Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Sekaten Keraton Yogyakarta Tanpa Pasar Malam, Sultan HB X Ungkap Alasan dan Beberkan Sejarah 

pasar malam sekaten
Raja Keraton Yogyakarta Hamengku Buwono X bersama Forkompimda DIY di sela-sela pembukaan Pameran Sekaten. Tempo.co

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Raja Keraton yang juga Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X membuka pameran Sekaten, Jumat petang (1/11/2019). Dalam kesempatan tersebut Sri Sultan mengkisahkan sepenggal riwayat Sekaten dari masa ke masa, dan alasannya menghentikan sejenak Pasar Malam yang biasa mengiringi tradisi Sekaten.

“Pada masa Wali Kota Yogyakarta yang pertama, Brontokusmo, Sultan HB IX merestui usulan memeriahkan tradisi Sekaten. Pemerintah kota diperkenankan menyelenggarakan Pasar Malam dan perhelatan budaya rakyat di Alun Alun Utara, tanah keprabon dalem,” ujar Sultan.

Saat itu, ujar Sultan, ayahandanya merestui Sekaten diikuti Pasar Malam dengan syarat digelar secara mandiri dan tidak membebani APBD. Lalu sejak itulah, sebelum digelar tradisi Sekaten sebagai hajat dalem Keraton, digelar dulu Pasar Malam dan kreasi budaya rakyat.

Bahkan pada tahun 1960, untuk pertama kali diselengarakan Pasar Malam internasional Sekaten nan meriah, untuk memperingati dua abad berdirinya Negara Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tonggak sejarah perayaan dwi abad itu bisa dilihat dari bangunan di Wisotowarso Alun-alun Utara, yang merupakan hibah dari Pemerintah Amerika serta bangunan Sasono Hinggil Dwi Abad di Alun-alun Selatan yang merupakan hibah Pemerintah Rusia saat itu.

Sultan Hamengku Buwono menyaksikan koleksi wayang dalam pameran Sekaten. Acara ini memamerkan benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan Sultan Hamengku Buwono I. TEMPO.co

Dua bangunan bersejarah itu, ujar Sultan, menjadi satu tanda jika Yogyakarta kala itu menjadi simbol perdamaian dua kekuatan adi kuasa dunia, antara Amerika dan Rusia.

Begitupun pada perayaan Pasar Malam Sekaten saat itu, sampai dimeriahkan dengan atraksi kesenian dan peragaan hasil pembangunan, yang juga dimanfaatkan untuk pameran kegiatan bisnis dan industri.

Pasar malam Sekaten saat itu diharapkan dapat menggugah inovasi agar terbentuk komunitas seniman dan UMKM yang maju dan mandiri,” ujar Sultan.

Tradisi Pasar Malam untuk Sekaten itu pun diizinkan diteruskan beberapa tahun kemudian karena masih berjalan baik. Karena saat itu dari para pelaku pasar malam berusaha menjaga mutu produk. Baik dalam gelar seni dan pameran, maupun komoditas bisnis termasuk pengaturan panggung seni, ruang pamer, dan penataan ruang dagangannya.

“Namun selama satu dasawarsa ini, mutu yang diharapkan dari Pasar Malam Sekaten agar bisa menjadi daya tarik wisatawan, terkesan ditinggalkan. Sehingga dampaknya malah mengurangi kesakralan Sekaten sebagai wahana syiar Islam,” ujar Sultan.

Oleh sebab itu, ujar Sultan, bertolak dari kenyataan itu pihak Keraton berembug dengan Pemerintah Kota Yogyakarta. Lalu diputuskan Pasar Malam Sekaten untuk sementara tahun ini ditiadakan dan digelar dua tahun sekali.

Kebijakan jeda Pasar Malam Sekaten ini, ujar Sultan, nyaris serupa langkahnya untuk pedagang kaki lima Malioboro. Yang mengistirahatkan transkasi dagangannya setiap Selasa Wage. “Di sini (Alun-alun Utara) juga butuh jeda sejenak sambil mencari bentuk yang sesuai khittoh Sekaten,” ujar Sultan.

Liburnya pasar malam tahun ini, Sultan menuturkan akan diisi dengan penyelenggaraan Sekaten selain untuk kegiatan syiar keagamaan, juga diisi catatan sejarah dan karya cipta bertemakan Sultan HB I sebagai peletak dasar budaya Mataraman.

 

Exit mobile version