JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Viral Video ‘Tarawih Kilat’ alias “Super Cepat, Seperti ini Tanggapan Dosen Ahli Ilmu Hukum Islam UIN Sunan Gunung Djati

pexels
   
pexels

JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebuah video viral yang berisi ibadah salat Tarawih dengan gerakan super cepat mengejutkan netizen belum lama ini. Lalu bagaimana dengan hukumnya?

Salat Tarawih di video yang diunggah Instagram @makassar_iinfo itu berdurasi hanya sekitar 7 detik.

Dalam video itu imam membaca surat Al Ikhlas hanya 4 detik, itupun langsung disambung dengan gerakan ruku dan bacaan takbir.

Terkait hal tersebut banyak di antara masyarakat yang bertanya bagaimana hukum dari pelaksanaan salat super cepat tersebut, apakah sah atau tidak sah?

Berikut ini, Dosen Ahli Ilmu Hukum Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr Syahrul Anwar, memaparkan hukum Islam, ketentuan dan syarat sahnya.

Terlebih dahulu Dr Syahrul Anwar, menjelaskan faktor-faktor yang membuat seseorang berburu melaksanakan salat tarawih.

Dr Syahrul Anwar menjelaskan pertama karena hukum dasar salat Tarawih adalah sunnah.

Bahkan sunnah yang dimaksud adalah sunnah muakad, artinya sunnah yang mendekati pada hukum wajib dikerjakan umat muslim.

Oleh karena hukumnya sunnah muakad, tak heran jika banyak orang yang tidak ingin ketinggalan salat atau bahkan melewatkannya.

Berdasarkan pelaksaannya pun salat Tarawih memang ibadah salat sunnah yang lebih baik dilaksanakan berjemaah.

“Lebih utamanya salat berjemaah, dan sifat berjemaah sudah barang tentu banyak orang yang berdatangan ke masjid di bulan puasa, sehingga demikian akan terasa malu tatkala ketinggalan tarawih,” ujar Dosen Ahli Ilmu Hukum Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr Syahrul Anwar, kepada Tribun Jabar, saat dihubungi, Kamis (8/5/2019).

Adapun dijelaskan olehnya, pada pelaksanaan salat Tarawih pun di Indonesia memang variatif.

Rata-rata muslim di Indonesia ada yang melaksanakan 8 rakaat ditambah 3 rakaat witir, ada pula yang melaksanakan 20 rakaat di tambah 3 rakaat witir.

Walaupun sebenarnya masih ada riwayat yang menyarankan pelaksanaannya 36 rakat, hanya saja masih jarang dilaksanakan di Indonesia.

Baca Juga :  Usai TPN Ganjar-Mahfud Daftarkan Gugatan ke MK, PDIP Pastikan Bakal Menggulirkan Hak Angket di DPR

Demikian, kaitannya dengan Fenomena sekarang dengan kasus melaksanakan salat tarawih berdurasi cepat.

Dr Syahrul Anwar menjelaskan dari segi pelakasanaan salat tarawih, pertama, ukuran rakaat shalat atau bacaan shalat adalah bacaan lafadz Subhanallah.

“Jika melakukan setiap gerakan shalat dilakukan sekiranya subhanallahu maka sah-sah saja dilakukan tetapi ucapan subhanallah dengan lisan gerakan secara wajar bisa dilakukan, selain dari bacaan Al Fatihah dan bacaan surat,” ujarnya.

Kedua, berdasarkan kemaslahatannya, shalat tarawih itu dilakasanakan secara berjemaah.

Dalam berjemaah ini menurut Dr Syahrul Anwar, maka imam harus membawa dan melihat kondisi yang menjadi makmumnya.

Maka jika salat dilaksanakan dengan cepat, lantas makmum banyak yang ketinggalan, maka itu tidaklah maslahat, katanya.

Demikian pun jika tidak maslahat maka akan mengurangi pada kualitas salat.

Dr Syahrul menjelaskan salat yang sah adalah berdasarkan tata aturan, dan kualitas yang berdasarkan nilai.

