JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pengusutan kasus e-KTP terus berlanjut. Kini, Kokisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru dalam kasus tersebut.
Keempat tersangka adalah anggota DPR Miryam S. Haryani dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Husni Fahmi.
Dua tersangka sisanya berasal dari swasta, yakni Direktur Utama Perum Percetakan Negara dan Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, Isnu Edhi Wijaya dan Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan Korupsi KTP Elektronik,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa (13/8/ 2019).
Saut menuturkan keempat tersangka punya peran berbeda dalam rasuah yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini. Miryam, diduga menerima US$ 1,2 juta sepanjang 2011-2012 terkait proyek ini.
Sejumlah uang itu diberikan oleh Direktur Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan Sugiharto selaku Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Kemendagri. Kedua mantan pejabat itu telah telah divonis 7 tahun dan 5 tahun dalam perkara E-KTP.
“Tersangka MSH meminta uang denga kode uang jajan kepada Irman, permintaan uang tersebut ia atas namakan rekan-rekannya di komisi II yang akan reses,” ujar Saut.
Sementara, KPK menduga Isnu bersama pengusaha Andi Narogong-divonis 13 tahun-melobi Irman dan Sugiharto agar konsorsiumnya dimenangkan dalam lelang proyek E-KTP.
Selain itu, diduga mengalir fee untuk pihak DPR, Kemendagri dan pihak lain. Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp 137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp 107,71 miliar terkait proyek E-KTP ini.
Tersangka ketiga, Husni Fahmi selaku ketua tim teknis dan panitia lelang diduga berperan mengawal konsorsium PNRI untuk dimenangkan dalam proyek ini. Ia juga diduga menerima US$ 20 ribu dan Rp 10 juta dari proyek KTP elektronik ini.
Terakhir, KPK menduga Paulus Tannos bersama Andi Narogong dan pihak lainnya mengatur pemenang proyek ini sejak awal.
Ia juga diduga mengatur fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada
Kementerian Dalam Negeri.