JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Semarang

3 Dari 10 Anak di Indonesia Alami Stunting, Kementerian Kominfo Ajak Masyarakat Tingkatkan Perilaku Hidup Sehat 

Direktur IKP Kementerian Kominfo RI, Wiryanta (kiri) saat menyerahkan wayang lakon dalam acara sosialisasi Perilaku Hidup Sehat dalam Rangka Penurunan Prevalensi Stunting di Alun-alun Slawi, Tegal, Jumat (12/4/2019) malam. Foto/Wardoyo
   
Direktur IKP Kementerian Kominfo RI, Wiryanta (kiri) saat menyerahkan wayang lakon dalam acara sosialisasi Perilaku Hidup Sehat dalam Rangka Penurunan Prevalensi Stunting di Alun-alun Slawi, Tegal, Jumat (12/4/2019) malam. Foto/Wardoyo

TEGAL, JOGLOSEMARNEWS.COM Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak masyarakat untuk menjaga pola hidup bersih dan sehat. Melalui pola hidup bersih diyakini akan bisa menurunkan angka kasus gagal tumbuh atau stunting pada anak yang saat ini mencapai 30 persen di Indonesia.

Hal itu terungkap saat digelar sosialisasi perilaku hidup sehat dalam rangka penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Tegal, Jumat (12/4/2019) malam. Sosialisasi digelar dengan pertunjukan rakyat wayang kulit yang menghadirkan dalang Ki Warseno Slenk.

Tak kurang dari 1.000 warga memadati acara wayangan yang dihadiri langsung oleh Direktur IKP Kementerian Kominfo, Wiryanta tersebut. Sejumlah pejabat Pemkab setempat dan dinas terkait turut hadir.

Dalam paparannya, Wiryanta mengungkapkan sosialisasi soal stunting digencarkan karena berdasarkan data Kementerian Kesehatan, saat ini 30,8 persen atau sekitar 3 dari 10 anak Indonesia mengalami stunting.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, sehingga tinggi anak terlalu pendek untuk usianya. Kondisi kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir. Namun stunting baru terlihat setelah anak berusia 2 tahun,” paparnya kepada wartawan.

Baca Juga :  Lakukan Balapan Liar di Ungaran, Puluhan Pemuda Dihukum Menuntun Motor Mereka ke Polres Semarang

Wiryanta menguraikan kasus stunting tak bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, faktor utama penyebab terjadinya stunting bukanlah faktor keturunan seperti yang selama ini menjadi paradigma di masyarakat.

Akan tetapi kendala lingkungan jauh lebih berperan dalam terjadinya stunting.

Stunting tak hanya merugikan pertumbuhan fisik dan kognitif, tapi juga kesehatan anak di masa mendatang.

Dampak lanjutan dari stunting atau yang dikenal dengan fenomena Baker berefek pada kesehatan dan produktivitas anak, tingkat kecerdasan yang menurun, menyebabkan rendahnya produktivitas anak ketika dewasa. Akibatnya, pendapatan yang diperoleh kurang dan tidak menghindarkan dirinya dari garis kemiskinan.

“Penanganan stunting tidak hanya dari sisi kecukupan gizi. Namun juga perlu dibudayakan hidup sehat dengan melakukan langkah kecil melalui perubahan pola hidup dan pola makan ke arah yang lebih sehat, sehingga kekurangan gizi kronis dapat diatasi. Untuk mengatasi permasalah kurang gizi kronis tersebut tidak bisa hanya mengandalkan  peran sektor kesehatan saja,” terangnya.

Baca Juga :  Wihaji Layak Ramaikan Bursa Calon Gubernur atau Wakil Gubernur Jateng, Punya Pengalaman dan Jaringan Luas

Kementerian atau Lembaga Pemerintah melalui para Menteri, Gubernur serta Kepala Daerah, dunia usaha, tokoh agama, akademisi, dan masyarakat, diharapkan dapat memberikan dukungan, komitmen dan peran-sertanya dalam bergotong royong meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.

Sosialisasi malam itu lebih banyak menekankan terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dalam Rangka Penurunan Prevalensi Stunting. Media wayang kulit atau pertunjukan rakyat sendiri sengaja dipilih karena memiliki sifat menghibur dan dapat menyampaikan pesan dalam suasana santai dan menyenangkan, sehingga lebih menarik perhatian masyarakat.

“Selain itu pagelaran pertunra juga dimaksudkan sebagai upaya untuk melestarikan kesenian tradisional yang saat ini eksistensinya mulai tergerus oleh media massa modern dan media baru. Kekuatan media tradisional sebagai media penyebaran informasi terletak pada unsur cerita dan dialog yang pesannya disampaikan secara luwes dan fleksibel sesuai dengan budaya lokal masyarakat,” tandas Wiryanta. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com