Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Tapa Pendem 5 Hari 5 Malam Viral di Medos, Ini Cerita Lengkap Dari Mbah Pani

Mbah Pani yang telah tuntas menjalani ritual topo pendem dikeluarkan dari liang pertapaan, Jumat (20/9/2019) sore. (Tribunjateng.com/Mazka Hauzan Naufal)

PATI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Ritual tapa atau topo pendem yang dilakukan Supani alias Mbah Pani (63) selama lima hari telah selesai dan viral di medis sosial.

Tribunjateng.com menemui Mbah Pani di kediamannya, satu hari setelah ia tuntas melaksanakan ritual topo pendem alias topo ngeluwang selama lima hari penuh.

Dalam ritual tersebut, Mbah Pani dikafani dan dikubur layaknya jenazah di dalam sebuah liang pertapaan di dalam rumahnya di Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

Selama melakoni topo pendem, menurut pengakuan Mbah Pani, ia tidak makan, tidak minum, tidak tidur, dan tidak buang air.

Viralnya ritual yang dilakoni Mbah Pani ini sontak memancing pro-kontra masyarakat.

Di kolom-kolom komentar media sosial, mudah ditemukan perdebatan mengenai hal ini.

Pihak yang kontra umumnya mempertanyakan keislaman Mbah Pani.

Dalam perdebatan panjang mengenai keabsahan ritual tersebut dalam ajaran Islam, banyak yang menduga, Mbah Pani meninggalkan kewajiban salat lima waktu ketika melakoni ritual kejawen tersebut.

Namun, ketika ditanya tentang hal ini, Mbah Pani menegaskan bahwa dirinya tetap salat ketika bertapa.

“Ya salat lah. Tapi wudunya tidak pakai air.

Saya tayamum pakai tanah.

Ya menurut keyakinan saya lah, saya usap-usapkan (ke anggota tubuh yang perlu diusap saat tayamum).

Salat ini tidak saya lupakan.

Sebab ini kewajiban orang Islam,” terang Mbah Pani, lagi-lagi dalam bahasa Jawa.

Mbah Pani mengaku, dirinya memang kurang piawai berbahasa Indonesia.

Informasi yang kami dapat dari pihak keluarga, setiap waktu salat wajib tiba, keluarga akan memberitahukannya pada Mbah Pani melalui lubang pralon yang terpasang di liang pertapaan.

Melalui lubang pralon tersebut, sebuah tali tambang menghubungkan Mbah Pani dengan “dunia luar”.

Satu ujung tali terikat pada tangan kirinya, ujung lainnya berada di luar liang kubur.

Jika keluarga hendak menyampaikan waktu salat, tali tersebut akan ditarik-tarik sebagai kode.

Mbah Pani menerangkan, selain salat wajib, ia juga melaksanakan salat sunnah ketika melakoni topo pendem.

“Salat hajat dan tahajud kalau malam hari. Saya jalankan terus sekuat saya,” ucapnya.

Mbah Pani mengaku tidak ada wirid khusus yang ia baca selama menjalani ritual. Ia baca surat dalam Al-Qur’an maupun kalimah thoyyibah yang ia ketahui.

“Wirid sebisa-bisanya saya. Sebab saya bukan orang pintar. Saya bukan kiai.

Sebisanya saya baca, entah itu al-Fatihah atau lainnya.

Yang jelas saya meminta kekuatan dari Allah SWT. Yang paling saya percayai ya Allah SWT.

Alhamdulillah saya kuat (menjalani ritual ini). Saya senang,” ungkap Mbah Pani dengan wajah semringah sembari mengelus dada.

Oleh tetangga, Mbah Pani dikenal taat beribadah.

Ia senantiasa salat berjamaah di Mushola Al-Ikhlas, musala setempat.

Hal ini disampaikan Sutoyo, Carik Desa Bendar sekaligus tetangga Mbah Pani, ketika diwawancarai pada Senin (16/9/2019) lalu.

“Dia selalu di musala. Setiap waktu salat dia azan. Salat lima waktu selalu di musala,” ujarnya.

Kiri ke kanan: Sri Khomaidah, Mbah Pani, dan Suyono ketika dijumpai di kediaman keluarga Mbah Pani, Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Sabtu (21/9/2019) siang. (Tribunjateng.com/Mazka Hauzan Naufal)

Suyono, anak tiri Mbah Pani, menyadari, di samping yang mendukung, pasti banyak masyarakat di luar sana yang tidak setuju dengan ritual yang dilakoni bapaknya.

Untuk itu, mewakili pihak keluarga, ia meminta maaf.

“Kami minta maaf kalau ada yang tidak sepaham. Niat beliau hanya ingin meningkatkan ketakwaan pada Allah. Kasihan beliau,” ujarnya, Sabtu (21/9/2019).

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Mbah Pani Ceritakan Ritual yang Dijalani saat Topo Pendem, Tiap Azan Berkumandang, Ini yang Terjadi, Artikel Asli

Exit mobile version