JOGLOSEMARNEWS.COM Edukasi Akademia

Gagas Konsep Low Carbon, Mahasiswa UNS Juarai Urban Motion 3.0 ITB

mahasiswa asal Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) FT UNS, Difa Ayu Balqist, yang mempersembahkan gelar bagi UNS bersama timnya dalam ajang Urban Motion Vol 3.0 'Resiliensi di Era Disrupsi' Institut Teknologi Bandung (ITB). Humas UNS
   

SOLO, JOGLOSEMARMEWS.COM– Usai mahasiswa asal Program Studi (Prodi) Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta meraih juara 2 dalam ajang AFAIR (Architecture UI Fair) 2020, kini giliran mahasiswa asal Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) FT UNS, Difa Ayu Balqist, yang mempersembahkan gelar bagi UNS bersama timnya dalam ajang Urban Motion Vol 3.0 ‘Resiliensi di Era Disrupsi’ Institut Teknologi Bandung (ITB).

Difa yang tergabung bersama Aretha Dewi Amandanisa dari Prodi PWK Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Nurhadiana dari Prodi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Najmuddin Haikal Fikri dari Prodi Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Sinta Aulia dari Prodi PWK Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) berhasil meraih kategori best presentation dalam ajang tersebut.

Dalam ajang yang digelar pada 17-18 Januari 2020 bertempat di Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB, Difa terlebih dahulu mengirimkan esainya yang berjudul ‘Inovasi Kebijakan Konsep Low Carbon City dengan Studi Kasus Kota Surakarta, Sukoharjo, dan Karanganyar’ sebagai idenya untuk mengharapkan suatu kota yang berketahanan atau ‘resilience.’

“Kebetulan untuk lomba kemarin secara individu dengan melampirkan esai mengenai subtema yang dipilih. Kebetulan saya memilih subtema ecological control. Nah, dari sekian banyak peserta, diambil 60 peserta dengan esai terbaik untuk mengikuti motion summit di ITB,” ujar Difa, Jumat (24/1/2020).

Baca Juga :  Keseruan Melihat Anak Hariamau Benggala di Solo Safari Saat Libur Lebaran

Lebih lanjut, Difa mengatakan bahwa dalam Urban Motion 3.0 tersebut, Difa bersama timnya bersama-sama membedah akar permasalahan dan memberikan solusi mengenai tema yang diberikan.

“Kami diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Masalah ini berkaitan dengan subtema kami yaitu ecological control dengan grand topic ‘Pengurangan Emisi Karbon`. Kami diminta untuk menyusun pohon masalah (Core Problem, Primary Issue, dan Secondary Issue) setelah didapatkan masalahnya sampai ke akar,” jelas Difa.

Usai membedah akar masalah, ia bersama timnya diarahkan untuk menyusun pohon tujuan yang berisi solusi dari permasalahan yang ada dengan dibimbing melalui workshop dan diskusi panel yang diberikan oleh coach (influencer/ pembicara) sesuai dengan bidangnya.

Setelah melalui tahap bimbingan, selanjutnya Difa bersama timnya mempresentasikan pohon masalah tersebut di depan para peserta dan juga coach untuk selanjutnya ditentukan pemenangnya.

Saat ditanya mengenai esai yang berhasil mengantarkannya masuk ke dalam 60 besar, Difa berujar bahwa dalam esai yang ia tulis berisi konsep suatu kota yang resilience atau kota yang berketahanan. Tujuannya adalah agar kota tersebut dapat berketahanan dengan perubahan-perubahan yang ada seiring berkembangnya jaman

“Kalau latar belakangnya berkaitan dengan tema, dimana pada saat ini kita telah memasuki era disrupsi, yaitu adanya perubahan fundamental yang sejatinya bisa terjadi kapan saja sehingga memberikan dampak yang signifikan terhadap seluruh aspek tatanan kehidupan. Oleh karenanya, suatu kota diharapkan dapat menjadi kota yang resilience, yaitu kota yang berketahanan dengan adanya perubahan-perubahan yang beriringan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan perkembangan zaman,” tambah Difa.

Baca Juga :  Diduga Penyakit Jantung Kumat, Pengemudi Kijang Oleng Hingga Tabrak Lapak Pedagang Buah di Kawasan Pasar Klewer Solo

Bagi mahasiswa Prodi PWK FT UNS tersebut, konsep Low Carbon City perlu didukung dengan adanya langkah untuk mengurangi emisi dari transportasi umum, konsep green building, pengurangan penggunaan energi, penambahan ruang terbuka hijau (RTH), dan penggunaan energi terbarukan.

Namun, dalam implementasinya Difa menemui sejumlah permasalahan. Salah satu contohnya, Difa mengatakan adanya pengalihfungsian lahan menjadi bangunan. Padahal, sebuah kota/ kabupaten setidaknya harus memiliki RTH sebesar 30%.

Oleh sebab itu, ia mengusulkan adanya kebijakan insentif dan disinsentif sebagai cara untuk menetapkan kewajiban dalam menerapkan konsep green building dalam membangun suatu bangunan.

“Kalau dari esai saya judulnya mengarah ke kebijakan, otomatis dengan ditetapkan adanya kebijakan insentif dan disinsentif atau kalau bisa peraturan dari pemerintah ini akan lebih bagus. Tentunya hal itu akan sangat membantu pengaplikasiannya. Sebagai contoh semisal pemberlakuan pajak yang lebih rendah bagi pabrik yang telah menggunakan konsep green industri dan menggunakan energi terbarukan dalam pengolahan produknya,” pungkasnya. Triawati PP

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com