
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda lipat brompton oleh jajaran Dirut dan jajaran direksi di maskapai Garuda Indonesia telah dilimpahkan ke pihak berwenang.
Dalam hal ini, Kementerian BUMN menyerahkan unsur pelanggaran pidana oleh mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Ari Askhara dan beberapa direksi lainnya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
“Itu urusan Bea Cukai,” ujar Arya Sinulingga di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Arya menjelaskan, kasus penyeludupan yang dilakukan oleh direksi Garuda Indonesia sudah sampai tahap penyidikan oleh Dirjen Bea dan Cukai.
Sehingga, ia menuturkan, pihaknya percaya dengan proses yang dijalankan oleh lembaga yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut.
“Kalau sudah masuk ranah penyidikan jadi sudah masuk ranah sana, Bea Cukai,” ucap dia.
Arya pun menuturkan terus berkoordinasi dengan Garuda Indonesia dan Bea Cukai terkait perkembangan kasus ini.
Terkait denda yang dijatuhkan oleh Kementerian Perhubungan kepada Garuda sebesar Rp 25 juta sampai Rp 100 juta, Arya belum bisa memberikan tanggapan. Sebab, ia mengaku belum menerima informasi dari Kementerian Perhubungan.
“Belum dapat kabar,” ungkapnya.
Sementara itu, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menjelaskan, saat ini pihaknya tengah melakukan pendalaman kasus penyelundupan Harley Davidson. Jika ditemukan unsur pidana, maka penyidik Bea Cukai langsung membawanya ke pengadilan, tidak lewat polisi.
“Itu kalau disimpulkan ada pidana,” kata dia.
Berdasarkan tinjauan Kementerian Keuangan, harga Harley Davidson tersebut di pasar berada di kisaran Rp 200-800 juta per unit. Sementara harga sepeda Brompton berada di kisaran Rp 50-60 juta per unit.
Menteri BUMN Erick Tohir sebelumnya menyinggung akan melakukan pendalaman terkait kasus penyeludupan yang dilakukan Ari Askhara dengan jajaran Direksi Garuda. Sehingga ia menduga hal ini bisa dibawa ke ranah pidana.
“Jadi bukan
hanya perdata tapi juga pidana. Ini yang memberatkan,” ujar Erick Thohir
di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2019).