SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Potret miris bangunan musala yang memprihatinkan mencuat di Desa Pagak, Sumberlawang, Sragen.
Musala itu bernama Al Hidayah yang berada di Dukuh Mojosari tepatnya di RT 25. Tempat ibadah yang berada di pekarangan milik Ngadimin (61) itu kini dalam kondisi bikin ngelus dada.
Betapa tidak, bangunan yang selama ini menjadi andalan untuk beribadah warga itu kini dalam kondisi sudah reyot.
Dari pantauan JOGLOSEMARNEWS.COM , bangunan musala berkonstruksi papan dan bambu nan usang itu berukuran 6 x 6 meter. Musala itu terletak di tanah yang diwakafkan oleh orangtua Ngadimin, Mbah Asmuri.
Tak hanya dinding yang sudah usang, semua ornamen musala pun juga tampak sudah rapuh. Konstruksi musala yang tak lagi tegak, menjadi penanda bahwa bangunan lawas itu sudah berdiri puluhan tahun.
Kondisi di dalam pun juga setali tiga uang. Berbeda dengan masjid atau musala modern yang berlantai mengkilap atau granit, musala Al Hidayah masih bertahan dengan tegel zaman dulu yang sebagian sudah tak lekat dan jebol.
Di dalam musala tua itu, terdapat beberapa buku- buku dan kitab suci Alquran di dalam almari butut.
Sejumlah perlengkapan salat seperti mukena, sajadah, peci, dan baju batik orang dewasa, juga tersedia di tempatnya yang sangat sederhana.
Ngadimin mengisahkan musala itu memang bangunan lama yang dulu didirikan oleh almarhum bapaknya, puluhan tahun silam.
Meski sangat memprihatinkan, hingga kini keberadaan musala itu masih digunakan untuk beribadah keluarganya serta beberapa warga setempat.
“Ini wasiat dari orang tua istri saya. Dulu pernah berpesan pada saya agar terus mendirikan salat dan merawat musala ini. Meski Bapak sudah meninggal, Alhamdulilah disini masih digunakan untuk salat berjamaah,” kata Ngadimin, Minggu (8/12/2019).
Menurut Ngadimin, ia dan warga masih mempertahankan bangunan mushola tersebut karena amanah orangtua.
Selain itu, lokasi musala itu juga nyaman dan dinilai punya aura menenangkan karena di bawah pepohonan dan perkebunan jagung.
“Ya dulu ramai sekali Mas, karena di sini musala sejak dulu ya ini. Dan yang punya juga bapak saya di tuakan di kampung ini. Sebenarnya pingin renovasi Nas akan tetapi saya tidak ada biaya,” jelasnya.
Ia menyampaikan sebenarnya renovasi pernah dilakukan tahun 1999. Namun kala itu, renovasi hanya dilakukan dengan mengganti kayu-kayu yang dianggap rapuh.
“Soalnya meski sederhana, musala ini masih buat berjamaah apa lagi kalau bulan ramadhan luar biasa ramenya,” ujarnya.
Perihal kondisi bangunan yang hampir roboh, Ngadimin mengaku sebenarnya juga khawatir akan keselamatan. Namun dirinya hanya bisa pasrah dan berdoa semoga tetap diberikan perlindungan.
“Was-was juga Mas, terutama ketika pas salat. Tapi ya kita berdoa saja semoga baik-baik saja. Kalau fasilitas masih seperti dulu, ada sumur, tempat wudhu, dan listrik sudah ada. Hanya saja yang belum ada pengeras suara sama karpet,” tukasnya. Wardoyo