Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Andi Arief Buka Bukaan Soal Hubungan Demokrat dengan Koalisi Pendukung Prabowo

Tempo.co

JAKARTA, Jogloaemarnews.com – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief mulai buka-bukaan engenai hubungannya dengan Koalisi Pendukung Prabowo.

Awalnya, Andi mengungkap pendapat partainya ihwal dipilihnya Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden oleh Prabowo Subianto di pemilihan presiden 2019.

Dia juga mengungkap bagaimana Demokrat dulu ditinggal oleh koalisi Prabowo tatkala deklarasi pencalonan.

Menurut dia, Demokrat awalnya menyarankan agar Prabowo memilih cawapres lain. Sebab, ujarnya, survei menunjukkan Prabowo tak memiliki peluang besar untuk menang jika berpasangan dengan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.

“Partai Demokrat, SBY, dan AHY ditinggal oleh deklarasi 02 hanya karena bilang jika Pak Prabowo berpasangan dengan Sandi Uno tidak memiliki peluang menang berdasar survei, dan menyarankan Pak Prabowo mencari cawapres lain agar kesempatan menang ada,” kata Andi Arief melalui keterangan tertulis, Jumat (7/6/2019).

Andi mengklaim Demokrat, termasuk Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Komando Satuan Tugas Bersama Agus Harimurti Yudhoyono tak memiliki pandangan subyektif terhadap Sandiaga.

Namun, dia mengklaim survei kala itu menunjukkan Sandiaga teridentifikasi dengan politik SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Andi tak merinci survei apa yang dia maksud. Dia cuma berujar, dari survei itu tergambar bahwa Prabowo dan Sandiaga akan sulit menang di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jumlah pemilihnya besar.

“Pak Prabowo keras kepala dan meninggalkan Demokrat. Kini terbukti,” ucapnya.

Baca: Sandiaga Sangsi Cuitan Andi Arief Bentuk Manuver Partai Demokrat

Andi melanjutkan, kendati tak yakin Prabowo bakal menang, Demokrat, SBY, dan AHY tetap berusaha mencari jalan agar pasangan calon 02 ini menang. Dia mengklaim Demokrat berkali-kali mengusulkan sesuatu yang positif untuk koalisi, tetapi ditolak.

Mantan Staf Khusus kala SBY menjabat presiden ini lantas menyinggung kaitan antara elektabilitas dan kepemilikan uang. Kata dia, penentuan pasangan calon presiden dan wakil presiden harus memperhatikan survei sebagai alat bantu kemenangan.

“Punya uang banyak namun survei tidak berpeluang dalam level pilpres jangan memaksakan diri,” kata dia.

Andi mengaku mengetahui alasan Prabowo ‘memaksakan’ diri memilih Sandiaga. Tapi dia menyebut hal itu tak pantas dikemukakan dan biarlah tetap menjadi rahasia bagi Demokrat, SBY, dan AHY. “Namun sejarah mencatat bahwa Partai Demokrat, SBY, dan AHY sudah menunjukkan jalan menang namun ditolak Pak Prabowo,” ujarnya.

Dia mengimbuhkan, Prabowo juga pernah menyebut bahwa Komisi Pemilihan Umum saat ini profesional dan netral. Hal itu, kata Andi, diucapkan Prabowo saat dilapori bahwa penyelenggara pemilu dan aparat tidak netral.

“Pak Prabowo menyatakan bahwa KPU saat ini berbeda, KPU yang profesional dan netral. Tak perlu khawatir dengan KPU saat ini. Itu kalimat dari mulut Pak Prabowo,” kata Andi.

Terakhir, Andi mengatakan Demokrat saat ini memiliki hak menentukan arah politiknya. Dia berujar koalisi bukanlah fusi. Saat ini mereka tinggal menunggu hasil gugatan sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade mengaku enggan menanggapi pernyataan Andi Arief ini. Dia juga mengatakan bahwa fokus Prabowo-Sandiaga adalah isu ekonomi, bukan politik identitas.

“Saya terus terang capek menghadapi pernyataan-pernyataan caper (cari perhatian) seperti ini dari Bang Andi Arief. Ini ngakunya teman koalisi tapi terus saja berkomentar yang seakan merongrong dari dalam,” ujar Andre ketika dihubungi, Sabtu (8 Juni 2019.

Andre juga menanggapi ucapan Andi soal elektabilitas Sandiaga dengan elektabilitas AHY, yang didorong Demokrat menjadi cawapres. Menurut dia, jika AHY lebih ‘menjual’ dari Sandiaga tentu suara Demokrat akan meningkat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Exit mobile version