Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Manajer PT DMST Sragen Beberkan Kondisi Kelesuan Ekonomi Dampak Pasar Bebas. Produksi Terpaksa Dikurangi Hingga 30 %, Buruh Pun Harus Diaplus 

Ilustrasi korban PHK

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Situasi usaha di perusahaan dan pabrik-pabrik besar di Sragen mulai goyah. Menurunnya daya beli masyarakat dan kelesuan ekonomi dampak perdagangan bebas serta perang dagang Amerika dan China, menjadi faktor pemicu yang membuat sejumlah pabrik besar berorientasi ekspor mulai kelimpungan.

Hal itu diungkapkan Manajer PT DMST I Bumiaji, Gondang, Sragen, Hendra Wangsa Sasmita Atek. Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , ia mengatakan situasi usaha saat ini memang agak menurun.

Menurutnya hal itu dipicu beberapa faktor. Pertama, daya beli masyarakat yang menurun, kemudian dampak perang dagang USA dan China turut berimbas pada kondisi ekonomi. PT DMST sendiri bergerak di bidang tekstil dan berorientasi ekspor.

“Lalu efek perdagangan bebas juga membuat produk-produk luar negeri begitu deras masuk ke negara kita. Akibatnya, produk kita sedikit banyak juga terdampak,” paparnya Minggu (8/12/2019).

Ia menguraikan membanjirnya produk luar negeri, akhirnya berimbas pada menurunnya permintaan utamanya dari pasar asing.

Hal itu berdampak pada penurunan omset yang akhirnya membuat pabrik harus mengurangi kapasitas produksi. Di perusahaannya yang bergerak di bidang tekstil, terpaksa juga harus mengurangi produksi hingga 30 persen.

“Kalau biasanya produksi 100 persen, sekarang tinggal 70 persen. Karena permintaan memang turun,” terangnya.

Akibat penurunan kapasitas produksi, manajemen juga terpaksa harus menerapkan kebijakan terhadap para buruh. Ia menyebut untuk menekan biaya produksi, saat ini terpaksa menerapkan aplus masuk buruh.

Namun ia memastikan tidak sampai melakukan PHK, pemutusan kontrak ataupun merumahkan mereka.

“Semua masih kerja, cuma kita aplus. Masuknya dioglang, supaya semua tetap bisa kerja. Semua mesin tetap kita jalankan,” tandasnya.

Kondisi itu diperkuat pernyataa. Ketua SPSI Sragen, Rawuh Suprijanto. Akhir November lalu, ia sempat mengungkapkan lesunya ekonomi membuat banyak pabrik-pabrik di Sragen yang mulai merumahkan buruhnya.

Data yang tercatat di SPSI, total ada sekitar 4.000 lebih buruh yang sudah dirumahkan sejak tiga bulan lalu.

Menurut Rawuh, sepinya order dan lesunya perekonomian menjadi alasan pabrik-pabrik itu memutuskan merumahkan buruh-buruh mereka.

“Saat ini kondisi perusahaan-perusahaan sedang sakit. Dengan bukti sudah ada 4.000 buruh yang saat ini sudah dirumahkan,” paparnya.

Rawuh menguraikan ribuan pabrik yang dirumahkan itu terdeteksi berasal dari tujuh pabrik di Sragen. Mayoritas adalah pabrik-pabrik tekstil seperti BATI, DMST 1 hingga 3.

Hampir semua buruh yang dirumahkan itu adalah buruh dengan status kontrak. Sehingga secara posisi, mereka juga lemah untuk bisa menuntut pesangon.

“Rata-rata pasrah dan nggak nuntut. Lha gimana wong statusnya hanya kontrak,” terangnya.

Rawuh menambahkan aksi PHK massal itu terjadi rata-rata karena pabrik beralasan order sepi dan perekonomian lesu.

“Rata-rata alasannya sedang sepi sehingga harus mengurangi buruh,” tukasnya.

Terpisah, Plt Kepala Disnaker Sragen, Sarwaka mengaku sejauh ini belum ada laporan pasti dari perusahaan-perusahaan soal gelombang PHK besar-besaran itu.

Namun ia berharap jika memang ada kelesuan produksi, sebisa mungkin agar perusahaan tak sampai memberhentikan atau merumahkan pekerja.

“Kalau laporan resmi belum ada. Coba nanti kami akan cek ke lapangan. Harapan kami kalau bisa sesulit apapun kondisinya, jangan sampai ada PHK,” tukasnya. Wardoyo

 

Exit mobile version