JOGLOSEMARNEWS.COM Nasional Jogja

Rencana Pembangunan Jalan Tol Yogyakarta – Solo Desa Selomartani, Kalasan Jadi Pintu Masuk Jalan Tol

   
Jalur Tol Yogyakarta-Solo yang melintas di kawasan Yogyakarta. Tribunjogja.com | Santo Ari

SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM — Sosialisasi pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Solo dilakukan oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Kamis (12/12/2019).

Sosialisasi dilakukan di desa yang menjadi pintu masuk tol Yogyakarta-Solo yakni di Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan. Ada dua dusun yang terdampak di Selomartani yakni dusun Pondok dan Senden 1.

Sementara yang terdampak paling banyak adalah lahan pertanian. Salah satunya adalah adalah tanah pertanian milik Subandrio (44) warga dusun pondok, Selomartani.

Dari pengamatannya selama sosialisasi, ia mendapati bahwa seluruh lahan pertanian miliknya yang seluas 460 m2 akan terdampak pembangunan Jalan Tol. Padahal menurutnya tanah itu adalah tanah produktif.

“Kalau segi produktifitas memang tinggi. Saat musim hujan bisa memanen padi dua kali, kalau saat kemarau bisa menanam cabai atau tembakau dan bisa panen dua kali. Jadi dalam setahun bisa panen empat kali,” ujarnya.

Namun demikian, ia bersama warga lainnya akan mendukung program pembangunan jalan tol ini. Selama warga mendapatkan ganti untung yang setimpal.

“Kalau nilainya bisa lebih, maka kita bisa beli lahan di lokasi lain. Kami ingin punya lahan pertanian lagi. Karena selama ini petani menjadi mata pencaharian utama,” imbuhnya.

Sementara itu, Sumadi, Ketua RT 01 dusun Pondok mengatakan di wilayahnya ada sembilan warga yang terdampak pembangunan tol. Dan salah satunya adalah rumah usaha.

“Sampai saat ini warga masih akan melihat harga dari appraisal,” ujarnya.

Ia mengatakan harga tanah pekarangan rata-rata Rp 2,5 juta per meter dan yang di pinggir jalan bisa lebih dari itu.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (PTR) DIY, Krido Suprayitno mengatakan jika ada petani yang lahannya terdampak seluruhnya, maka akan dilakukan pendampingan setelahna.

“Ada pendampingan, uangnya nanti akan diberdayakan dengan yang produktif dengan program pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Pilihan lainya adalah pemanfaatan tanah kas desa (TKD) yang bisa digunakan oleh warga terdampak, sepanjang yang bersangkutan mengajukan izin kepada pemerintah desa.

“Contoh dimanfaatkan ke pertanian. Kalau itu untuk usaha produktif kenapa tidak? Tentu tanpa mengubah fungsi. Pemerintah desa akan memperhatikan ini kerena untuk pemberdayaan masyarakat,” imbuhnya.

Baca Juga :  Gagal Curi Motor di Rusunawa di Yogya, Remaja Asal Semarang Ini Diarak Massa ke Kantor Polisi

Lebih lanjut Krido menjelaskan bahwa terdapat 162 bidang yang terdampak di Selomartani. Dari jumlah tersebut, paling banyak adalah lahan pertanian sedangkan bangunan rumah yang terdampak langsung berjumlah sekitar 30-an unit.

Di desa ini juga tidak terdapat fasiltas umum yang terdampak, seperti masjid atau makam.

“Di Selomartani ada 162 bidang, hanya saja pemiliknya lebih dari 162, sekitar ada 175 pemilik. Satu bidang bisa dimiliki dua orang,” paparnya.

Selain itu di Selomartani ternyata terdapat banyak mutasi tanah, ada sekitar 30an mutasi.

“Masih ada tanah yang atas nama pemilik lama. Sehingga ada beberapa orang yang belum diundang dalam sosialisasi ini, karena yang diundang adalah pemilik lama,” ujarnya.

Maka dari itu selama dua minggu ke depan, tim satgas lapangan akan menyelesaikan validasi tanah terhadap kepemilikan tanah yang berhak dan terbaru.

