JOGLOSEMARNEWS.COM — Belum lama ini grup rebana dari Ponpes Roudhotus Sholihin Demak mengiringi lagu toleransi saat perayaan Natal di Gereja Katolik Mater Dei Semarang. Tak lama kemudian peristiwa tersebut langsung viral di media sosial.
Pengasuh Roudhotus Sholihin Desa Loireng, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Abdul Qodir menjelaskan kenapa santrinya tampil dalam perayaan Natal tersebut.
Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin menampilkan rebana untuk mengiringi lagu toleransi saat perayaan Natal di Gereja, dengan maksud tujuan realisasi toleransi bergama di Indonesia.
Pengasuh Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, Abdul Qodir mengatakan, di ponpesnya para santri ditanamkan nilai keberagaman sejak dini.
Pesantren memiliki visi inklusif, yang berarti tidak hanya memahami sebuah perbedaan tetapi menerima sebuah keberagaman dan perbedaan.
“Salah satu implementasinya ya dengan terlibat langsung kegiatan sosial seperti di satu Gereja Katolik Mater Dei Semarang, kemarin,” kata Abdul Qodir saat ditemui Tribun Jateng di Pondok Pesantren Desa Loireng, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Kamis (26/12/2019).
Ia bercerita, kerapkali mengajak santrinya untuk melakukan kunjungan ke tempat ibadah di berbagai agama, Nasrani, Hindu, Budha bahkan aliran kepercayaan.
Pernah ajak santrinya kunjungi Seminari Mertoyudan Magelang, Budhinastri Mendut dan lainnya.
“Bahkan dalam waktu dekat ini kami akan kunjungi Keuskupan Agung Purwokerto dan Padepokan Wulan Tumanggal di Bojong Tegal, sebuah aliran kepercayaan kejawen,” terangnya.
Abdul Qodir juga terlibat aktif dalam Komunitas Persaudaraan Lintas Agama Semarang.
Ia menjelaskan kegiatan sosial yang ia dan santrinya dengan komunitas lintas agama sudah ia lakukan sejak empat tahun yang lalu.
Upaya tersebut tidak lain merupakan kegiatan kemanusiaan, ikut merasakan kegembiraan saat saudara setanah air kita merasa bahagia.
“Indonesia ini sedemikian kaya dan beragam, namun marilah kita cari yang sama saja, srawung dan bercanda bersama,” terang alumni Al Azhar Studi Aqidah Filsafat dan CRCS UGM tersebut.
Abdul Qodir menjelaskan, delapan santrinya yang memainkan rebana di Gereja Katolik Mater Dei Semarang kemarin, (25/12) bukan saat iringan Misa Natal.
Melainkan rebana dimainkan saat mengiringi lagu toleransi dan menyambut kehadiran Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Tembang yang dimainkan yaitu Nandur Rukun, Ilir-ilir, Turi Putih dan lainnya.
“Saat prosesi ibadah berlangsung, kami berada di ruang transit yang sudah disediakan panitia. Jadi kami mengiringi lagu sebelum dan sesudahnya, tak lain untuk menjaga proses peribadatan berlangsung dengan khusyuk dan khidmad,” jelasnya.
Dia memahami apa yang dilakukan bersama santrinya mendapat tanggapan beragam. Nggak masalah. Namun Abdul Qodir meyakinkan bahwa apa yang dilakukan dalam rangka untuk berkomunikasi dan merawat kebinekaan.
“Secara kelembagaan, PBNU mengucapkan selamat Natal melalui websitenya, Muhammadiyah tidak melarang, dan MUI juga tidak mengeluarkan larangan,” jelasnya.
Ia menyadari setiap orang memiliki prinsip dan panutan masing-masing, namun jangan sampai memaksakan pendapatnya paling benar dan menganggap yang dilakukan orang lain salah.
Upaya menerima keberagaman dan perbedaan tersebut ia tanamkan kepada santrinya yang saat ini berkisar seratusan santri tingkat SMP dan SMA.
“Penting untuk ditanamkan sejak dini tentang nilai keberagaman, karena bisa saja setelah lulus dari pesantren, kuliah ke luar negeri dan berinteraksi secara langsung. Pada akhirnya menerima suatu keberagaman merupakan sebuah tuntutan,” jelasnya.
Harapannya bagi santri, bisa hafal Alquran dan punya sikap terbuka terhadap diskursus keilmuan lain.