JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Awas, Tanda-Tanda Krisis Air Mulai Muncul di Sejumlah Desa. BPBD Sragen Sebut 146 Dukuh di 36 Desa Masuk Zona Rawan Krisis 

Warga di Desa Dukuh Tangen terpaksa mengambil air dari ceruk di sungai yang mengering di musim kemarau. Foto/Wardoyo
   
Warga di Desa Dukuh Tangen terpaksa mengambil air dari ceruk di sungai yang mengering di musim kemarau. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM BPBD Sragen mulai memetakan daerah rawan kekeringan dan krisis air di wilayah Sragen. Sebanyak 146 Dukuh 36 Desa di Kabupaten Sragen tahun ini dipetakan masuk kawasan rawan kekeringan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Sragen memprediksi wilayah yang mengalami kekeringan pada tahun ini akan bertambah dari tahun sebelumnya.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Sragen Sugeng Priyono mengatakan berdasarkan pemetaan dan juga permohonan droping air bersih pada musim kemarau tahun lalu, wilayah kekeringan bertambah dua desa.

Data BPBD mencatat, bencana kekeringan tahun lalu melanda 146 dukuh, 36 desa di tujuh Kecamatan di utara Bengawan Solo. Meliputi kecamatan Sumberlawang, Jenar, Miri,  Mondokan, Tangen, Gesi dan Sukodono. Sugeng mengungkapkan, sampai saat ini memang belum ada permohonan droping air bersih dari warga yang masuk kawasan kekeringan.

Baca Juga :  Prestasi Gemilang Bintang Lima dan Terbaik TOP BUMD Awards 2024: Inilah Bukti Keunggulan RSUD dr. Soeratno Gemolong Sragen

Namun menurutnya warga masih mampu untuk membeli air secara mandiri. Droping air bersih sesuai rencana baru akan dilaksanakan pada akhir Bulan Juni, atau ada permohonan warga dalam kondisi darurat kekurangan air bersih.

Selain itu BPBD besok pagi akan melakukan rapat koordinasi dengan intasni lain seperti Dinas Sosial, PDAM dan juga PMI Sragen. Rapat tersebut untuk memetakan wilayah kekeringan termasuk rencana kebijakan menghadapi kekeringan.

“Besok kami akan melakukan rapat kecil dengan PDAM Dinso dan PMI untuk menyamakan persepsi. Utamanya untuk memetakan tambahan wilayah kekeringan. Kalau data kami ada penambahan dikit, tapi besok kita bahas dulu. Asumsi penambahan kami hasil pengecekan wilayah tidak ada air, dan permohonan dari masyarakat untuk pengedropan air di tahun 2018 lalu,” jelas Sugeng Selasa (18/6/2019).

Terpisah Kades Dukuh Kecamatan Tangen, Alif Murwanto mengungkapkan, tanda-tanda kekeringan mulai dirasakan warganya di Desa Dukuh. Seperti sumur warga dan sumber-sumber air yang debitnya mulai berkurang.

Baca Juga :  Puluhan Warga Geruduk Kantor Desa Pilang Masaran Sragen Tolak Pembangunan Tower, Warga: Ini Masalah Kesehatan Kami

Namun demikian menurutnya warga masih dapat memanfaatkan air tersebut untuk mandi dan mencuci. Sementara untuk minum dan memasak warga memang selalu membeli air galon dengan harga Rp 4.000 per galon.

Saat ini warga juga sudah menyiapkan tandon-tandon air di setiap dukuh sebagai antisipasi datangnya sulit air.

“Kalau sekarang belum, tapi kalau bulan 7-8 tidak air warga kami sangat kekurangan air. Tandon air sudah banyak perkebayanan sudah ada, tapi belum ada keluhan kekurangan air dari masyarakat. Warga kami sudah biasa beli air satu galon Rp 4.000 untuk masak. Tapi kalau musim kering satu hari satu desa itu 10 tangki. Harganya satu tangki 350.000 diangkat bareng- bareng,” jelasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com