Setelah semua bidang sudah terdata dengan benar maka langkah selanjutnya adalah konsultasi publik.

Tahapan selanjutnya adalah penetapan lokasi terbit, baru ada kegiatan lapangan berupa pemasangan patok dan appraisal.

“Appraisal itu setelah penlok, kurang lebih maret 2020. Semakin cepat masyarakat mendukung, maka semakin cepat pembayaran sesuai paraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Ia pun mengimbau agar masyarakat dapat mendampingi dan hadir dalam pematokan dan appraisal. Karena yang mengetahui berapa nilai tanah dan bangunan adalah pemiliknya sendiri, bukan orang lain.

Termasuk jika itu adalah bangunan usaha, akan ada poin-poin sendiri dalam menentukan harganya. Lebih lanjut, pertanyaan warga yang sering terlontar dalam sosialisasi adalah bagaimana jika tanah atau rumah yang terdampak hanya sebagian saja.

Terkait hal tersebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Tol Yogyakarta-Solo dan Yogyakarta-Bawen, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Wijayanto mengatakan bahwa kalau itu tanah dan luas yang tidak terkena proyek jalan tol di bawah 100 meter, maka akan tetap dibebaskan.

Jika bangunan rumah yang terkena separuh, maka itu juga tetap akan dibebaskan.

Baca Juga :  Leptospirosis Tewaskan 1 Warga di Sleman, 8 Lainnya Terpapar

“Lalu jika tanah itu tidak punya akes, misalnya du belakang tanahnya itu jurang dan di depannya tidak ada akses lagi, meskipun sisa tanahnya masih besar maka akan ikut dibebaskan. Dan jika sisa tanah yang terdampak tidak beraturan, misal terpotong jadi segitiga sehingga tidak bisa dimanfaatkan, maka sisanya akan dibebaskan,” urainya.

“Selain itu, misalnya dalam satu RT itu kena semua dan tinggal satu rumah. Maka tugasnya pak lurah untuk membuat surat ke ketua tim pengadaan tanah untuk dilakukan peninjauan. Nanti kalau memang benar-benar terisolasi ya harus dibebaskan, kita bayar,” imbuhya.

Proses pembebasan nanti, warga yang terdampak akan dibayar, dan mereka tidak akan direlokasi. Masyarakat lah yang secara mandiri dibebaskan mencari tempat tinggal baru, atau membeli tanah di lokasi lain.

“Karena kalau direlokasi seakan-akan pemerintah mengatur, maka uang kita serahkan silakan cari lahan atau rumah sendiri setelahnya,” ungkapnya.

Ilustrasi jalan tol. Foto/Istimewa

Belum Ada yang Menolak

Pemda DIY menyebut hingga saat ini belum ada warga terdampak proyek tol Solo-Yogya-Bawen yang keberatan dengan rencana pembangunan ini. Hanya saja, tim persiapan menemukan beberapa lahan atau bidang yang status kepemilikannya belum jelas.

“Saat ini, belum ada yang menolak rencana pembangunan jalan tol ini. Namun, kami menemukan beberapa lahan atau bidang tanah statusnya belum pasti, “kata Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji, Kamis (12/12/2019).

Baskara Aji menjelaskan jumlah bidang atau tanah yang status tanahnya belum jelas ini tidak begitu banyak.

Namun, karena masuk di saerah perkotaan maka warga biasanya segera memproses sertifikat.

“Mereka secara sukarela mensertifikatkan lahan. Ada yang milik keluarga dan dipecah menjadi milik banyak orang, ” kata Aji.

Dia menyebutkan, sosialisasi untuk proyek tol ini terus berjalan.

Setelah menyelesaikan sosialisasi di Bokoharjo, Pemda DIY kemudian melakukan sosialisasi di Selomartani.

“Selama sosialisasi ini ada dialog. Ada yang bertanya kalau tanahny ken sedikit apakah bisa dibeli seluruhnya. Ada yang menanyakan kalau terdampak bagaimana dan sebagainya, ” jelasnya.

www.tribunnews.com

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com