JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Solo

Kekuatan Silaturahmi dan Ronda, Efektif Tangkal Kriminalitas di Dunia Nyata Hingga Hoaks di Dunia Maya

   
Aktivitas ronda memiliki banyak manfaat, selain untuk menjaga keamaan lingkungan, juga bisa dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi antar tetangga. Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bagus Ahmad (27), beranjak dari tempat duduknya, Rabu (23/10/2019) malam. Ia bergeser mendekati dua orang tetangganya. Buru-buru Bagus menunjukkan tayangan video di gawai setelah mendapat perhatian dari Irawan Sapto, 27, Octanandia, 27,dan Sidiq Priyadi, 30. Ia memperlihatkan video yang menunjukkan pertikaian antara aparat polisi dan sejumlah pemuda di jalanan yang muncul di fitur WhatsApp Stories.

Bagus yakin video itu tak direkam oleh sang pengunggah, yakni rekannya bernama Danu. Meski tak punya bukti jelas, ia yakin video itu menampilkan peristiwa yang terjadi di tengah berlangsungnya demonstrasi menolak RUU KUHP dan RUU kontroversial lainnya di Jakarta pada Selasa (26/9/2019) lalu. Laki-laki yang setiap harinya bekerja sebagai penjual pakaian di taman kota Kabupaten Karanganyar itu menyalahkan
sikap polisi yang tiba-tiba menarik baju seorang pemuda di sepeda motor.

“Salah siapa pak polisi sembarangan main tarik baju. Akhirnya menyulut emosi dan dajar oleh [pemuda] yang lain. Bahkan sedikit kelihatan jika dia [polisi] kena tikam,” ujar Bagus kepada para tetangga rumahnya di Desa Ngijo, Tasikmadu, Karanganyar yang tengah sama-sama menjadi petugas ronda malam.

Octi terpancing dengan pernyataan Bagus. Ia kemudian ikut membuka video yang menunjukkan aksi kekerasan yang juga diduga dilakukan oleh oknum polisi kepada para demonstran pada September lalu. Octi mendapati video itu dari time line Facebook. Setelah melihat video, buruh pabrik tekstil itu menilai aparat bertindak terlalu berlebihan saat menghadapi para demonstran.

“Saya juga menemukan video kekerasan. Gila sekali itu polisi ada yang tega mengeroyok mahasiswa. Di antara mereka bahkan ada yang hajar mahasiswa pakai tongkat,” tutur Octi.

“Saya juga sempat melihat video itu di Story WhatsApp teman. Seharusnya polisi tak melakukan tindakan brutal seperti itu ya?” timpal Sidiq.

Hanya Irawan yang tak terprovolasi. Ia pun meminta Bagus, Octi dan Sidiq untuk membuka lebih lebar pikiran mereka. Laki-laki yang saben hari bekerja sebagai pelaksana Humas di salah satu rumah sakit swasta di Solo tersebut berpendapat, ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi di lokasi kejadian yang tak
terekam video. Ia mencontohkan terkait kasus polisi yang menghentikan laju pengendara sepeda motor. Menurutnya, bisa jadi sebelum menarik baju, polisi itu melihat adanya pelanggaran atau tindakan mencurigakan yang dilakukan oleh sang pengendara sepeda motor.

“Alangkah baiknya kita rajin mencari tahu dulu sebelum membuat kesimpulan, siapa yang salah dan siapa yang benar? Jika asal menilai, bisa jadi kita sedang melakukan fitnah yang bisa merugikan banyak pihak. Bukan tidak mungkin si pengendara itu diduga adalah pelaku teror sehingga harus dihentikan polisi,” jelas Irawan.

Baca Juga :  Desak Pemakzulan Jokowi,  Aksi Demo di Depan Balaikota Solo Diwarnai Aksi Bakar Ban

Irawan membagikan pengalaman, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengonfirmasi kebenaran akan informasi yang diterima atau ditemui di media sosial. Paling gampang, menanyakan langsung kepada pihak yang mengirim atau mengunggah konten itu. Apabila mereka tak mampu memberikan penjelasan, ia menyarankan para penerima pesan bisa memanfaatkan mesin pencarian.

“Saya cerita apa yang saya lakukan selama ini. Jika tak mendapatkan jawaban atau sudah merasa penasaran, saya biasanya langsung buka Google. Cari informasi di berita. Informasi yang dimuat di media massa seharusnya sudah terverifikasi sehingga dapat dipercaya,” jelas Irawan menceritakan perbincangan yang terjadi saat mengikuti ronda malam kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (28/10/2019).

Terkait semakin mudahnya informasi diterima masyarakat di era digital sekarang ini, Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Soloraya, Niken Satyawati, mengimbau masyarakat untuk lebih bersabar. Ia berharap masyarakat mau mencari kebenaran suatu kabar dan pintar dalam memilah informasi yang ingin disebar. Literasi di era digital merupakan suatu kebutuhan yang harus dimiliki agar masyarakat mengenal bagaimana sebuah informasi dikonstruksi. Apabila literasi rendah, sangat mudah bagi pembaca dibohongi dengan berita hoaks, berita maupun informasi yang dibuat seolah-olah meyakinkan.