Sudah barang tentu nilai salat yang lebih tinggi adalah berdasarkan tata cara yang tertib dan merujuk pada keyakinan.

“Sehingga kalau dilakukan lebih cepat dan memadharatkan maka keluar dari hakikat dari salat tarawih itu,” jelasnya.

Sementara itu, Dr Syahrul juga menjelaskan yang dimaksud ukuran cepat itu pun bermacam-macam perspektif, ada yang sesuai aturan, di dalam hitungan yang wajar, tanpa mengurangi nilai kebersamaannya dalam salat tarawih (salat berjemaah).

Demikian dikatakan Dr Syahrul, karenanya nilai tarawih bukan sekadar ibadah yang sifatnya pribadi, tetapi bernilai ibadah sosial.

Maka kaitannya dengan fenomena salat super cepat, dikatakan Dr Syahrul, Salat tersebut tidak bernilai sosial.

Dijelaskan Dr Syahrul, Salat berjemaah maka hendaknya kewajiban imam membawa jemaah.

“Karena kewajiban membawa jemaah jangan sampai tertinggal, jika ada yang tertinggal maka pertama pemimpin yang akan ditanyanya,” ungkapnya.

Dalam tata tertib Imam, sebelum melaksanakan salat Imam harus memastikan terlebih dahulu kesiapan dan kerapihan makmumnya.

Baca Juga :  NasDem Mulai Bermanuver, PKS Tak Mau Bertemu Prabowo Sebelum Ada Ketetapan MK

Dalam hal ini pun untuk melaksanakan salat tarawih maka imam pun mesti memperhatikan kondisi makmumnya atau jemaah.

“Karena bagaikan kita membawa kendaraan, lihat dulu isi penumpangnya. Penumpangnya mampu dibawa dalam kecepatan berapa. Mampu dalam tumaninah seperti apa,” ungkapnya.

Jika imam membuat resah bagi jemaah maka itu disebut makruh salatnya.

Ada juga yang kebalikannya, imam melambatkan pelaksanaan salat dengan membaca bacaan surat panjang, maka perlu diperhatikan juga kondisi jemaah.

“Yang namanya ibadah jemaah secara keseluruhan harus bisa melihat apa yang di belakang juga,” ujarnya.

Dijelaskan Dr Syahrul, Imam menganggap bacaan-bacaan panjang yang menurutnya khusyu, namun itu pun khusyu bukan ukuran pribadi imam.

Khusyu dalam salat tarawih harus dilihat dari ukuran semua jemaah.

Menurut Dr Syahrul, dalam kaidah khaerul umuri ausathuha, sebaik-baiknya permasalahan adalah diambil yang tengah-tengah. Sehingga dalam hal pelaksanaan salat tarwih tidak terjadi terlalu cepat dan terlalu lama.

Demikian, jika pun jemaah tidak nyaman dengan bacaan panjang, maka dapat mengambil bacaan-bacaan yang sedang.

Sehingga panjang pendek atau cepat dan lama salat ukurannya jemaah.

Dikatakan Dr Syahrul, salat tarawih bukanlah kontestasi, sehingga ada kecenderung menilai tempat mana saja yang shalat tarawih lebih lama atau lebih cepat.

Ia bercerita, Rasulullah selalu memendekan bacaan-bacaan surat ketika salat berjemaah. Namun ia memanjangkan salatnya ketika salat munfarid (shalat sendiri).

Maka artinya saat salat berjemaah hubungannya dengan orang lain maka disesuaikan dengan kebutuhan yang lain.

Adapun ketika menyesuaikan pun bukan bermaksud dengan salat cepat meninggalkan aturan-aturan dan membuat jemaah resah.

Jika membuat kemadharatan maka pelaksanaan itupun menjadi makruh.

Jemaah dapat memilih dilihat dari kemampuannya untuk melaksanakan salat tarawih.

“Inilah ibadah sosial itu harus secara bersama-sama. Maka lakukanlah yang bisa diikuti oleh para makmumnya,” tutupnya.

www.tribunnews.com

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com