Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Kisah Pilu Perjuangan Hidup 2 Anak Yatim di Klungkung, Sebelum Sekolah Mereka Harus Mencari Sayur Mayur untuk Dijual

NYALAKAN API – Kadek Suardana dan I Komang Juniarta berusaha menyalakan api pada tungku di kediaman mereka di Dusun Payungan, Desa Selat, Klungkung, Selasa (24/9/2019). Tribun Bali/Eka Mita Suputra

KLUNGKUNG, JOGLOSEMARNEWS.COM — Dua orang anak yatim di Klungkung, Bali begitu tegar menghadapi kerasnya hidup. Mereka adalah Kadek Suardana (15) dan I Komang Juniarta (13). Sejak kecil mereka sudah harus hidup mandiri tanpa orangtua.

Hari Selasa (24/9/2019) merupakan hari istimewa bagi mereka. Wakil Bupati (Wabup) Klungkung, Made Kasta dan rombongan berkunjung ke rumah mereka yang sangat sederhana di Dusun Payungan, Desa Selat.

Dengan sopan, keduanya menyalami semua orang yang datang hari itu. Kedua ditinggalkan orangtua sejak kecil sehingga hidup mandiri.

Sebelum berangkat sekolah, keduanya menelusuri sungai untuk mencari sayur-sayuran yang tumbuh liar untuk dijual ke pasar.

Mendengar cerita kakak beradik tersebut, mata Wabup Made Kasta berkaca-kaca.

Ia teringat masa kecilnya yang juga tumbuh besar tanpa kasih sayang ayah dan ibu.

“Saya sangat merasakan apa yang mereka rasakan karena saya juga dibesarkan tanpa kedua orangtua kandung.

Semoga mereka tumbuh dan mampu meraih cita-citanya,” ujar Made Kasta sembari marangkul Suardana dan Juniarta.

Kakak baradik itu lalu melangkah ke dapur yang tak berdinding, sementara atap asbes tampak sudah usang.

Keduanya berusaha menyalakan api di tungku berbahan bata yang ditempeli tanah liat.

Mereka sangat kompak. Sang kakak Suardana meniupkan bara api sampai menyala di tungku. Adiknya mengambil kayu bakar.

“Kadang-kadang kami memasak sebelum ke sekolah, membuat mie instan,” kata Suardana.

Sudah bertahun-tahun kakak beradik tersebut hidup mandiri. Keduanya ditinggal orangtua saat usia masih sangat belia.

Bahkan Kadek Suardana sama sekali tidak mengingat wajah ayah dan ibunya.

Ayahnya, Wayan Astawa meninggal dunia karena sakit-sakitan ketika Kadek Suardana masih berusia 2 tahun.

Saat itu Komang Juniarta belum genap berusia 6 bulan. Ayah mereka sakit-sakitan setelah beberapa kali terjatuh dari pohon kelapa dan pohon nangka.

Semasa hidup, Wayan Astawa mengais rezeki sebagai buruh panjat.

Beberapa hari setelah Wayan Astawan dimakamkan, istrinya Ni Wayan Tini pergi dari rumah meninggalkan dua orang anaknya yang masih kecil.

Suardana dan adiknya pun dirawat sang bibi, Ni Wayan Sadiari.

“Saya tidak ingat wajah ayah saya. Ibu pun tidak pernah lagi pulang ke rumah mencari kami,” ungkap Kadek Suardana yang tampak tegar dengan apa yang ia alami.

Kadek Suardana saat ini duduk di kelas IX SMP N 4 Klungkung. Sementara adiknya I Komang Juniarta kelas VII SMP N 4 Klungkung.

Perjuangan keduanya untuk melanjutkan sekolah luar biasa. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 500 meter. Saban hari mereka berjalan kaki melewati sungai dan persawahan.

“Kadang-kadang ada teman yang menjemput (dengan kendaraan),” ungkap Suardana.

Sebelum ke sekolah, keduanya menyempatkan diri mencari sayur-sayuran yang tumbuh di pinggir sungai seperti pakis, kangkung dan singkong.

Sayur itu diberikan kepada bibinya, Ni Wayan Sadiari untuk dijual di pasar.

Jika tidak mendapatkan sayur-sayuran, keduanya pergi jauh ke tegalan mengumpulkan buah kelapa yang jatuh.

Buah kelapa itu juga dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sang kakak juga kerja sebagai buruh panjat pohon.

“Saya tidak pilih-pilih kerjaan, tidak pernah terlintas rasa gengsi atau sebagainya. Saya bantu bibi dengan menjadi buruh memanjat pohon, walau masih takut dengan kejadian yang dialami bapak saya dulu. Semoga saya selalu selamat,” ujarnya.

Jika dagangan laku, bibinya bisa mendapat Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu setiap hari. Uang itu diberikan kepada Suardana dan adiknya untuk beli buku atau ditabung.

Biaya sekolah ditanggung sekolah. Hanya beli buku tulis dan LKS.

“Kadang beli buku urunan dengan teman sebangku,” ujar Suardana

Kadak beradik ini tercatat sebagai siswa berprestasi, menjadi atlet lompat tinggi di sekolahnya.

Suardana beberapa kali mengikuti Porsenijar. Saat SD juara atletik.

“Saya dan adik ikut lomba loncat jauh,” katanya.

Kadek Suardana bercita-cita menjadi polisi. Adiknya Komang Juniarta berharap menjadi chef atau koki yang andal.

“Kami tetap berharap dapat bersekolah hingga ke jenjang yang tinggi,” ujar Suardana.

Ni Wayan Sadiari bangga terhadap keponakannya itu. Dia tidak mau mereka putus sekolah.

” Saya sudah tua, tidak banyak harapan yang saya inginkan selain ingin melihat mereka berdua sukses saat sudah dewasa,” kata Sadiari dengan mata berkaca-kaca.

Kepala Desa Selat Gusti Lanang Ngurah Adnyana menjelaskan, di Dusun Payungan terdapat 152 kepala keluarga (KK).

Dari jumlah itu, 31 KK tercatat sebagai warga miskin termasuk Kadek Suardana dan Komang Juniarta.

Kakak beradik itu sudah menerima berbagai bantuan dari pemerintah seperti BPJS Kesehatan, beras dan telur dari program keluarga harapan dan sudah diusulkan dapat program bedah rumah dari Pemprov Bali.

Keduanya saat ini tinggal di rumah sangat sederhana dengan kondisi atap rusak dan plafon nyaris jebol.

“Kediaman mereka sudah masuk usulan untuk bedah rumah,” kata Gusti Lanang.

Ia pun berharap ada pihak yang berkenan memberikan bantuan kepada kakak beradik tersebut. Terutama untuk kelanjutan pendidikan mereka.

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Kisah Pilu Perjuangan Hidup 2 Anak Yatim di Klungkung, Kadek Suardana Tidak Ingat Wajah Ayahnya, Artikel Asli

Exit mobile version