JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Bagian (2) Menguak Mitos Mengerikan di Kampung Anti Sinden Singomodo Jenar Sragen. Penggarap Tanah Tiba-tiba Sekarat Sampai Mobil Rombongan Santri Mendadak Kempes 4 Ban 

Makam Syekh Nasher atau Eyang Singomodo di Dukuh Singomodo, Kandangsapi, Jenar, Sragen. Foto/Wardoyo
   
Makam Syekh Nasher atau Eyang Singomodo di Dukuh Singomodo, Kandangsapi, Jenar, Sragen. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Mitos soal kesakralan kampung anti sinden (penyanyi perempuan) di Dukuh Singomodo RT 5, Desa Kandangsapi, Jenar, Sragen memang menyimpan banyak cerita mencengangkan.

Saat berbincang dengan JOGLOSEMARNEWS.COM , sejumlah sesepuh di dukuh dan desa itu membeber banyak kisah soal beberapa pelanggar aturan yang kemudian langsung mendapat petaka.

Selain kisah warga yang konon disebut langsung meninggal setelah nekat membunyikan lagu sinden atau nanggap sinden, kisah serupa konon disebut juga pernah menimpa beberapa pengunjung yang pernah berada di Kampung Singomodo.

Sang juru kunci makam Syekh Nasher atau Eyang Singomodo, Mbah Slamet (65) menuturkan para pelanggar atau yang berbuat mencoba berniat jahat di wilayah Kampung Singomodo pun juga konon tak luput dari ganjaran petaka.

“Dulu pas zaman penjajahan, londo (Belanda) masuk ke sini. Tanah kan dikapling-kapling. Nah ada warga yang nekat nggarap kaplingan dan nrabas wilayah areal batas larangan itu. Langsung mecicil (sekarat). Marine ya dijalukne apuro lan donga ke makam syekh nasher itu (sembuhnya ya dimintakan maaf dan doa ke makam syekh nasher),” ujar Mbah Slamet kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .

Tak hanya itu, juru kunci yang juga perangkat di Desa Kandangsapi itu menuturkan cerita soal petaka juga pernah menimpa pengunjung Makam Syekh Nasher atau Eyang Singomodo yang tak menaati aturan.

Baca Juga :  Dua Kali Panen Padi Melimpah Dan Harga Jual Tinggi, Pemerintah Desa Bedoro Sragen Akan Menggelar Sholawat Bersama Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf. Bentuk Rasa Syukur Pada Allah

Suatu ketika ada yang tidak berwudhu dan membatin hal-hal jelek saat berziarah di areal makam Syekh Nasher, maka tak jarang akan langsung kejadian.

“Yang sering itu kadang kalau menyepelekan nggak wudhu, tahu-tahu nanti kalau duduk pasti nggak betah karena tiba-tiba ada semut di bawahnya. Padahal peziarah lain yang wudhu juga nyaman-nyaman saja. Nggak tahu datangnya (semut) dari mana. Itu sering terjadi. Makanya yang ziarah disarankan memang wudhu dulu dan nggak boleh mbatin yang enggak-enggak,” tuturnya.

Mbah Slamet, juru kunci makam Syekh Nasher alias Eyang Singomodo. Foto/Wardoyo

Mbah Slamet kemudian menguraikan cerita soal petaka bagi pengunjung yang melanggar aturan pernah menimpa sopir travel pengantar rombongan ziarah ke makam Syekh Nasher asal Jatim beberapa tahun lalu.

Ia menuturkan sopir itu disewa untuk mengantar kyai pengasuh sebuah Ponpes yang kala itu mengajak santrinya berziarah ke makam Syekh Nasher.

“Ceritanya sopirnya itu nggak turun. Dia nunggu di mobil sambil leyeh-leyeh dan nyetel musik klenengan di mobil. Saat itu nggak terjadi apa-apa. Tapi saat perjalanan pulang sampai Mantingan, tiba-tiba 4 ban mobilnya langsung kempes dan kecelakaan. Untungnya nggak ada korban. Dia cerita juga kaget kok bisa-bisanya semua roda tiba-tiba kempes. Ia sangat bersyukur masih dilindungi dan nggak sampai fatal, karena bisa saja mobil masuk jurang dan jatuh banyak korban. Setelah kejadian itu, ia sering ziarah dan berdoa ke makam Syekh Nasher. Malah akhirnya makin dipercaya oleh kyai itu untuk mbawa rombongan-rombongan ziarah ke sini. Sekarang mobil sewanya sudah empat,” urai Mbah Slamet.

Baca Juga :  Berkah Hari Raya Idul Fitri Toko Pusat Oleh-oleh di Sragen Diserbu Pembeli

Sesepuh di Dukuh Singomodo yang juga Kadus Kandangsapi, Bopo Hartono (61) menuturkan kisah kesakralan Makam Syekh Nasher dan Kampung Singomodo memang barangkali tak bisa terlogika. Akan tetapi hal itu memang nyata terjadi dan hanya berlaku di satu RT yakni RT 5 Singomodo atau wilayah yang masuk batas areal sekitar Makam Syekh Nasher.

“Yang dianggap wingit (sakral) ya cuma satu RT yaitu di RT 5 atau RT Mbah Modo (Syekh Nasher atau Eyang Singomodo) itu saja. Kalau di RT lain juga kehidupannya biasa. Boleh nanggap klenengan, tayub dan sinden. Yang jelas sampai sekarang hal itu memang masih diyakini warga di RT Mbah Modo,” tuturnya. (Wardoyo/Bersambung) 

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com