertentu, Kajari menegaskan bahwa pihaknya memproses sesuai SOP dan penanganan sudah dilakukan secara runtut. Wardoyo

 

Exit mobile version