JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Keren, Aksi Ekstrim Puluhan Warga Penggali Pasir di Sidoharjo Sragen Gelar Upacara HUT RI di Atas Aliran Sungai Bengawan Solo 

Suasana upacara HUT RI di tengah aliran Sungai Bengawan Solo oleh para warga penggali pasir di Desa Sribit, Sidoharjo, Sragen, Sabtu (17/8/2019). Foto/Wardoyo
   
Suasana upacara HUT RI di tengah aliran Sungai Bengawan Solo oleh para warga penggali pasir di Desa Sribit, Sidoharjo, Sragen, Sabtu (17/8/2019). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Momentum peringatan HUT ke-74 RI dimeriahkan dengan cara unik bagi warga di Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Sabtu (17/8/2019) pagi. Sejumlah warga yang berprofesi sebagai penggali pasir di tepi Bengawan Solo desa itu rela menggelar upacara bendera HUT RI di atas aliran Bengawan Solo.

Tak kurang dari 10 pria yang tergabung dalam paguyuban atau pasukan keruk bumi (PKB) di desa itu, tampak antusias menggelar upacara di atas air Bengawan Solo yang mengalir.

Pantauan JOGLOSEMARNEWS.COM , mereka membagi menjadi beberapa barisan. Berdiri di atas ban dijadikan sebagai pelampung mereka saat menggali pasir, pasukan penggali pasir itu kemudian berbaris berdiri di sekeliling tiang bendera merah putih yang ditancapkan di tengah sungai.

Dipandu seorang inspektur upacara yang berenang menggunakan ban, upacara pun dimulai. Layaknya upacara di daratan, upacara di aliran sungai itu pun juga dipandu dengan pembacaan rangkaian protokol.

Termasuk juga ada laporan dari komandan upacara. Bedanya, bendera merah putih tidak dikibarkan namun sudah ditancapkan. Para peserta tinggal menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara serentak.

Baca Juga :  Paguyuban Sahabat Dangkel Bagikan Paket Sembako di Bulan Ramadhan 1445 H Untuk Masyarakat Miskin dan Kurang Mampu Hingga Anak Yatim di Sragen, Kades Purwosuman: Paguyuban Yang Kompak dan Solid Membantu Warga

Meski usia tak muda lagi, mereka yang sehari-hari bergelut dengan aliran bengawan dengan fasih bisa melafalkan lagu kebangsaan secara lancar.

Suasana khidmat pun begitu terlihat saat semua peserta menyanyi sembari menghormat bendera. Warga pun antusias menyaksikan jalannya upacara dari tepian sungai.

Upacara bendera di atas aliran bengawan itu digagas oleh ketua paguyuban PKB, Sukiman Gentho yang sekaligus bertindak sebagai komandan upacara.

“Ide awalnya dari Pak Lurah (Sutaryo), lalu ditindaklanjuti oleh semua paguyuban pasukan keruk bumi. Akhirnya dipilih lokasi di aliran sungai yang enggak begitu deras di Dukuh Semen, Sribit. Alhamdulillah kegiatan bisa berjalan lancar. Senang rasanya Mas,” paparnya.

Salah satu tokoh Desa Sribit, Trimanto mengaku haru dan salut dengan ide ekstrim yang digelar para warganya itu.Ia mengapresiasi kegiatan itu lantaran mereka bisa tergerak merayakan hari kemerdekaan meski di tengah aliran sungai.

“Salut sekali. Ini baru pertama kali dan sangat mengharukan. Mereka yang notabene warga desa dan bergelut dengan sawah maupun air sungai, ternyata tetap semangat nasionalisme yang tinggi,” terangnya.

Senada, Kades Sribit, Sutaryo yang belum lama ini purna tugas, berharap kegiatan itu bisa menjadi teladan sekaligus menumbuhkan jiwa nasionalisme di kalangan warga. Meski tinggal di desa dan bergelut dengan aliran sungai, mereka tetap memiliki jiwa kecintaan terhadap tanap air yang tinggi.

Baca Juga :  Sejarah Lahirnya Persaudaraan Setia Hati Terate & Kisah Inspiratif Ki Hadjar Oetomo

“Mudah-mudahan ini bisa semakin menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan warga untuk bersama-sama guyub rukun mengisi kemerdekaan dengan memajukan Desa Sribit tercinta ini,” tukasnya.

Sekadar tahu, paguyuban keruk bumi itu merupakan wadah bagi warga di tepi bengawan yang selama ini menjadi penggali pasir. Aktivitas penggalian dilakukan oleh sang suami bersama istri masing-masing ketika musim kemarau dan aliran sungai menyurut.

Sembari menunggu masa panen di sawah, mereka menggali pasir di dasar sungai untuk diangkat ke darat dan dijual.

“Kerja menggali pasir pun juga menunjukkan semangat kerjasama. Karena yang suami nanti mencari pasir di tengah sungai lalu dibawa ke tepi. Yang istri nanti menggendong dari tepi sungai ke atas daratan untuk dijual. Sungguh memang bukan pekerjaan yang ringan, tapi mereka mampu melakukan. Dan nyatanya bisa untuk menambah pendapatan dan ekonomi mereka juga,” urai Trimanto. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com