“Kami terus mendorong adanya pemanfaatan media sosial secara positif di masyarakat, sehingga antarkelompok masyarakat dari berbagai daerah di Tanah Air, terutama di Soloraya ini bisa saling menginspirasi, menggugah, membangun dan berempati. Kami berharap masyarakat dapat berperan aktif mencegah pecah belah NKRI akibat memunculkan informasi keliru,” jelas Niken, Senin.

Sementara itu, peneliti dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Adriana Grahani, memandang masyarakat Indonesia perlu mempertahankan budaya silaturahmi sebagai upaya untuk menangkal hoaks. Di Jawa atau Soloraya pada khusunya, masyarakat bisa memanfaatkan kebiasaaan nongkrong di
angkringan atau tempat makan, rutin hadir dalam pertemuan RT/RW, kegitan PKK, termasuk menjalankan aktivitas ronda malam. Dosen Fakultas Hukum UNS itu menyebut, silaturahmi dapat mengurangi tensi didunia maya. Paling utama, silaturahmi dapat dijadikan sebagai ajang verifikasi informasi.

“Salah satu upaya efektif untuk mengangkal hoaks adalah silaturahmi. Hal tersebut bisa mengurangi tensi si dunia maya karena seringkali hoaks dapat memecah persaudaraan, apalagi terkait politik dan SARA,” jelas Adriana.

Adriana membeberkan hasil penelitian yang penah ia lakukan terkait penanganan media sosial di wilayah Soloraya. Adriana mengatakan tujuh daerah di Soloraya memiliki cara tersendiri untuk menangani konflik di media sosial. Dia mengapresiasi pemerintah daerah di Soloraya yang telah memanfaatkan beberapa aplikasi seperti WhatsApp, SMS gateway, SMS center untuk menganai konflik di media sosial. Namun di sisi anggaran, Adriana mengatakan, hanya Pemkab Karanganyar dan Pemkab Sragen yang pada 2018 telah menyediakan dana khusus untuk penanganan persoalan di media sosial.

Baca Juga :  Boneka Jokowi Dibakar Pendemo di Kota Solo, Tuntut Pemakzulan Presiden

Hoaks kini telah menjadi sebuah fenomena sosial dan kultural yang menggelisahkan karena masyarakat semakin kesulitan membedakan mana yang fakta dan mana yang fiksi. Hoaks harus dilawan bersama-sama,” jelas Adriana.

Adriana menyayangkan masih ada pihak yang memanfaatkan media sosial secara kontra produktif. Padahal apabila media sosial dimanfaatkan secara bijak, bakal ada seribu kebaikan yang bisa diraih. Hal ini sudah terbukti. Dampak positif pemanfaatan media sosial kini telah mempengaruhi berkembangnya marketplace yang mempertemukan penjual dan pembeli, e-commerce, UMKM yang memanfaatkan promosi online, ojek online, hingga mampu membuka peluang usaha baru.

“Semua harus mewaspadai media sosial telah disesaki oleh informasi hoaks, informasi palsu dan bahkan informasi keliru. Informasi yang berkembang di media sosial itu memiliki daya rusak yang dahsyat karena penyebarannya bisa sangat cepat dan mampu mengunggah emosi sangat kuat,” tutur Adriana.

Dari sudut pandang lain, Ketua Pengurus Harian (PH) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo, K.H. Subari, mengimbau masyarakat untuk lebih waspada kerena di era digital saat ini masyarakat bisa dengan menyebarkan hoaks, fitnah, namimah, gosip, maupun ujaran kebencian meski tanpa diniati atau tanpa disengaja. Sesuai petunjuk Alquran, ia menganjurkan masyarakat, khususnya umat muslim untuk rajin melakukan tabayyun atau klarifikasi saat memperoleh informasi.
Tabayyun bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
bersilaturahmi hingga menemui orang yang dianggap lebih tahu.

Dalam upaya menekan penyebaran informasi buruk, MUI telah mengeluarkan Fatwa No. 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. “Di dalam Fatwa itu diterangkan soal larangan atau haram hukumnya bagi umat muslim yang bermuamalah di media sosial melakukan
ghibah, yaitu penyampaian informasi faktual tentang seseorang atau kelompok yang tidak disukainya,” terang Subari.

Diwawancara terspisah, Kapolresta Solo, AKBP Andi Rifai, memberikan lima tips bagi masyarakat untuk bisa mengidentifikasi hoaks, yakni hati-hati jangan terpancing judul berita bernada provokasi, jika pakai media internet mesti cermati alamat situsnya, periksa fakta, cermati keaslian foto, gambar, video yang dimuat, serta carilah berita pembanding. Andi menyampaikan ciri-ciri berita hoaks salah satunya yakni mengakibatkan kecemasan, permusuhan, kebencian. Triawati PP

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com