Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Jokowi Kerap Diserang dengan Utang, Faisal Basri: Negara Masih Aman

utang luar negeri

Tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Berkali-kali capres Prabowo menggunakan utang negara sebagai peluru unntuk menyerang pemerintah dan capres inkumben, Joko Widodo.

Dalam beberapa kesempatan, Prabowo mengatakan Indonesia tidak terlalu dihormati di kawasan Asia Tenggara lantaran beban utang dan mata uang yang lemah.

Menanggapi narasi yang masif didengungkan kubu Prabowo itu, ekonom Faisal Basri memastikan bahwa posisi utang pemerintah saat ini masih dalam batas aman.

Dalam orasi Kebudayaan yang ia sampaikan Kamis (11/4/2019), Faisal menganggap utang negara aman lantaran nisbah utang atau debt to GDP ratio tergolong sangat rendah.

“Saat ini, utang negara hanya 30 persen dan masih separuh dari batas maksimum yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” ujar Faisal dalam orasinya, yang juga ia tulis kembali melalui laman pribadinya di Faisalbasri.com.

Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia ini juga memandang bahwa perilaku utang bagi sebuah pemerintahan bukan hal yang buruk.

Menurut dia, utang merupakan kebijakan untuk menggenjot potensi pertumbuhan ekonomi secara maksimal. Dengan utang, negara akan tumbuh lebih pesat.

“Jadi jelas kiranya bahwa utang produktif adalah sesuatu yang positif, bukan nista atau najis sehingga harus dijauhi dengan risiko apa pun,” ucap dia.

Dalam data yang dipaparkan, Faisal mengatakan, PDB negara menurut harga berlaku pada 2018 adalah sebesar Rp 14,8 triliun. Itu artinya, pendapatan domestik negara masih lebih tinggi ketimbang utang.

Faisal lalu membandingkan utang Indonesia dengan nisbah utang negara-negara lain dengan sebuah grafik batang. Jerman, misalnya. Negara yang menduduki peringkat ketujuh negara paling bahagia itu ternyata memiliki nisbah utang 64 persen dari PDB.

Sedangkan Kanada memiliki nisbah utang 90 persen dari GDP. Padahal, Kanada merupakan negara yang menduduki peringkat kesembilan negara paling bahagia di dunia.

Begitu juga dengan Amerika Serikat, dengan nisbah utang 105 persen dari PDB. Amerika Serikat berhasil menduduki peringkat ke-19 negara paling bahagia di dunia.

“Punya utang tidak membut rakyat sengsara. Negara yang memiliki rasio utang lebih besar Bahkan masuk 20 besar negara terbahagia,” ujarnya.

Pada kampanye 28 Oktober 2018 lalu,  Prabowo menuding utang pemerintah membuat negara berada di ambang garis risiko.

“Bloomberg mengutip situasi ekonomi Indonesia risky, berbahaya. Paling berbahaya karena utangnya,” ucap dia.

Calon wakil presiden Sandiaga Uno juga kerap menggunakan narasi utang negara sebagai amunisi untuk kampanye. Sandiaga acap menyebut utang negara membuat beban rakyat yang semakin berat.

Ia menyindir, utang untuk pembangunan infrastruktur yang gencar pada masa pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi belum bisa mengelarkan urusan dapur rakyat.

“Belum bisa menyelesaikan permasalahan dompet dan dapur,” kata Sandiaga dalam sebuah kampanye di Yogyakarta 22 Maret lalu.

Kementerian Keuangan pada Februari lalu merilis data kondisi fiskal tahun berjalan 2019 lewat APBN Kita. Dalam rilis tersebut tercatat bahwa posisi utang pemerintah pada Maret 2019 sebesar Rp 4.566,26 triliun.

Jumlah tersebut setara 30,33 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB.

Kementerian menyebut rasio utang masih berada pada taraf yang aman mengingat besaran utang pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang Keuangan Negara maksimum sebesar 60 persen dari PDB.

Adapun, jika dibandingkan dengan Januari 2019, posisi utang tersebut tercatat meningkat dari sebelumnya sebesar Rp 4.498,65 triliun. Angka ini juga meningkat jika dibandingkan pada posisi Februari 2018 yang mencapai Rp 4.034,80 triliun.

Exit mobile version