KARANGANYAR, JOGLOSEMARNEWS.COM – Lembaga Swadaya Masyarakat Penjaga Nurani Rakyat (LSM Lentera) menuding terjadi dugaan penyimpangan penyaluran bantuan pangan non tunai (BPNT) dalam program keluarga harapan. Dugaan penyimpangan itu langsung dilaporkan ke Presiden RI.
Hal itu disampaikan kepada wartawan, Kamis (19/9/2019). Koordinator LSM Lentera, Heru Santoso mengatakan penyaluran dana program BPNT, ditransfer langsung melalui Bank BNI kepaka kelompok penerima manfaat (KPM) sebesar Rp 110.000 per bulan. Angka tersebut untuk mendapatkan 8 kilogram beras serta 10 butir telur
Namun, berdasarkan laporan yang diterimanya, realita di lapangan, KPM atau warga hanya menerima sebesar Rp 79.000.
Dijelaskan Heru, jika merujuk pada harga pasaran bersa premium yang ditetapkan oleh Bulog pada tahun 2019 ditetapkan sebesar Rp 8.500 serta harga rata-rata telur sebesar Rp 21.000 per kilogram, maka KPM hanya menerima manfaat BPNT berupa 8 kilogram beras dengan harga perkilo Rp 8.500 atau total Rp 68.000.
Kemudian harga 10 butir telur senilai Rp 11.000, atau senilai Rp 79.000. Dengan estimasi itu, pihaknya menghitung aa selisih Rp 31.000. Selisih penggunaan dana itu yang dinilai tidak jelas penggunannnya.
“Kami menduga telah terjadi dugaan penyimpangan dalam penggunaan dan penyaluran dana BPNT yang mulai berlangsung sejak tahun 2017 lalu,” kata Heru, Kamis (19/09/2019).
Mengenai dugaan kerugian negara, Heru mengungkapkan, di Karanganyar, ada sebanyak 56.802 KPM. Jika jumlah KPM tersebut dikalikan Rp 31.000, maka potensi jumlah kerugian negara dalam sekali penyaluran, sebesar Rp 1,726 miliar.
“Dugaan kerugiannya cukup besar. Karena anggaran yang dikucurkan ini berasal dari dana APBN dan program pemerintah pusat. Maka kami langsung melaporkannya kepada Bapak Presiden,” tandasnya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi wartawan, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Karanganyar, Agus Heri Bindarto menjelaskan bahwa jatah beras harganya disesuaikan dengan harga pasar. Sedangkan untuk telur, tetap 10 butir.
Heri juga mengakui, jika nila bantuan non tunai sebesar Rp 110.000 tersebut, tidak digunakan sepenuhnya untuk membeli paket berupa beras dan telur. Nilai bantuan tersebut, memang masih dikurangi komponen biaya lain.
Seperti biaya supplier, biaya e warung, serta biaya kemasan.
“Jadi nilai bantuan tersebut, tidak sepenuhnya dibelikan beras dan telur, tapi harus dikurangi dengan berbagai komponen biaya lain. Ini sudah kami jelaskan. Sebelumnya mereka hanya tahu dapat segitu (Rp110.000 red),” terangnya. Wardoyo