JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Belasan Warga Bonagung Ungkap Sudah Bayar Sertifikat PTSL Antara Rp 1,5 Juta- Rp 22,5 Juta. Rame-rame Buat Pernyataan Tuntut Uang Kembali! 

Salah satu warga Bonagung, Tanon saat menunjukkan surat pernyataan menuntut uang pembayaran sertifikasi tanah mereka dikembalikan. Foto/Wardoyo
   
Salah satu warga Bonagung, Tanon saat menunjukkan surat pernyataan menuntut uang pembayaran sertifikasi tanah mereka dikembalikan. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Kisruh karut marut pelaksanaan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen mencuatkan fakta baru.

Sejumlah warga peserta PTSL 2018 itu mengungkap bahwa mereka membayar antara Rp 1,5 juta hingga Rp 22,5 juta.

Setelah tahu bahwa sertifikat mereka diproses lewat PTSL dan kini dalam masalah, mereka pun rame-rame menuntut ke pihak desa untuk mengembalikan biaya yang sudah dibayarkan.

“Kami sudah bayar Rp 22,5 juta untuk pemecahan satu bidang jadi lima sertifikat. Dulu awalnya diajukan Prona tahun 2010 atas nama simbah dipecah lima. Tapi nggak jadi-jadi. Nah kemarin ditarik perbidang Rp 4,5 juta. Kami kira diikutkan reguler tapi ternyata dimasukkan ke PTSL ini. Kan sudah nggak benar, makanya kami ini buat surat pernyataan bermateri intinya minta uang kami dikembalikan,”ujar Sutarto, salah satu warga Bonagung, Rabu (20/11/2019).

Nasib serupa diungkapkan Painem. Proses pemecahan bidang tanah yang dipecah jadi empat atas nama kerabatnya, juga ditarik biaya total Rp 6 juta atau Rp 1,5 juta perbidang.

Empat sertifikat itu atas nama Sukirman, Marjuki, Wartini dan Painem Hadi. Menurutnya, dirinya oleh panitia memang diminta membayar Rp 1,5 juta per sertifikat dan sudah dibayar Rp 1,8 juta sebagai uang muka.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen
Foto/Wardoyo

Senada, Karsono, warga RT 25, Bonagung juga mengungkapkan dari 11 bidang tanah milik keluarganya yang dibalik nama dan dipecah lewat PTSL, dirinya diminta membayar masing-masing Rp 2 juta perbidang. Sehingga total semua keluarganya membayar Rp 22 juta.

“Kami nggak tahu, pokoknya dulu ngajukan ikut sewalik (balik nama) dan ingin pecah. Terus disuruh mbayar Rp 2 juta per sertifikat. Semua keluarga saya total bayarnya Rp 22 juta. Uangnya ya direwangi cari utang. Makanya kalau tahu ternyata itu diikutkan PTSL harusnya bayarnya , ya kami minta uang kami kembali,” tuturnya.

Warga lain, Suyatno (37) warga Dawetan RT 17, Bonagung juga sudah membayar Rp 4 juta untuk pengurusan dua bidang tanahnya. Ternyata ia juga baru tahu jika sertifikat itu diproses lewat PTSL.

Para warga itu, tadi siang berkumpul bersama warga lain yang merasa ditarik reguler di atas kewajaran tarif PTSL. Mereka masing-masing kemudian membuat surat pernyataan ditulis tangan lengkap dengan materai.

Foto/Wardoyo

Surat pernyataan itu kemudian diserahkan ke kuasa hukum warga, Sularto Hadi Wibowo. Sularto kepada wartawan mengatakan surat pernyataan itu nantinya akan digunakan sebagai dasar menuntut pengembalian biaya sesuai dengan yang sudah dibayarkan ke panitia desa.

Baca Juga :  Tingkatkan Pembangunan Desa Toyogo Sragen, Blesscon Kucurkan Dana CSR

“Rata-rata mereka memang nggak tahu kalau ternyata sertifikatnya diikutkan program PTSL. Nah setelah menerima sertifikat dan ternyata diproses PTSL, mereka nggak terima kenapa PTSL ditarik biaya reguler. Kemudian sebagian juga ternyata sebelumnya sudah sertifikat dan dibaliknama atau dipecah lewat PTSL. Ada juga yang dulu sudah diikutkan Prona karena nggak jadi-jadi ini diikutkan PTSL lagi. Padahal juga sudah sertifikat, kan malah tambah nggak karu-karuan pelanggarannya. Makanya sesuai keinginan mereka menuntut uang kembali, kami diminta membantu mendampingi mereka,” terangnya.

Kepala BPN Sragen, Agus Purnomo saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan bahwa ada sekitar delapan sertifikat yang sementara ditemukan bermasalah di PTSL Bonagung. Sertifikat itu akan ditarik dan dilakukan pembenahan.

Soal langkah hukum dari warga, pihaknya tak akan menghalangi. Namun jika memang masih bisa diselesaikan kekeluargaan, hal itu dinilai lebih baik.

Sementara, mantan Kades Bonagung, Suwarno sebelumnya memastikan untuk PTSL semuanya yang mengurusi ada panitia sendiri. Ia menyebut jika mencuatnya persoalan ini, lebih karena imbas politik pasca Pilkades. Wardoyo

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com