Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Cerita Horor Keganasan Perlintasan Kereta Ngebuk Gemolong Sragen. Sudah Banyak Renggut Nyawa, Warga Desak PT KAI Buatkan Palang Pintu 

Kondisi mobil pikap ringsek usai digasak kereta api Joglosemar Kerto di perlintasan tanpa palang pintu di Ngebuk, Kwangen, Gemolong, Sragen, Rabu (6/11/2019). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Kecelakaan maut yang menewaskan satu korban jiwa di perlintasan kereta api tanpa palang di Ngebuk, Kwangen, Gemolong, Rabu (6/11/2019), memantik keprihatinan warga.

Insiden yang menewaskan pengemudi mobil pikap bernama Sugeng (40) asal Soko, Miri, Sragen akibat tertabrak KA Joglosemar Kerto itu seolah membuka memori warga soal keganasan perlintasan tanpa palang yang menghubungkan jalur Solo-Purwodadi dengan jalan menuju Miri tersebut.

Data yang dicatat JOGLOSEMARNEWS.COM , dalam kurun dua bulan terakhir, sudah ada dua korban meninggal akibat tergasak kereta api di lintasan itu dan perlintasan terdekatnya.

Jumlah itu akan makin besar jika menilik insiden kecelakaan maut di lokasi yang sama dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan menurut warga sekitar, perlintasan tanpa palang Ngebuk, memang menjadi salah satu perlintasan yang ganas dan sering memakan korban jiwa.

“Sudah sering Mas, kecelakaan di sini dan banyak yang meninggal. Karena ini termasuk perlintasan yang ramai. Tapi mengapa dari pihak terkait nggak pernah mau memasang palang pintu. Akhirnya warga yang jadi korban,” papar Suratman (45), salah satu warga Kwangen, Gemolong kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (7/11/2019).

Ia menuturkan lokasi perlintasan Ngebuk memang cukup ramai dilintasi pengendara maupun warga. Apalagi jika memasuki hari raya, kepadatan penyeberang cukup tinggi.

Sementara setiap hari, lokasi itu kosong tanpa penjagaan.

Kadang hanya ada satu orang tukang ojek yang mengawasi meski tak stand by sepanjang hari.

Hal itulah yang membuat kerawanan akan kecelakaan di lokasi itu, makin meningkat. Tak hanya tanpa palang, kondisi perlintasan yang menanjak, membuat pengendara terkadang terlena dan langsung tancap gas menyeberang serta lupa jika perlintasan itu tidak ada palangnya.

“Yang bahaya yang nyebrang dari jalan raya. Karena posisinya nanjak, apalagi kereta api sekarang itu suaranya nggak banter kayak dulu. Kadang orang lupa langsung naik dan nyeberang begitu saja.  Dari sana gak dengar dan begitu sudah di tengah rel baru tahu ada kereta lewat,” tukasnya.

Babinsa Kelurahan Kwangen, Zaidi (50) juga menilai lokasi perlintasan Ngebuk, Kwangen itu memang sangat rawan kecelakaan. Karenanya ia juga berharap banyaknya kecelakaan dan korban jiwa di lokasi itu, bisa menjadi pertimbangan pihak terkait baik Dishub atau PT KAI untuk memasang palang pintu.

“Karena di sini jalan ramai. Tidak ada pengawasan dan penjaga sama sekali,” tukasnya.

Supono, warga Miri yang sering melintasi perlintasan itu, juga mendesak pentingnya palang pintu di Ngebuk, Kwangen.

“Kalau nggak dikasih palang ya begini, selamanya akan terus membawa korban. Ini juga masih wilayah Indonesia Pak, masa hanya masangi palang pintu saja kok nggak mau. Kebangetan,” tukasnya.

Sementara sejumlah petugas PT KAI yang ditemui di lokasi perlintasan Ngebuk, enggan memberikan komentar.

“Kami nggak punya wewenang Ma, nanti malah kesalahan. Kami hanya petugas lapangan, kalau sudah urusan kebijakan itu sudah di atas sana,” ujar petugas bernama belakang NO itu. Wardoyo

 

Exit mobile version