Site icon JOGLOSEMAR NEWS

DPD IMM Jateng Desak Kepala SMAN 1 Gemolong Sragen Dicopot. IMP Pati Minta Dinas Lebih Serius Tindaklanjuti Kasus Teror Rohis ke Siswi Tak Berjilbab

Sejumlah aktivis dari berbagai komunitas saat menyampaikan keprihatinan mereka terhadap kasus intimidasi jilbab di SMAN 1 Gemolong, Sabtu (11/1/2020). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Kasus teror Rohani Islam (Rohis) terhadap siswi yang tak pakai jilbab di SMAN 1 Gemolong, mengundang perhatian dari sejumlah elemen.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Tengah, bahkan mendesak Kepala Sekolah SMAN 1 Gemolong, dicopot lantaran dinilai gagal memberikan kenyamanan bagi siswa belajar tanpa ada diskriminasi di sekolah itu.

Desakan itu disampaikan Sekretaris Umum DPD IMM Jateng, Mario Prakoso, Minggu (12/1/2020). Ia mengaku prihatin dengan kasus intimidasi kepada siswi tak berjilbab oleh Rohis di SMAN 1 Gemolong.

Hal itu diperparah dengan sikap para guru dan unsur di sekolah yang dinilai tak memberikan perlindungan namun justru menyudutkan siswi yang menjadi korban intimidasi.

“Maka dari itu, kami IMM Jateng mendesak agar Kepala SMAN 1 Gemolong dicopot dan diganti. Karena dia telah gagal menjalankan tugasnya menciptkan suasana sekolah yang nyaman untuk siswa. Bagaimana siswa bisa nyaman, kalau sekolah, guru justru mendukung pemaksaan,” paparnya Minggu (12/1/2020).

Tidak hanya Kepsek, Mario juga meminta guru Pembina Rohis harus dimutasi. Sebab ia memandang, sistem yang berkembang di sekolah itu tidak toleran terhadap keberagaman.

Ia khawatir, jika Kepsek dan pembina Rohis tidak dimutasi, maka sistem yang berkembang di SMAN 1 Gemolong tidak akan pernah menghargai kebhinnekaan yang ada.

“Kami melihat ada upaya cuci tangan dari Kepsek, Dinas Pendidikan dengan menyebarkan opini bahwa kasus ini sudah selesai damai. Padahal faktanya, siswa yang menjadi korban intimidasi masih tertekan dan sampai 3 hari nggak mau masuk. Respon dan tidaklanjut dari sekolah dan dinas juga belum jelas. Ini sangat memprihatinkan dan kami mengecam keras,” tukasnya.

Ia menduga kasus pemaksaan serupa sudah lama terjadi di SMAN 1 Gemolong. Hanya saja selama ini tidak banyak siswa yang mau mengungkap.

Senada, Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Pati, Fatekhah Herlyana Elsasari memandang masalah tersebut tak bisa dianggap sepele.

Sebab intimidasi hijab itu terjadi di sekolah negeri yang notabene menjadi wadah dan mengakomodir siswa dengan berbagai keberagaman.

Menurutnya, sekolah negeri harusnya tak bisa memaksakan syariat karena sekolah negeri secara prinsip lebih heterogen.

“Kecuali sekolah swasta yang bernafaskan Islam, kebijakan itu bisa diterapkan. Kalau sekolah negeri itu harusnya jadi wadah menyatukan keberagaman dan perbedaan siswa,” terangnya.

Ia berharap agar pihak terkait, dinas pendidikan bisa segera menindaklanjuti kasus di SMAN 1 Gemolong. Sebab jika dibiarkan maka akan mengganggu psikis dan mental siswa yang masih punya jangkauan panjang ke depan.

Kepala Cabang Dinas Wilayah Jateng VI, Eris Yunianto mengatakan sudah memanggil semua unsur Kepsek, Wakasek, Guru Pembina Rohis di SMAN 1 Gemolong. Ia sudah meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh terkait standar operasional prosedur (SOP) kegiatan keagamaan siswa di sekolah itu.

“Iya tadi kami memanggil semua unsur dari Kepsek, semua Wakasek, Pembina Rohis, guru PAI SMAN 1 Gemolong. Semua dalam konteks pembinaan internal. Intinya kami minta sekolah untuk mengevaluasi SOP kegiatan keagamaan dan pembinaan siswa. Dievaluasi semua. Termasuk di dalamnya dai yang dihadirkan dan sebagainya,” papar Eris seusai pertemuan di kantornya, di Karanganyar, Jumat (10/1/2020).

Ia menguraikan pihak sekolah sudah diminta menyiapkan konstruksi SOP pembinaan dan kegiatan sebaik mungkin.

Orientasinya adalah bagaimana membangun ekosistem sekolah yang arahnya pada pendidikan karakter siswa yang pancasilasis, berjiwa NKRI dan bisa hargai perbedaan.

“Saya sudah minta besok harus sudah ada langkap. Tadi Pak Danramil juga sudah siap memberi pembinaan,” terangnya.

Eris menguraikan penanganan masalah tersebut tidak bisa secara instan. Pasalnya masalah menyangkut keagamaan sangat sensitif sehingga penyelesaian pun harus hati-hati.

Ia menekankan yang terpenting adalah bagaimana sekolah tetap menjamin anak-anak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik.

Kemudian meminimalisir dampak psikologis dan menumbuhkan kembali semangat siswa untuk belajar seperti sedia kala.

“Tadi sudah dijamin Pak Kepala Sekolah. Toh antara kedua belah pihak sudah dipertemukan dan saling memaafkan. Biarkan mereka berinteraksi,” terangnya.

Eris juga menyampaikan dari pihak Rohis memang sudah mengakui kesalahan. Ia memandang hal ini menjadi bagian dari pendewaasaan.

“Anak-anak SMA itu kan masih bertumbuh dan dalam proses mencari jati diri. Yang terpenting dan harus kita utamakan adalah bagaimana tidak mematahkan semangat dia untuk belajar. Semuanya dilindungi,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version