JOGLOSEMARNEWS.COM – Saat ini penggunaan smartphone tak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Gawai ini telah menjadi kebutuhan utama para milenial di era digital.
Penggunaan smartphone tidak hanya sekedar untuk berkomunikasi namun saat ini telah memasuki sendi-sendi kehidupan lainnya seperti untuk memesan makanan, dan kebutuhan transportasi.
Dalam satu hari, rata-rata orang menggunakan Internet melalui smartphone sekitar 4-10 jam. Penggunaannya akan semakin masif ketika Internet of things atau IoT mulai diadopsi banyak orang.
Tingginya intensitas penggunaan smartphone ini berpotensi mendatangkan risiko kerusakan saraf tepi atau neuropati. Sebab, penggunaan smartphone memaksa tubuh sedikit membungkuk dan tangan dalam posisi yang sama untuk waktu lama.
“Ini memiliki konsekuensi, sebagian besar pasien saya mengeluh nyeri dan terjadi kekakuan di lehernya,” kata dokter spesialis saraf Manfaluthy Hakim di acara “Love Your Nerve with Neurobion” di Jakarta, Rabu, (27/3/2019).
Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia atau Perdossi Pusat dan konsultan neurologis itu mengatakan, keluhan-keluhan tersebut merupakan gejala kerusakan saraf tepi.
Saraf tepi menghubungkan pusat saraf, yaitu otak dan sumsum tulang belakang, dengan seluruh organ tubuh. Saraf ini berfungsi mengantarkan perintah dari otak kepada otot-otot agar melakukan tindakan yang kita inginkan. Saraf ini juga menerima impuls dan sensasi sensorik yang diinterpretasikan oleh otak, seperti rasa sakit dan panas. Kerusakan saraf biasanya dipicu penyakit seperti diabetes dan aktivitas yang berulang dalam waktu lama.
“Kalau terjadi neuropati, bisa terjadi gangguan rasa atau sensorik atau gangguan gerakan atau motorik. Bisa juga terjadi campuran keduanya,” kata dia. Dan sekecil apa pun kerusakan itu, akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman.
Apa saja gejalanya? Pertama adalah hilangnya sensasi, ada rasa kesemutan, kadang-kadang muncul kram. Kerusakan-kerusakan ini terus berlanjut hingga menimbulkan gejala yang lebih parah seperti kekakuan dan kebas.
Ketika menggunakan smartphone, ancaman kerusakan saraf terjadi dari jari tangan hingga leher. Pada telapak tangan yang terbebani smartphone meskipun tidak terlalu berat, awalnya muncul kesemuatan yang hilang timbul, lalu menetap, hingga terjadi rasa kebas.
“Saraf di lengan akan tegang hingga akhirnya cedera, juga di pergelangan tangan karena posisinya selalu sama saat memegang smartphone,” ujar dia.
Risiko yang sama juga dialami para pekerja yang menggunakan laptop. Laptop memaksa orang menunduk karena monitornya tidak sejajar dengan mata. “Padahal aturannya posisi monitor sejajar dengan mata agar tidak menunduk,” kata Manfaluthy.
Bagaimana mencegah kerusakan saraf dari penggunaan gawai? Manfaluthy menyarankan deteksi dini. Jika muncul gejala awal seperti kesemutan yang tidak kunjung hilang, rasa kebas, segera menemui dokter saraf.
Pencegahan kerusakan bisa dilakukan dengan berolahraga atau stretching dan mengonsumsi vitamin B yang dapat membantu regenerasi saraf. Penggunaan gawai sebaiknya dilakukan tidak terus menerus, ada baiknya istirahat setiap 30 menit untuk stretching.
Faktanya, penelitian yang dilakukan Manfaluthy bersama dengan Neurobion, 1 dari 2 orang di atas 30 tahun mengalami gejala neuropati. Selain itu, 1 dari 4 orang berusia di bawah 30 tahun merasa kebas atau kesemutan. Dan penyebabnya bukan penyakit seperti diabetes, melainkan karena aktivitas sehari-hari yang terkait dengan pekerjaan atau sosial.