Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Penghapusan Tenaga Honorer Bertahap, Bukan Memberhentikan, Melainkan Merapikan Status Kepegawaiannya dalam 3 Skema Ini

Puluhan perwakilan honorer K2 Sragen saat hendak berangkat ke Jakarta guna bergabung dalam aksi demo besar-besaran menuntut diangkat PNS, Senin (29/10/2018). Foto/Wardoyo

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Pemerintah akan menghapus tenaga honorer di instansi pemerintah secara bertahap hingga tahun 2023. Opsi yang ditawarkan pemerintah adalah honorer dipersilakan mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan mengikuti ujian pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB Setiawan Wangsaatmaja menyatakan, penghapusan tersebut bukan berarti memberhentikan tenaga honorer, melainkan merapikan status kepegawaiannya dalam tiga skema.

Skema pertama, kata dia, honorer yang masih berusia di bawah 35 tahun bisa mengikuti ujian seleksi CPNS, sedangkan yang berusia lebih dari 35 tahun bisa mengikuti ujian PPPK. Sementara, honorer yang tidak lolos seleksi CPNS dan PPPK akan diberi kesempatan bekerja asalkan dibutuhkan pemerintah daerah dan digaji sesuai dengan upah minimum regional (UMR).

Penataan tenaga honorer telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai PPPK.Pada pasal 99 beleid tersebut diatur bahwa tenaga non-PNS masih bisa melaksanakan tugas paling lama lima tahun setelah aturan itu terbit. PP Manajemen PPPK diterbitkan pada November 2018.

“Kita punya waktu transisi lima tahun yang berlaku sejak 2018. Dalam jangka waktu itu diharapkan mereka mengikuti prosedur untuk mengikuti seleksi,” kata Setiawan dalam konferensi pers di kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta, Senin (27/1).

Sejak diterbitkannya PP Manajemen PPPK, seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah diberikan waktu lima tahun untuk membenahi struktur kepegawaian. Pejabat pembuat komitmen juga dilarang mengangkat pegawai non-PNS atau non-PPK untuk mengisi jabatan aparatur sipil negara (ASN).

“Setelah pembenahan, status kepegawaian hanya PNS dan PPPK, atau yang tidak lulus seleksi dua-duanya maka diserahkan ke pemerintah daerah masing-masing dengan besaran UMR,” katanya.

Setiawan mengaku belum tahu sampai kapan gaji UMR diberikan kepada tenaga honorer. Kementerian PAN-RB akan melakukan pembahasan lebih lanjut bersama kementerian terkait. Kata dia, pemerintah juga akan membahas solusi lain bagi honorer yang tidak lulus CPNS dan PPPK. “Akan dipikirkan, mereka akan diberikan pelatihan menjadi pengusaha atau apa. Kami punya rencana dan kami akan bahas.”

Kementerian PAN-RB akan memberikan prioritas bagi guru, dosen, dan tenaga kesehatan dari eks-tenaga honorer KII untuk ikut seleksi CPNS atau PPPK. Namun, Setiawan menegaskan hal tersebut bukan berarti tenaga honorer lainnya tak diperbolehkan mengikuti seleksi CPNS dan PPPK.

Dia mengatakan, tenaga administrasi sudah cukup mendominasi dalam kepegawaian, yakni 39 persen atau 1,67 juta dari 4,28 juta ASN. “Jadi, untuk sekarang sampai tiga atau lima tahun ke depan, tenaga administrasi ini akan kita kontrol betul, sangat selektif betul,” ungkapnya.

Pemerintah lebih membutuhkan ASN yang bisa memberikan percepatan-percepatan dalam berbagai sektor. Oleh karena itu, kebutuhan pegawai lebih ke pegawai teknis daripada administrasi.

Setiawan mengatakan, total eks-tenaga honorer K-II yang belum diangkat sampai saat ini sekitar 483 ribu pegawai. Untuk guru honorer sebanyak 157.210 orang, dosen 86 orang, dan tenaga kesehatan 6.091 orang.

Sedangkan, honorer di bagian administrasi mendominasi dari komposisi eks tenaga honorer K-II, yakni mencapai 269.400 pegawai. “Intinya, eks tenaga honorer K-II didorong menjadi CPNS atau PPPK lewat seleksi,” ujar dia.

Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas menilai penghapusan tenaga honorer merupakan langkah awal yang cukup tepat untuk perampingan birokrasi. “Namun harus disertai solusi bagi tenaga honorer yang masih ada,” kata Yaqut, Senin (27/1).

Ia mengingatkan, pemerintah pusat untuk meningkatkan sinerginya dengan pemerintah daerah. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan agar program pemerintah pusat dapat berjalan optimal di daerah.

Masih dibutuhkan

Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Prof Nurdin Abdullah menegaskan, tidak akan ada penghapusan tenaga honorer di daerahnya. Sebab, Pemerintah Provinsi Sulsel masih membutuhkan tenaga honorer. Apalagi, kemampuan keuangan daerah juga mencukupi untuk menggaji honorer.

“Honorer tidak usah ragu, karena itu kebijakan provinsi kabupaten/kota yang tergantung kemampuan, jadi jangan dipikirkan lagi,” katanya ,akhir pekan lalu.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, pun telah menegaskan belum akan menghilangkan tenaga honorer. Sebab, PP 49 Tahun 2018 masih memberikan ruang bagi pemerintah daerah mempekerjakan honorer hingga 2023. Pemda pun akan melakukan kajian kebutuhan pegawai agar ruang bagi honorer tetap terbuka hingga 2023.

Sambil merekrut PPPK, Pemkab Gorontalo Utara secara bertahap akan mengurangi jumlah honorer atau yang mereka sebut sebagai pegawai tidak tetap (PTT). Namun, tidak berarti seluruh PTT akan dialihkan menjadi PPPK. Kuota PPPK hanya berlaku bagi yang memenuhi syarat. “Kesimpulannya, pemkab masih akan mengupayakan nasib honorer selama lima tahun ke depan,” kata Sekretaris Daerah Gorontalo Utara Ridwan Yasin.

Kendati demikain, ia optimistis seluruh honorer sudah berstatus PPPK bagi yang memenuhi syarat. “Namun, seluruh upaya ini pun tergantung keputusan baru ataupun keputusan bersama dari pemerintah pusat,” kata dia. n haura hafizhah/febrianto adi saputra/antara ed: satria kartika yudha.

Exit mobile version