KARANGANYAR- Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Solo selaku kuasa hukum Tarman alias Gondrong (48) warga Desa Karangturi, Gondangrejo, korban kekerasan bernuansa Pilkades, berencana melayangkan gugatan praperadilan terhadap Polsek dan Polres. Selain itu, mereka juga akan menggugat secara perdata saksi-saksi yang diperiksa polisi dan menganggap penetapan tersangka tunggal dalam kasus itu, tidak sah.
Hal itu disampaikan Ketua LP3HI Solo, Sapto Dumadi Ragil Raharjo, Kamis (3/1/2019). Kepada wartawan, ia mengungkapkan pihaknya sejak awal berharap kasus kekerasan itu dikenakan dengan pasal 170 KUHP atau pengeroyokan.
Sebab saat dipukuli, korban sadar, mengetahui dan mengenali para pelakunya. Selain itu, ada saksi-saksi dari istri serta anak korban yang juga mengetahui insiden itu.
“Bahkan kalau perlu ini dimungkinkan ada otak-nya dan bisa dijuntokan pasal 55 atau 56 KUHP. Selebihnya jika memang tidak seperti itu, kami akan menempuh praperadilan terhadap penetapan tersangka yang tidak sah. Atau kami akan gugat secara keperdataan ke para pihak yang sudah diperiksa,” papar Sapto.
Mewakili kliennya, Sapto meyakini kasus itu benar-benar 170 murni alias pengeroyokan. Persoalan siapa yang akan jadi tersangka lain, menurutnya hal itu di luar urusan pelapor maupun korban.
Akan tetapi, ia menilai setidaknya dari kliennya bisa mengenali siapa-siapa pelaku yang sudah memukulinya saat kejadian.
“Harusnya bisa. Korban kami juga sadar, saksinyaa ada. Terlebih ada saksi di bawah umur yang diperiksa tanpa pendamping. Apakah itu benar, apakah itu dibolehkan,?” urainya.
Karena itu, Sapto menegaskan pihaknya akan melayangkan praperadilan atas penetapan tersangka tidak sah ke PN Semarang atau PN Jakarta Pusat. Praperadilan menyoal adanya dugaan tindak peyimpangan penanganan prosedur. Hal itu juga sudah laporkan ke Propam dan Kasie Propam Polres Karanganyar.
“Karena kalau seperti ini terus, penegakan hukum akan rusak. Ada kemungkinan fakta-fakta itu akan dibuat oleh yang berkepentingan, bukan fakta yang semestinya. Kerugiannya, itu akan beri sentimen negatif, ketidakpercayaan kepada para aparat,” katanya.
Sementara, Tarman bersikukuh bahwa insiden pemukulan yang menimpanya akhir November 2018 silam itu dilakukan oleh sedikitnya 8 hingga 10 orang. Pelaku utama dikenali berinisial GIY masih satu desa hanya beda dukuh. Sedangkan yang lainnya adalah teman GIY yang ia juga hafal wajahnya.
“Mereka sempat datang orang 8 meminta maaf ke saya,” tukasnya.
Terpisah Kapolres Karanganyar, AKBP Catur Gatot Efendi melalui Kapolsek Gondangrejo, AKP Riyanto, menyampaikan menghormati hak korban jika akan menempuh praperadilan. Namun ia menegaskan sejak awal sudah prosedural dalam menangani kasus itu.
Menurutnya, kasus itu sudah diproses dan sudah ada tersangkanya yakni GIY.
Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui gelar perkara di Polres Karanganyar beberapa waktu lalu. Gelar perkara dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim bersama jajaran terkait di Polres.
“Sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Gelar perkaranya di Polres dipimpin Kasat Reskrim,” papar Kapolsek.
Kapolsek menguraikan saat ini tersangka belum dilakukan penahanan. Sebab keberadaannya kabur dan belum diketahui keberadaannya. Karenanya pihaknya masih terus mengintensifkan pengejaran.
Perihal berkas perkara kasus itu, saat ini sudah selesai dan tinggal dilimpahkan tahap satu ke Kejaksaan setempat. Pelimpahan dijadwalkan dalam waktu dekat ini.
“Berkas sudah lengkap tinggal dijilid. Mungkin pekan depan sudah kita naikkan ke Kejaksaan,” terang AKP Riyanto.
Soal kekecewaan korban yang memprotes penerapan pasal penganiayaan bukan pengeroyokan, Kapolsek menegaskan berdasarkan keterangan saksi-saksi, memang menyimpulkan bahwa pelaku pemukulan terhadap Tarman hanya satu yakni inisial GIY. Sedangkan teman-temannya yang datang, tak terbukti melakukan pemukulan tapi berusaha melerai.
“Yang perlu diketahui bahwa dari saksi-saksi yang kami mintai keterangan, termasuk istri dan anak korban semuanya nggak ada yang bilang menguatkan kalau dikeroyok. Waktu kami panggil untuk di-BAP saksi-saksi itu malah nggak mau datang. Apakah kami harus memaksakan pasal pengeroyokan ketika memang alat bukti dan keterangan saksi-saksi ternyata hanya satu orang pelakunya,” kata Kapolsek.
AKP Riyanto menambahkan penerapan pasal 351 dan gelar perkara kasus itu, bahkan dilakukan di Polres dengan dipimpin langsung Kasat Reskrim bersama jajaran lain seperti Kasiwas, Kasubag Hukum dan satuan terkait lainnya di Polres.
Ia juga membantah tudingan penanganan kasus itu yang oleh korban dinilai amban. Pihaknya menegaskan sudah merespon dan menindaklanjuti laporan itu sesuai mekanisme dan SOP yang berlaku. Menurutnya, sejak dilaporkan ke Polsek, SPDP dan SP2HP juga selalu disampaikan. Wardoyo